
Rupiah Sukses Hentikan Pelemahan 4 Hari Beruntun, tapi...

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah keluar masuk zona merah sepanjang perdagangan Kamis (12/8/2021), tetapi di akhir perdagangan justru stagnan.
Rilis data inflasi Amerika Serikat (AS) Rabu kemarin membuat laju penguatan dolar AS tertahan rupiah sukses menghentikan pelemahan 4 hari beruntun, meski juga tidak menguat.
Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% kemudian bertambah menjadi 0,17% di Rp 14.355/US$. Level tersebut menjadi yang terkuat pada hari ini.
Rupiah setelahnya berbalik melemah 0,1% ke Rp 14.395/US$, sebelum keluar masuk zona merah, dan mengakhiri perdagangan stagnan di Rp 14.380/US$.
Inflasi yang dilihat dari consumer price index (CPI) di bulan Juli tumbuh 0,5% dari bulan sebelumnya (month-to-month/MtM), lebih sama dengan prediksi Reuters. Sementara dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/YoY) inflasi tumbuh 5,4%.
Sementara inflasi inti tumbuh 0,3% MtM, lebih rendah dari prediksi 0,4% MtM. Secara tahunan inflasi inti tumbuh 4,3%.
Dengan inflasi yang lebih rendah dari prediksi, spekulasi bank sentral AS (The Fed) akan melakukan tapering di tahun ini sedikit meredup. Laju kenaikan inflasi yang mulai melambat sejalan dengan proyeksi The Fed jika tingginya inflasi hanya bersifat sementara.
The Fed menggunakan data pasar tenaga kerja dan inflasi sebagai acuan untuk menentukan waktu tapering. Inflasi yang digunakan yakni berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) yang akan dirilis di akhir bulan ini, tetapi dari inflasi CPI bisa memberikan gambaran PCE juga bisa lebih rendah dari prediksi.
"Data inflasi yang sejalan dengan proyeksi The Fed membuat mereka akan lebih wait and see, dan menanti rilis data lebih lanjut," kata Philip Streible, kepala ahli strategi di Blue Line Futures, sebagaimana dilansir CNBC International, Rabu (11/8/2021).
Sementara itu hasil polling Reuters menunjukkan dolar AS diprediksi akan melemah 12 bulan ke depan. Para analis tersebut mempertahankan outlook tersebut sepanjang tahun ini.
Polling yang dilakukan pada 2-4 Agustus tersebut juga menunjukkan seberapa yakin 60 analis terhadap pelemahan dolar AS. Hasilnya, 56% menyatakan tidak yakin, sementara 7% menyatakan tidak yakin sama sekali. Ada 34% yang menyatakan yakin, dan sangat yakin hanya 3% saja.
"Dolar AS secara keseluruhan mengecewakan. Banyak orang di awal tahun memperkirakan dolar AS akan melemah begitu juga kami. Dolar sedikit naik di tahun ini, tetapi tidak tinggi, pasar didorong oleh ketidakpastian terkait varian Covid-19," kata Steve Englandeer, kepala riset global mata uang G10 di Standard Chartered, sebagaimana dilansir Reuters Kamis (5/6/2021).
"Penguatan dolar AS pada dasarnya akibat statusnya sebagai safe haven," tambahnya.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
