'Digoyang' Data Tenaga Kerja AS, Rupiah Melemah Tipis

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
09 August 2021 15:43
Karyawan menunjukkan pecahan uang dollar di salah satu tempat penukaran uang di kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jumat (16/3/2018). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: CNBC Indonesia/Muhammad Sabki

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (9/8/2021). Dolar AS yang mulai bangkit lagi pascarilis data tenaga kerja membuat rupiah tertekan pada hari ini.

Tetapi rupiah bisa dikatakan cukup kuat menahan tekanan dolar AS, sebab pelemahannya tipis-tipis saja.

Melansir dara Refintiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah tipis 0,07% ke Rp 14.360/US$. Setelahnya, rupiah sempat stagnan di Rp 14.350/US$, sebelum melemah 0,24% ke Rp 14.385/US$.

Rupiah sukses memangkas pelemahan, dan berada di Rp 14.360/US$ pada penutupan perdagangan, melemah tipis 0,07% di pasar spot.

Dolar AS sebenarnya dalam tekanan pada pekan lalu, tapi pascarilis data tenaga kerja Jumat (6/8/2021) arah angina berubah.

Departemen Tenaga Kerja AS Jumat lalu melaporkan sepanjang bulan Juli perekonomian AS mampu menyerap tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP) sebanyak 943.000 orang, lebih tinggi dari hasil polling Reuters 880.000 orang.

Sementara tingkat pengangguran juga turun menjadi 5,4% dari bulan Juni 5,9%, dan lebih tajam dari prediksi 5,7%. Selain itu, rata-rata upah per jam juga mencatat pertumbuhan 0,4% dari bulan sebelumnya.

Pasca rilis data tersebut dolar AS langsung melesat 0,6%, dan pagi ini berlanjut menguat 0,1% pagi ini.

"Data non-farm payrolls adalah pengubah permainan" kata Chris Weston, kepala riset di Papperstone, pialang di Melbourne dalam sebuah catatan kepada nasabahnya, sebagaimana dilansir CNBC International, Senin (9/8/2021).

Sebelumnya, dolar AS mengalami tekanan pasca pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed) Kamis (29/7/2021) lalu, dolar AS sebenarnya mengalami tekanan. Sebabnya, The Fed memberikan sinyal tidak akan melakukan tapering di tahun ini.

Setelahnya rilis dara produk domestik bruto (PDB) dan inflasi AS dilaporkan lebih rendah dari prediksi. Dolar AS pun terpuruk.

Namun, spekulasi tapering atau pengurangan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE) kembali muncul pada pekan lalu akibat pernyataan wakil ketua The Fed, Richard Clarida, mengindikasikan tapering bisa dilakukan di tahun ini, dan suku bunga akan dinaikkan pada awal 2023.

"Anda duduk di sini dan melihat inflasi sudah jauh di atas target dan pasar ketenagakerjaan terus membaik menuju level pra-pandemi. Menurut saya, ini terdengar seperti kami harus bersiap," kata Richard Clarida, Wakil Ketua The Fed, dalam wawancara bersama Washington Post.

Pernyataan Clarida akhirnya dikuatkan oleh rilis data tenaga kerja AS.

"Laporan data tenaga kerja AS yang kuat membuka jalan bagi The Fed untuk melakukan tapering," tulis analis dari Mizuho Bank, Ken Cheung dalam risetnya.

Cheung mengatakan pelaku pasar kini memperkirakan The Fed akan mengumumkan tapering pada akhir Agustus nanti, saat pertemuan Jackson Hole.

Sementara itu dari dalam negeri, pelaku pasar menanti apakah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4 akan diperpanjang atau diperpanjang dengan pelonggaran.

Peningkatan kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) kini mengalami peningkatan di luar Jawa-Bali, sehingga PPKM hampir pasti akan berlanjut. Kabar baiknya, kasus Covid-19 di Jakarta terus mengalami penurunan, yang menimbulkan harapan statusnya diturunkan dari level 4 ke level 3.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Perry Warjiyo Bakal Dua Periode, Cek Rupiah Pagi Ini

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular