
Bunga Acuan Rendah, Ini Imbasnya ke Pasar Obligasi RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (BI 7DRR) diperkirakan masih akan tetap terjaga rendah sampai dengan tahun depan. Imbasnya, pasar surat berharga negara (SBN) diperkirakan tidak akan memberikan imbal hasil yang terlalu atraktif.
Seperti diketahui, bank sentral baru sekali menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin pada Rapat Dewan Gubernur Februari 2021 ke level 3,50%. Level ini masih bertahan sampai dengan RDG Juli.
Asistent Vice President PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Prananto Wihartono menilai, tren ini diperkirakan masih akan tetap berlanjut sampai dengan tahun depan seiring dengan pemulihan ekonomi nasional. Bila ada kenaikan, hal itu diprediksi baru bisa terjadi pada kuartal keempat di tahun 2022.
"Suku bunga kemungkinan masih akan tetap stay sampai dengan tahun depan. Kalau naik di kuartal keempat-2022," kata Prananto, dalam webinar FX& Bonds Investment: Enhancing Yield in Time of Crisis, secara virtual.
Dengan suku bunga yang terjaga rendah di level sekarang, maka imbasnya imbal hasil bagi pasar surat berharga negara (SBN) tidak akan terlalu atraktif.
"Dampaknya, SBN kalau tidak ada pergerakan, harga tidak mengalami perubaha signifikan, tidak akan terlalu fluktuatif," ujarnya.
Hanya saja, Prananto menjelaskan salah satu risiko ke depan yang menjadi perhatian pelaku pasar obligasi, yakni spekulasi mengenai tapering atau pengurangan program pembelian aset (quantitative easing/QE) oleh The Fed.
"Untuk tahun depan, kemungkinan SBN akan sangat volatile dengan isu tapering. Sampai akhir tahun, kita lihat belum telalu, masih terukur," katanya, dalam webinar FX& Bonds Investment: Enhancing Yield in Time of Crisis, secara virtual, Kamis (12/8/2021).
Prananto menambahkan, bila tapering terjadi akan berimbas pada penurunan US Treasury yang menjadi acuan bagi surat berharga di seluruh dunia, termasuk SBN Indonesia. "Jika US Treasury turun, kita akan ikut turun," ujarnya.
Terpisah, Destry Damayanti, Deputi Gubernur Senior BI, mengungkapkan, saat ini isu tapering memang masih menjadi pertanyan banyak pelaku pasar.
"Apakah akan meningkatkan suku bunga, ini masih debatable," ujar Destry dalam webinar Himbara bertema 'Sinergi Menjaga Momentum dan Optimisme Pemulihan Ekonomi' live di CNBC Indonesia pada, Jumat (6/8/2021).
Namun yang jelas, lanjut Destry, BI sudah mengantisipasi dan menyiapkan strategi yang harus ditempuh. Sejauh ini, BI masih berkomitmen untuk menerapkan kebijakan yang akomodatif. Salah satunya karena tekanan inflasi domestik yang masih terbatas,
"Sepanjang 2021, kami melihat tekanan inflasi belum tampak. Inflasi Juli masih rendah, meski ada pick up sedikit tapi masih dalam level yang managable," katanya.
Oleh karena itu, tambah Destry, BI akan mempertahankan suku bunga rendah. Saat ini suku bunga acuan BI 7 Day Reserve Repo Rate berada di 3,5%, terendah sepanjang sejarah. BI juga akan tetap menjamin likuiditas selalu memadai (ample).
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Yield US Treasury Capai 1,7%, Harga Obligasi RI Tertekan