Paylater Menjamur, Awas...Fitch Ingatkan Risiko Ngeri Ini!

Ferry Sandria, CNBC Indonesia
13 August 2021 10:50
Aplikasi Go Food
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Opsi pembayaran dengan dicicil atau "beli dulu, bayar nanti" alias paylater yang ditawarkan oleh perusahaan fintech (financial technology) menjadi semakin populer, khususnya bagi kalangan muda dalam melakukan transaksi online.

Di Indonesia layanan ini kian menjamur dan disediakan oleh begitu banyak fintech seperti Kredivo, Akulaku dan Home Kredit. Selain itu perusahaan e-commerce juga tidak ketinggalan ikut menawarkan hal serupa seperti Shopee dengan SPayLater.

Semakin maraknya bisnis ini membuat analis memperingatkan akan risiko gagal bayar, mengingat kurangnya pemeriksaan kredit dan pelaporan utang yang masih kurang transparan.

Keterbatasan dan tidak dapat memeriksa riwayat kredit konsumen bisa mengakibatkan terabaikannya tingkat utang peminjam saat pemberi pinjaman menilai permohonan pinjaman baru.

Selain itu, para analis memperingkatkan, terdapat juga risiko konsumen menimbun lebih banyak utang kartu kredit untuk melunasi kewajiban 'beli dulu, bayar nanti' (buy now, pay later/BNPL).

Penyedia bisnis paylater biasanya bekerjasama dengan ritel - baik online maupun di toko - untuk menawarkan pilihan kepada konsumen untuk membayar dengan mencicil, dengan fasilitas yang dijanjikan termasuk batas pinjaman yang tinggi.

Opsi pembayaran semacam itu semakin populer dan semakin banyak perusahaan yang mulai menawarkan layanan ini dalam beberapa tahun terakhir.

Tak hanya global, tren ini juga semakin marak di Tanah Air dan berpotensi mengurangi ketertarikan nasabah terhadap kartu kredit.

Adapun di AS, sektor ini semakin menjadi sorotan, ketika pekan lalu perusahaan pembayaran digital milik pendiri Twitter Jack Dorsey, Square, mengumumkan kesepakatan senilai U$ 29 miliar atau setara dengan Rp 420,5 triliun (kurs Rp 14.500/US$) untuk membeli penyedia layanan paylater asal Australia, Afterpay.

Dari Indonesia, induk usaha Kredivo, FinAccel juga bakal menjadi perusahaan terbuka dengan mencatatkan sahamnya di Bursa Amerika Serikat (AS) melalui merger dengan VPC Impact Aquisition Holdings II, sebuah perusahaan cangkang (SPAC, special purpose acquisition company) yang terdaftar di Bursa Nasdaq, AS.

Risiko gagal bayar

Dalam sebuah laporan baru-baru ini, Fitch Ratings mengatakan pelaporan kinerja utang sektor ini 'buram.' Menurut lembaga pemeringkat global ini, banyak penyedia layanan paylater tidak melaporkan penggunaan layanan tersebut ke biro kredit.

"Akibatnya, utang paylater sering tidak terlihat pada dokumen kredit dan peminjam dapat mencoba untuk mendapatkan kredit paylater dari beberapa penyedia," tulis analis Fitch.

"Pemberi pinjaman (termasuk non-paylater) bisa jadi meremehkan tingkat utang peminjam saat memberikan utang baru."

Stephen Biggar, Direktur Penelitian lembaga keuangan di Argus Research memperingatkan bahwa gagal bayar adalah salah satu risiko utama.

"Perusahaan-perusahaan ini tidak melakukan pemeriksaan latar belakang kredit apa pun terhadap peminjam," katanya dalam program talkshow, "Squawk Box Asia" di CNBC International pekan lalu lalu.

"Dalam situasi buruk, mereka [peminjam tersebut] mungkin yang pertama 'membeli dulu' dan tidak 'membayar nanti'."

NEXT: Bagaimana Ini Bisa Terjadi?

Secara tradisional, paket cicilan telah ditawarkan di toko ritel selama beberapa dekade. Namun, dulu layanan ini biasanya ditawarkan untuk barang-barang besar seperti furnitur, elektronik, dan peralatan rumah tangga yang harganya relatif mahal dan berkisar ribuan dolar.

Sedangkan tawaran terbaru 'beli dulu, bayar nanti' atau paylater menjangkau beragam segmen antara kartu kredit dan paket cicilan.

Berfokus pada pengguna yang lebih muda dan lebih paham teknologi, layanan yang ditawarkan untuk pembelian online bisa serendah puluhan ribu rupiah atau hingga puluhan juta, dengan limit kredit yang beragam pula.

Di AS, di antara penyedia yang cukup populer adalah perusahaan pembayaran-over-time yang berbasis di AS, Affirm. Nilai maksimum yang dapat diambil pada satu paket pembayaran dengan Affirm adalah US$ 17.500 (Rp 253,75 juta).

Di Indonesia sendiri layanan pembayaran menggunakan Shopee PayLater di e-commerce milik Sea menawarkan limit kredit hingga Rp 20 juta, sedangkan limit kredit yang ditawarkan Kredivo mencapai Rp 30 juta.

Banyak dari aplikasi teknologi keuangan ini menawarkan pemanis yang tidak dimiliki oleh perusahaan kartu kredit dan paket cicilan tradisional - terkadang aplikasi ini tidak menyertakan biaya keterlambatan, bunga rendah atau tanpa bunga, limit pinjaman tinggi, dan tidak diperlukannya pemeriksaan kredit. Kondisi tersebut berbeda-beda antar tiap penyedia.

Di sisi lain, biaya pinjaman tersebut bisa melonjak tajam jika konsumen tidak membaca syarat dan ketentuan dengan cermat.

Selain itu terdapat pula beberapa potensi jebakan yang dibungkus dalam bentuk biaya tambahan lain.

Sebab itu, analis juga memperingatkan terkait kecenderungan untuk pembelian spontan mengingat gampangnya proses aplikasi dan biaya pinjaman yang lebih murah dibandingkan dengan kartu kredit.

Penggunaan opsi pembayaran semacam itu melonjak selama pandemi seiring dengan meningkatnya transaksi belanja online, kata Fitch.

Di AS, pinjaman seperti cicilan jangka pendek ini mengalami lonjakan 215% secara tahunan dalam dua bulan pertama tahun 2021, menurut data dari Adobe Analytics.

Pemesanan yang dilakukan konsumen yang menggunakan layanan 'beli dulu, bayar nanti' 18% lebih besar dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2020, data menunjukkan.

Volume pembayaran e-commerce AS yang dilakukan menggunakan 'beli dulu, bayar nanti' naik menjadi US$ 19 miliar atau setara Rp 276 triliun (kurs Rp 14.500/US$) tahun lalu - lebih dari dua kali lipat yang dihabiskan pada 2019 sejumlah US$ 9,5 miliar, kata Fitch, mengutip perkiraan dari perusahaan pembayaran Worldpay.

Perusahaan keuangan yang sudah lebih mapan juga mulai mengikuti: PayPal, Mastercard, American Express, Citi, dan J.P. Morgan Chase semuanya menawarkan produk pinjaman serupa, sementara Apple dilaporkan juga ingin menawarkan layanan semacam ini.

Di Indonesia, selain Shopee PayLater, OVO Paylater, ada pula Gopay, dan terbaru PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) juga berenana meluncurkan layanan paylayer.

Utang Rumah tangga Bisa Melonjak

US Household Debt Balance, CNBCFoto: US Household Debt Balance, CNBC
US Household Debt Balance, CNBC

Fitch memperingatkan bahwa utang layanan paylater dapat menumpuk dan bahkan meluas ke utang kartu kredit.

"Pengguna paylater mungkin mendapati diri mereka tidak mampu membayar pembayaran berkala dan kemudian berpaling ke kartu kredit atau bentuk lain dari (pinjaman) utang berbunga tinggi untuk membayar utang paylater ini," kata Fitch.

Utang rumah tangga AS naik dengan jumlah tertinggi dalam 14 tahun selama kuartal kedua, menurut Federal Reserve, bank sentral AS (The Fed).

Meskipun sebagian besar disebabkan oleh lonjakan utang sektor perumahan, utang kartu kredit juga melonjak US$ 17 miliar dari kuartal pertama - menjadi total $787 miliar.

Menurut Fitch, temuan Komisi Sekuritas dan Investasi Australia pada November tahun lalu menunjukkan bahwa 15% konsumen Australia yang menggunakan skema paylater harus mengambil pinjaman tambahan pada tahun sebelumnya untuk melunasi rencana paylater mereka tepat waktu.

Di Inggris, Fitch mengutip sebuah bank besar Inggris yang melaporkan bahwa dari lebih dari 660.000 pelanggannya yang membayar penyedia paylater mereka, 10% melebihi overdaft limit atau batas maksimal yang diperbolehkan milik mereka di bulan yang sama.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular