
Cadev RI Naik Lagi, Rupiah Tertahan di Zona Merah

Jakarta, CNBCÂ Indonesia -Â Nilai tukar rupiah tertahan di zona merah melawan dolar Amerika Serikat (AS) hingga pertengahan perdagangan Jumat (6/8/2021), meski cadangan devisa (cadev) Indonesia kembali membukukan kenaikan. Dolar AS saat ini sedang menanti rilis data tenaga kerja yang bisa memberikan dampak terhadap ekspektasi tapering.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 14.340/US$. Setelahnya, rupiah melemah hingga 0,24% ke Ro 14.375/US$. Pasca rilis data cadev, rupiah berhasil memangkas pelemahan menjadi 0,17% di Rp 14.365/US$.
Bank Indonesia (BI) hari ini melaporkan cadangan devisa per akhir Juli sebesar US$ 137,3 miliar, naik dari bulan sebelumnya US$ 137,1 miliar atau sekitar US$ 200 juta.
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 8,9 bulan impor atau 8,6 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," sebut keterangan tertulis BI yang dirilis Jumat (6/8/2021).
Dalam 2 bulan beruntun total cadev naik sebesar US$ 900 juta, sementara di bulan Mei jeblok US$ 2,4 miliar. Bulan sebelumnya cadev mencetak rekor tertinggi sepanjang masa US$ 138,8 miliar, kemudian jeblok hingga ke US$ 136,4 miliar yang merupakan posisi terendah di tahun ini.
![]() |
Penurunan di bulan Mei juga menjadi yang terbesar sejak Maret tahun lalu, saat penyakit virus corona (Covid-19) dinyatakan sebagai pandemi. Menurut BI, pembayaran utang pemerintah menjadi pemicu penurunan cadangan devisa di bulan Mei, sebaliknya kenaikan di bulan Juli disebabkan penerbitan obligasi berdenominasi dolar AS dan euro (global bond).
Peningkatan cadangan devisa bisa memberikan sentimen positif ke rupiah, sebab BI memiliki lebih banyak amunisi untuk menstabilkan Mata Uang Garuda ketika mengalami gejolak.
Sementara itu dolar AS menanti data tenaga kerja AS yang merupakan salah satu acuan bank sentral AS (The Fed) dalam melakukan tapering.
Hasil polling yang dilakukan Reuters menunjukkan tingkat pengangguran AS di bulan Juni turun menjadi 5,7% dari bulan sebelumnya 5,9%. Sementara perekrutan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payrolls/NFP) sebanyak 880.000 orang, lebih tinggi dari bulan Mei 850.000 orang.
Data tersebut dirilis malam nanti, sehingga dampaknya bagi rupiah baru akan terasa pada pekan depan.
Di sisa perdagangan hari ini, rupiah terlihat masih kesulitan untuk berbalik menguat, tercermin dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang lebih lemah siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan pagi tadi.
Periode | Kurs Pukul 8:54 WIB | Kurs Pukul 11:54 WIB |
1 Pekan | Rp14.348,40 | Rp14.357,4 |
1 Bulan | Rp14.375,00 | Rp14.386,0 |
2 Bulan | Rp14.426,00 | Rp14.439,0 |
3 Bulan | Rp14.478,00 | Rp14.489,0 |
6 Bulan | Rp14.634,00 | Rp14.645,0 |
9 Bulan | Rp14.779,00 | Rp14.787,0 |
1 Tahun | Rp14.947,50 | Rp14.950,5 |
2 Tahun | Rp15.576,00 | Rp15.590,0 |
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Tertekan, Rupiah Bisa Sentuh Rp 14.800/USD di Q2-2021
