Blak-blakan Bos PTBA, Ogah Terlena Walau Batu Bara Melesat
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara yang tengah melesat tidak membuat perusahaan batu bara PT Bukit Asam Tbk (PTBA) terlena.
Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Suryo Eko Hadianto mengatakan, meski harga sedang naik, namun pihaknya tetap menjaga ongkos produksi.
Dalam Live Instagram PTBA bertema 'Strategi Mendongkrak Kinerja', kemarin, Kamis (05/08/2021), dia mengatakan menjaga ongkos produksi adalah strategi PTBA dalam menghadapi fluktuasi harga.
"Harga masih mengalami kenaikan terus, tapi gak boleh terlena. Terus terang dengan harga yang bagus, PTBA tetap mempersiapkan strategi, jika terjadi fluktuasi harga, jangan terjadi pemborosan di cost production," ungkapnya.
Ongkos produksi, imbuhnya, harus terus dijaga karena kadang salah satu kelemahan perusahaan adalah ketika harga naik, maka biaya juga ikut naik. Bila nanti harga anjlok, perusahaan bisa saja tidak siap.
"Biasanya banyak perusahaan punya kelemahan, saat harga naik, cost-nya naik, juga karena merasa margin tebal, biaya boleh longgar, bahaya saat turun kita gak siap," tuturnya.
Harga Batubara Acuan (HBA) bulan Agustus 2021 tembus hingga US$ 130,99 per ton, melonjak dari US$ 115,35 per ton pada Juli 2021. HBA bulan Agustus menjadi yang tertinggi dalam 1 dekade terakhir.
Harga batu bara di pasar malah jauh lebih tinggi dari HBA tersebut. Harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) pada perdagangan Rabu (04/08/2021), malah tercatat mencapai US$ 148,6 per ton, melonjak 1,5% dari hari sebelumnya.
Sebelumnya, Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Agung Pribadi mengatakan lonjakan HBA Agustus disebabkan karena meningkatnya permintaan batu bara di China, Jepang dan Korea Selatan kembali mengerek harga batu bara global.
"Melambungnya harga batu bara dunia dipengaruhi musim penghujan yang ekstrim di China yang mengganggu kegiatan produksi dan transportasi batu bara di negara tersebut, sementara kebutuhan batu bara meningkat untuk keperluan pembangkit listrik yang melampaui kapasitas pasokan batu bara domestik negara tersebut," ujar Agung, seperti dikutip dari keterangan resmi Kementerian, Rabu (4/8/2021).
Agung menambahkan, menguatnya harga juga didorong meningkatnya permintaan batu bara dari Jepang dan Korea Selatan yang menjadi faktor naiknya harga batu bara global. Sebelumnya, pada Februari 2021 rekor HBA tertinggi dicatatkan sebesar US$ 127,05 per ton.
Sempat melandai pada Februari-April 2021, HBA mencatatkan kenaikan beruntun pada periode Mei-Juli 2021 hingga menyentuh angka US$ 115,35 per ton di Juli 2021. Ternyata, kenaikan tersebut terus konsisten hingga bulan Agustus 2021 dengan mencatatkan rekor tertinggi baru.
(wia)