Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengubah aturan pengelompokan bank dari Bank Umum Kelompok Usaha (BUKU) menjadi Kelompok Bank Berdasarkan Modal Inti atau KBMI. Dengan demikian aturan BUKU warisan Bank Indonesia (BI) sudah tak berlaku lagi.
Pengaturan pengelompokan bank KBMI ini tertuang dalam POJK nomor 12 /POJK.03/2021 tentang Bank Umum yang dirilis Kamis lalu (19/8) kendati diteken sejak 30 Juli 2021 oleh Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
Perubahan pengelompokan perbankan ini tentu menyebabkan beberapa bank raksasa di Indonesia 'turun kelas' karena tak lagi berada di kelompok perbankan yang tertinggi karena tak memiliki modal inti di atas Rp 70 triliun.
Tercatat saat ini terdapat 8 bank yang tergolong sebagai perbankan BUKU IV dan ternyata 4 di antaranya masih memiliki modal inti (common equity Tier 1) di bawah Rp 70 triliun.
Sebagai catatan, dalam aturan tersebut dinyatakan bahwa pengelompokan KBMI dibagi atas 4 kelompok.
- KBMI 1 untuk bank dengan modal inti sampai dengan Rp 6 triliun.
- KBMI 2 untuk bank dengan modal intinya lebih dari Rp 6 triliun sampai dengan Rp 14 triliun.
- KBMI 3 adalah bank dengan modal inti sebesar Rp 14 triliun sampai dengan Rp 70 triliun.
- KBMI 4 ialah bank dengan modal inti lebih dari Rp 70 triliun.
Aturan ini tentunya berubah dari aturan terdahulu yang diwariskan dari BI yakni pengelompokan bank berdasarkan BUKU di mana sebagai berikut.
- BUKU I untuk bank dengan modal inti di bawah Rp 1 triliun.
- BUKU II untuk bank dengan modal inti Rp 1 triliun hingga Rp 5 triliun.
- BUKU III untuk bank dengan modal inti Rp 5 triliun hingga Rp 30 triliun.
- BUKU IV untuk bank dengan modal inti di atas Rp 30 triliun.
PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) alias Bank Panin yang merupakan bank dengan ekuitas ke-5 terbesar di Indonesia di angka Rp 44 triliun harus siap turun kelas karena angka ini masih jauh berada di bawah Rp 70 triliun.
Selanjutnya PT Bank Danamon Tbk (BDMN) dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) yang memiliki ekuitas tak jauh dari PNBN di angka masing-masing Rp 43 triliun dan Rp 41 triliun juga berpotensi terdepak dari jejeran bank tier tertinggi di Indonesia.
Posisi PT Bank Permata Tbk (BNLI) yang baru saja naik kelas ke bank BUKU IV pascakonsolidasi dengan Bank Bangkok juga harus siap turun kelas kembali karena memiliki modal inti yang jauh dari angka Rp 70 triliun yakni Rp 35 triliun.
NEXT: Pernyataan OJK soal KBMI & Kinerja 4 Bank Kakap
Dari sisi kinerja, Tim Riset CNBC Indonesia merangkum performa empat bank tersebut.
Simak tabel berikut.
Tercatat empat perbankan ini mampu membukukan laba bersih di Q2 tahun ini. Laba bersih terbesar secara nominal dibukukan oleh BNGA yang sukses meraup laba Rp 1,13 triliun tumbuh 67% dari dengan periode yang sama tahun lalu (YoY).
Untuk urusan pertumbuhan laba, jawaranya adalah BDMN yang melesat 219% dan membukukan laba Rp 475 miliar di kuartal kedua.
Meskipun demikian kenaikan laba terjadi low base effect di mana kinerja BDMN pada Q2-2020 cenderung negatif karena membukukan rugi bersih sebesar Rp 400 miliar, sehingga pertumbuhan laba di Q2 ini bukan karena meningkatnya kinerja perseroan.
Apabila dibandingkan dengan Q2-2019 sejatinya laba BDMN masih terkoreksi 35%.
Sementara perbankan 'raksasa' yang akan turun kelas yang membukukan kinerja negatif hanyalah BNLI yang laba bersihnya ambruk 62% YoY hingga hanya tersisa Rp 145 triliun di Q2-2020.
Pengelompokan KBMI berlaku untuk semua Bank Umum, Kantor Cabang Bank Luar Negeri (KCBLN) dan bank umum yang melaksanakan kegiatan usaha secara syariah.
"Dalam hal diperlukan, OJK dapat menetapkan pengkinian pengelompokan bank berdasarkan Modal Inti," tulis aturan OJK.
Penegasan OJK
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Heru Kristiyana mengatakan substansi pengaturan dalam POJK No. 12/POJK.03/2021 tentang Bank Umum lebih dititikberatkan kepada penguatan aturan kelembagaan.
Penguatan ini mulai dari persyaratan pendirian bank baru dan aspek operasional, mencakup antara lain penyederhanaan dan percepatan perizinan pendirian bank, jaringan kantor, pengaturan proses bisnis termasuk layanan digital ataupun pendirian bank digital, sampai dengan pengakhiran usaha.
Dalam konferensi pers Senin (23/8), Heru menegaskan penerbitan POJK Nomor 12 sebetulnya tidak memberikan beban baru bagi industri perbankan. Heru pun menegaskan bahwa dengan adanya aturan baru ini, maka tidak ada bank yang naik kelas atau turun kelas.
"Tidak ada bank yang nanti, oh bank ini naik kelas, saya ingin jelaskan supaya tidak salah memahami, tidak ada bank yang turun kelas," tegasnya dalam acara sosialisasi POJK Nomor 12, secara virtual di Jakarta.
"Dulu kita mengelompokkan dengan BUKU itu filosofinya supaya mendorong konsolidasi, bank BUKU I modal inti belum cukup kalau ingin membuat kegiatan usaha yang lain, produk-produk lain tentunya akan kita akan kaitkan modal intinya berapa, tapi ternyata sudah puluhan tahun kondisinya tidak berubah," tegas Heru.
Dia menjelaskan, tujuan pengelompokan dengan KBMI yakni membuat klaster bank menjadi lebih tepat. "Modal inti tidak terlalu jauh dengan bank yang lain. Ini hanya untuk kepentingan prudensial OJK, bagaimana klastering lebih tepat antara bank-bank itu," katanya.
"Bank bank ini kita tidak tuntut menyesuaikan modal intinya, yang penting punya manajemen risiko yang baik menurut kita mereka boleh membuka perijinan baru tanpa kita kaitkan dengan modal intinya. Ini sebetulnya tidak terlempar dari tier-nya."
Dia menjelaskan, aturan pengelompokan KBMI ini sudah melalui kajian akademis dan best practices negara lain. "Kami siapkan dan kaji sangat panjang sehingga kita mengeluarkan angka-angka seperti itu," katanya.
"Kami menginginkan bank mengirimkan korporasi 5 tahunan, ini sangat penting supaya para pemilik bank dan pengawas bisa menilai. Ini akan dibaca investor, bila rencana bagus sahamnya akan dilirik investor. Intinya, ini sangat penting dan juga menyelaraskan visi misi jangka pendek," jelas Heru.