
Virus Corona Varian Delta Hantui Harga Minyak Dunia

Namun, investor belum terlalu berani bertaruh bahwa prospek minyak bakal cerah. Soalnya ada kekhawatiran besar soal permintaan akibat pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) terutama di Asia.
Sejumlah data ekonomi Benua Kuning menunjukkan pemburukan, seiring kasus positif corona yang meningkat. Di Jepang, pengeluaran rumah tangga pada Juni 2021 turun 5,1% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy) karena pemberlakuan kondisi darurat di berbagai wilayah.
Bahkan kemungkinan kondisi darurat akan diperpanjang. NHK melaporkan, pemerintah Negeri Matahari Terbit siap untuk memperpanjang pemberlakuan kondisi darurat di ibu kota Tokyo dan wilayah lainnya hingga 12 September 2021. Kebijakan ini juga akan diperluas ke tujuh perfektur yaitu Ibaraki, Tochigi, Gunma, Shizuoka, Kyoto, Hyogo, dan Fukuoka.
Sedangkan di China, penjualan ritel pada Juli 2021 memang naik 8,5% yoy. Namun jauh melambat dibandingkan pertumbuhan bulan sebelumnya yang mencapai 12,1% yoy.
Sementara produksi industri di Negeri panda pada Juli 2021 tumbuh 6,4% yoy. Walau masih tumbuh, tetapi menjadi laju paling lemah sejak Agustus 2020.
Perlambatan laju ekonomi akibat pandemi virus corona yang kembali mengganas membuat prospek permintaan energi menjadi samar-samar. Ini yang membuat investor belum berani untuk memborong kontrak minyak.
"Kami masih melihat harga minyak jenis light sweet akan bergerak menuju titik support di US$ 65/barel. Penembusan di titik ini akan membawa harga turun lebih lanjut dan menunjukkan kekhawatiran pasar karena pandemi virus corona, terutama penyebaran varian delta, akan menyebabkan lockdown di mana-mana," terang Craig Erlam, Market Analyst OANDA, seperti dikutip dari Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(aji/aji)