Tak Cuma K-Pop, 10 Raksasa Finansial Korsel juga Serbu RI
Jakarta, CNBC Indonesia - Sektor jasa keuangan Indonesia tampak seperti 'kolam susu' di mata para investor raksasa finansial dunia, tak terkecuali bagi korporasi/perbankan Korea Selatan (Korsel). Hal ini terlihat dari cukup ramainya penetrasi bank/institusi keuangan asal Negeri K-Pop tersebut ke sejumlah perbankan dan jasa keuangan RI.
Pada pertengahan tahun lalu, Morgan Stanley (MS), misalnya, mengeluarkan riset teranyar mengenai perbankan Indonesia yang berjudul "M&A: Higher Foreign Participation to Enhance Capital Base and Efficiency".
Dalam riset tersebut, Morgan Stanley, menekankan bahwa tren merger dan akuisisi (M&A) akhir-akhir ini menunjukkan bahwa Indonesia membuka lebih banyak peluang kepada bank asing.
MS menyebutkan, akuisisi bank RI oleh bank asing mulai intensif. Bahkan M&A di industri perbankan Indonesia menjadi lebih aktif dengan akuisisi senilai Rp 101 triliun atau setara dengan US$ 7 miliar yang terjadi sejak 2019 (atau US$ 4,7 miliar per tahun).
"Bank asing mendominasi akuisisi di tahun 2019 hingga 2020 dengan nilai saham 99%," tulis riset Morgan Stanley.
Morgan Stanley meyakini akselerasi akuisisi belakangan ini didorong oleh regulator yang lebih akomodatif dengan kebijakan relaksasi permodalan dan juga minat tinggi dari investor asing.
Menurut MS, pertumbuhan dan kondisi yang berbeda di beberapa kawasan regional tampaknya menjadi motivasi utama bagi bank asing untuk mengakuisisi bank di Indonesia, khususnya bank-bank Jepang dan Korea yang aktif melakukan M&A baru-baru ini.
Hal ini didukung kondisi di mana bank-bank Indonesia terlihat lebih atraktif di tingkat regional dengan laju pertumbuhan majemuk tahunan (CAGR) untuk pinjaman 10 tahun sebesar 16% pada tahun 2019, jika dibandingkan bank Jepang dan Korea dengan CAGR untuk pinjaman 10 tahun sebesar 2% dan 7%.
Net Interest Margin (NIM) perbankan Indonesia juga tinggi, yaitu mencapai 5,9% pada 2019 yang lebih tinggi dibanding Jepang dan Korea sebesar 1,0% dan 1,9%.
Selain yang dijelaskan Morgan Stanley di atas, tingkat populasi penduduk yang belum menjadi nasabah perbankan (unbanked population) juga cukup tinggi.
Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, pada Maret lalu, terdapat 83 juta penduduk yang tergolong dalam unbanked population dengan penetrasi internet sebesar 67% dan penetrasi smartphone sebesar 60%. Sementara, sebanyak 196,7 juta atau 73,7% dari total penduduk Indonesia memiliki akses ke internet.
Lantas, apa saja institusi keuangan atawa bank asal Korsel yang menancapkan kakinya di sektor keuangan RI?
Berikut ini daftar ringkasnya.
The Korea Development Bank (KDB)
Pada September 2020, KDB berhasil mengambilalih mayoritas kepemilikan saham emiten pembiayaan PT Tifa Finance Tbk (TIFA) dari pemegang saham eksisting sebesar 870.763.100 saham yang mewakili 80,65%.
Setelah akuisisi tersebut, Tifa Finance berganti nama menjadi PT KDB Tifa Finance Tbk.
KDB adalah bank BUMN yang didirikan sejak 1954 untuk membiayai dan mengelola proyek industri utama untuk meluaskan pengembangan industri dan ekonomi nasional Negeri Ginseng.
KDB sebetulnya sudah agak tertinggal dibanding perusahaan keuangan Korsel lain untuk masuk ke RI, meskipun sempat masuk ke bidang perusahaan efek ketika secara tidak langsung mengakuisisi PT eTrading Securities dan mengganti namanya menjadi KDB Daewoo Securities.
Di Korsel, KDB menjadi pemilik Daewoo Securities Co setelah Grup Daewoo terpecah dan konglomerasi yang pernah menjadi chaebol (konglomerat)kedua terbesar Korsel tersebut dinyatakan bangkrut dan terpecah-pecah pada 1999.
Pada 2019, manajemen mengungkapkan sudah membuka kantor perwakilan di Indonesia. KDB juga menjalankan berbagai program luar negeri untuk mengembangkan potensi investasi global.
KB Kookmin Bank
KB Kookmin awalnya masuk ke PT Bank Bukopin Tbk (BBKP) pada Juli 2018 dengan menggenggam 22% saham perseroan melalui Penawaran Umum Terbatas IV (rights issue).
Kemudian, KB Kookmin menjadi pengendali tunggal BBKP pada September 2020 dengan menguasai 67% saham bank yang didirikan pada 10 Juli 1970 ini lewat penambahan modal tanpa memberikan hak memesan efek terlebih dahulu (PMTHMTED) atau private placement.
Sejurus dengan itu, rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) Bank Bukopin pada Desember 2020 menyetujui pergantian nama menjadi KB Bukopin. Pada awal Februari, Bank Bukopin akhirnya resmi berganti nama menjadi KB Bukopin.
Selain di BBKP, situsweb KB Kookmin juga mencatat, perbankan ini juga masuk ke perusahaan pembiyaan (multifinance) PT. Finansia Multi Finance pada 3 Juli tahun lalu. Nama Finansia Multi Finance kemudian berubah menjadi PT KB Finansia Multi Finance.
Kemudian, pada awal 2019, KB Kookmin, lewat KB Capital mencaplok PT Sunindo Parama Finance dan mengubahnya menjadi PT KB Capital PT. Sunindo Kookmin Best Finance.
Di samping itu, KB Kookmin juga punya lengan usaha di sektor asuransi, di bawah nama PT KB Insurance Indonesia yang termasuk KB Insurance Group. Perusahaan ini didirikan pada 1997 dengan nama PT LG Simas Insurance Indonesia dan berganti nama menjadi KB Insurance Indonesia pada 2015.
APRO Financial Co. Ltd
APRO Financial adalah perusahaan pembiayaan dari Korea Selatan yang berfokus di sektorconsumer loan. Perusahaan ini mengakuisisi ke PT Bank Dinar Indonesia Tbk (DNAR) pada 25 Oktober 2018 dengan membeli 77,38% saham perusahaan. Kemudian, pada 8 Juli 2019 Bank Dinar melakukan penggabungan usaha (merger) dengan PT Bank Oke Indonesia (Bank Oke) yang juga dimiliki oleh APRO sebesar 99% (pada Mei 2017).
Asal tahu saja, sebelum berganti nama pada 2012, Bank Dinar bernama PT Liman International Bank yang didirikan pada tahun 1990.
Adapun Bank Oke Indonesia (sebelum bergabung dengan Bank Dinar) sebelumnya bernama Bank Andara. Bank Andara sendiri didirikan pada tahun 1980 dengan nama Maskapai Andil Indonesia Bank Pasar Seri Partha, sebelum berganti nama tiga kali, yakni pada 1997 menjadi PT Bank Sri Partha, pada April 2009 menjadi Bank Andara. Kemudian, namanya berganti lagi, seturut dengan pencaplokan 99% saham bank oleh APRO, pada Agustus 2017 menjadi Bank Oke Indonesia.
Dalam merger tersebut, Bank Oke merupakan Bank yang menggabungkan diri sedangkan Bank Dinar merupakan Bank yang menerima penggabungan alias surviving bank. Seturut dengan itu, pada 26 Agustus 2019 perseroan melakukan perubahan nama dari PT Bank Dinar Indonesia Tbk menjadi PT Bank Oke Indonesia Tbk (DNAR).
Situs Bank Oke menjelaskan, APRO didirikan pada tahun 1999 sebagai A & O Financial dan diakuisisi oleh J & K Capital pada tahun 2004 dan menjadi APLO FC Group.
Kemudian berubah namanya menjadi A & P Financial pada tahun 2007. Setelah itu A & P Financial diperluas ke China dan Polandia dan selanjutnya menjadi APRO Financial Co. Ltd di 2014.
(adf/adf)