
"Gosip" Tapering Makin Banyak, Rupiah Bergejolak Lagi

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah kembali bergerak volatil melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Jumat (13/8/2021). Tapering yang semakin banyak dibicarakan menjadi pemicu pergerakan tersebut.
Melansir data Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,03% ke Rp 14.375/US$. Setelahnya sempat menguat 0,16% ke Rp 14.357/US$, sebelum berbalik melemah 0,03% ke Rp 14.384/troy ons.
Di sisa perdagangan hari ini, rupiah masih akan keluar masuk zona merah, terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang tidak berbeda jauh siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.365,50 | Rp14.367,5 |
1 Bulan | Rp14.384,00 | Rp14.409,0 |
2 Bulan | Rp14.464,50 | Rp14.461,0 |
3 Bulan | Rp14.518,50 | Rp14.511,0 |
6 Bulan | Rp14.681,00 | Rp14.675,0 |
9 Bulan | Rp14.831,00 | Rp14.814,0 |
1 Tahun | Rp14.991,00 | Rp14.995,0 |
2 Tahun | Rp15.667,30 | Rp15.671,2 |
Hasil polling terbaru yang dilakukan Reuters menunjukkan sebanyak 28 dari 43 analis memprediksi The Fed akan mengumumkan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) pada bulan September.
Nilai QE saat ini sebesar US$ 120 miliar per bulan, dengan rincian US$ 80 miliar untuk pembelian obligasi pemerintah (Treasury) dan US$ 40 miliar untuk efek beragun aset KPR (Mortgage-Backed Security/MBS).
Sementara polling mengenai kapan tapering akan mulai dilakukan, sebanyak 26 dari 43 analis memprediksi pada kuartal I-2021. Sementara sisanya mengatakan tapering pertama akan dilakukan di kuartal IV-2021.
Jim O'Sullivan, kepala ahli strategi makro Amerika Serikat di TD Securities, tidak yakin The Fed akan mengumumkan tapering pada bulan depan. November dikatakan menjadi lebih masuk akal, sebab The Fed akan melihat perkembangan pasar tenaga kerja lebih lanjut.
"Saya tahu beberapa pejabat The Fed berusaha menekan agar pengumuman tapering dilakukan pada rapat kebijakan moneter bulan September, tetapi itu kemungkinan tidak terjadi," kata O'Sullivan, sebagaimana dilansir Reuters.
"November menjadi mungkin jika data tenaga kerja dalam 2 bulan ke depan menunjukkan perbaikan, bulan Desember sebenarnya lebih favorit sebagai pengumuman resmi," tambahnya.
Hal senada juga diungkapkan Philip Streible, kepala ahli strategi di Blue Line Futures, yang melihat data inflasi AS lebih rendah dari perkiraan.
Inflasi yang dilihat dari consumer price index (CPI) di bulan Juli tumbuh 0,5% dari bulan sebelumnya (month-to-month/MtM), lebih sama dengan prediksi Reuters. Sementara dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/YoY) inflasi tumbuh 5,4%.
Sementara inflasi inti tumbuh 0,3% MtM, lebih rendah dari prediksi 0,4% MtM. Secara tahunan inflasi inti tumbuh 4,3%.
"Data inflasi yang sejalan dengan proyeksi The Fed membuat mereka akan lebih wait and see, dan menanti rilis data lebih lanjut," kata Streible, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (11/8/2021).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia
