Bukan Mimpi! Ketika Indonesia "Say Goodbye" ke Dolar AS

Cantika Adinda Putri, CNBC Indonesia
09 August 2021 07:05
Dollar
Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) mencatat aktivitas perdagangan luar negeri dan investasi Indonesia dengan sejumlah negara dengan menggunakan mata uang lokal atau Local Currency Settlement (LCS) terus meningkat dan berpotensi perlahan meninggalkan penggunaan dolar AS dalam transaksi internasional.

BI mendefinisikan LCS framework adalah penyelesaian transaksi perdagangan antara dua negara yang dilakukan dalam mata uang masing-masing negara di mana setelmen transaksinya dilakukan di dalam yuridiksi wilayah negara masing-masing.

Data BI mencatat, dalam sebulan Indonesia berhasil mengurangi ketergantungan dolar AS sebesar US$ 117,3 juta rata-rata setiap bulan atau setara dengan Rp 1,68 triliun (kurs Rp 14.400/US$).

Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono mengatakan jika dibandingkan dengan nominal yang dikeluarkan dalam perdagangan memang masih kecil, hanya saja tren positifnya masih terus berlangsung.

Misalnya dengan Thailand, rasio transaksi perdagangan Indonesia-Thailand menggunakan skema LCS dalam mata uang THB/IDR terhadap total perdagangan Indonesia-Thailand telah mencapai 1,3% pada 2020, meningkat dibandingkan 0,6% pada 2018.

Bahkan, rasio yang sama untuk transaksi LCS antara Indonesia-Malaysia dalam mata uang MYR/IDR telah mencapai 4,1% pada tahun 2020, hampir 3 kali lipat rasio pada tahun 2018 sebesar 1,4%.

Perkembangan transaksi LCS antara Indonesia-Jepang dalam mata uang JPY/IDR juga terus alami peningkatan sejak dimulai pada September 2020.

Pada periode September-Desember 2020 rasionya terhadap total perdagangan Indonesia-Jepang baru tercatat sebesar 0,1%, kemudian pada periode Januari-Mei 2021 telah meningkat signifikan menjadi sekitar 3,4%.

"Meski rasio penggunaan transaksi LCS secara keseluruhan masih relatif rendah dibandingkan total perdagangan, melihat trennya yang positif, didukung dengan telah dilakukannya penguatan framework LCS dengan tiga negara tersebut serta kampanye LCS yang dilakukan secara komprehensif, ke depan diharapkan penggunaan LCS dengan Thailand, Malaysia, dan Jepang akan semakin meningkat," katanya kepada CNBC Indonesia, pekan lalu.

Dia mengatakan, pada Agustus ini, Indonesia dan China juga akan memulai penerapan LCS. Sebagai mitra dagang utama, kesepakatan dengan China akan banyak mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap dolar AS.

Dalam 6 bulan tahun ini, ekspor non migas ke China mencapai US$ 21,2 miliar dan impor US$ 25,2 miliar. Kedua negara telah menyelesaikan mekanisme teknis dari pelaksanaan LCS.

"Sementara itu, kerja sama LCS ACCD dengan Tiongkok sudah ditandatangani tetapi belum secara resmi diimplementasikan karena masih menunggu pemenuhan beberapa persyaratan oleh bank-bank ACCD yang ditunjuk. Progress-nya sangat positif sehingga diharapkan dalam waktu dekat kerja sama LCS dengan Tiongkok dapat segera diimplementasikan," paparnya.

Bank AACD atau Appointed Cross Currency Dealer adalah bank yang ditunjuk oleh otoritas kedua negara untuk memfasilitasi pelaksanaan LCS melalui pembukaan rekening mata uang negara mitra di negara masing-masing.

Ke depan, BI terus menjajaki kerja sama dengan negara lainnya agar ikut meninggalkan dolar AS. Adalah Korea Selatan, India dan negara tetangga Filipina.

Halaman Berikutnya >> Porsi Dolar AS Berkurang di Cadev Global

Porsi dolar Amerika Serikat (AS) di cadangan devisa (cadev) global terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini, porsinya bahkan terendah dalam 25 tahun terakhir.

Hal tersebut tentunya memunculkan pertanyaan, apakah dolar AS akan lengser dari tahta raja mata uang dunia?

Investor legendaris, Stanley Druckenmiller, pada Mei lalu memberikan peringatan jika dolar AS bisa kehilangan statusnya sebagai raja mata uang dalam 15 tahun ke depan.

Ia menyoroti kebijakan bank sentral AS (The Fed), ditambah dengan kebijakan fiskal saat ini berisiko membawa keruntuhan dolar AS.

"Sepanjang sejarah saya tidak pernah melihat periode dimana kebijakan moneter dan fiskal tidak sejalan dengan kondisi ekonomi seperti saat ini, saya tidak menemukan satu pun," kata Druckenmiller, sebagaimana dilansir Financial Times, akhir Mei lalu.

Druckenmiller sebenarnya mendukung kebijakan The Fed ketika awal pandemi, tetapi menurutnya The Fed mempertahankan kebijakan suku bunga rendah dan pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan terlalu lama.

Kebijakan The Fed tersebut memicu tingginya inflasi di Negeri Paman Sam. Kemudian, kebijakan fiskal yang agresif juga membuat utang AS terus menumpuk. Hal tersebut dikatakan bisa membahayakan status dolar AS sebagai mata uang yang menguasai cadangan devisa global.

Porsi dolar AS memang sudah menurun cukup tajam. Berdasarkan data Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), porsi dolar AS di cadangan devisa global di kuartal I-2021 sebesar 59,54%, naik dari kuartal IV-2021 sebesar 58.94%. Porsi di penghujung tahun lalu tersebut merupakan yang terendah dalam 25 tahun terakhir.

Jika dilihat ke belakang, porsi dolar AS terus menurun semenjak kemunculan euro di tahun 1999. Data dari IMF menunjukkan sejak kemunculan mata uang 19 negara di Eropa ini, porsi dolar AS di cadangan devisa global anjlok 12%.

Berdasarkan rilis IMF, banyak analis mengatakan penurunan porsi dolar AS pada cadangan devisa global sebagian akibat berkurangnya peran mata uang Paman Sam ini di perekonomian global.

Perjanjian bilateral Local Currency Settlement (LCS), yang diterapkan Bank Indonesia dengan beberapa bank sentral negara-negara lain, menjadi salah satu contoh yang membuat peran dolar AS di perekonomian global berkurang.

Sejumlah ekonom menilai dengan LCS ini maka kedua negara yang bekerja sama bisa mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Sehingga kedua mitra dagang, tidak perlu menukar dolar AS terlebih dahulu jika ingin melakukan transaksi perdagangan dan investasi.

Ekonom PT Bank Permata Tbk (BNLI), Josua Pardede mengatakan ekonomi Indonesia sangat rentan akan pergerakan nilai tukar. Contoh saja dalam beberapa tahun terakhir, ketika ekonomi tumbuh tinggi, maka kebutuhan impor melonjak seiring belum bisa disediakannya bahan baku di dalam negeri.

Lonjakan impor memaksa peningkatan kebutuhan dolar oleh kalangan dunia usaha. Itu belum termasuk bila di saat yang sama ada impor minyak oleh PT Pertamina persero dan kewajiban pembayaran utang oleh pemerintah.

"Inisiasi dari BI (Bank Indonesia) mendorong LCS ini untuk mengurangi ketergantungan dolar," ungkap Josua kepada CNBC Indonesia.

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular