RKAB Disetujui, BUMI Bisa Capai Target Produksi 89 Juta Ton
Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bumi Resources telah mendapatkan persetujuan Rencana Kerja dan Anggaran Biaya Tahunan (RKAB) yang lebih tinggi, sesuai dengan panduan tahun anggaran 2021. Dengan begitu produsen batu bara terbesar ini bisa mencapai target produksi tahun ini sebesar 85-89 juta ton, tanpa harus melebihi RKAB.
"Untuk Kaltim Prima Coal dan Arutmin telah menerima persetujuan RKAB yang lebih tinggi. Berarti kami dapat mencapai pandeuan awal 85-89 juta ton pada 2021 tanpa melebihi RKAB saat ini," kata Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI Dileep Srivastava kepada CNBC Indonesia, Kamis (5/8/2021).
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) resmi menaikkan target produksi batu bara pada 2021 ini sebesar 75 juta ton menjadi 625 juta ton dari target awal 550 juta ton. Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yakni 6 April 2021 oleh Menteri ESDM Arifin Tasrif.
Hal ini tercantum dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.66.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri ESDM No.255.K/30/MEM/2020 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri Tahun 2021. Hingga semester I-2021 produksi batu bara RI sebesar 297,94 juta ton, atau 47,67% dari target tahun ini
Dileep mengungkapkan tantangan produksi terbesar tahun ini adalah hujan lebat yang terus berlanjut. Namun perusahaan berupaya mempertahankan produksi yang hampir normal selama masa pandemi ini.
Selama musim panas ini permintaan batu bara sangat tinggi, namun dia mengakui tingginya curah hujan berdampak negatif pada pengiriman pasokan batu bara. Pasalnya curah hujan yang tinggi membuat terhambatnya transportasi darat dan keamanan di beberapa tambang bawah tanah.
"Selain itu, tidak ada kapasitas baru yang muncul karena keterbatasan dana," kata Dileep.
Sepanjang tahun ini, perusahaan memproyeksikan harga batu bara di kisaran US$ 53-56 per ton. Untuk anak usaha BUMI, yakni Kaltim Prima Coal, harga batu bara diperkirakan di level US$ 60-64 per ton, sementara Arutmin US$ 39-42 per ton.
"Memang ada beberapa yang menyebabkan fluktuasi harga seperti peningkatan permintaan karena beban musim panas, pemulihan pandemi dan kendala pasokan yang berkelanjutan yang disebabkan oleh kurangnya kapasitas baru, kondisi cuaca buruk, masalah keamanan di negara produsen utama dan masalah transportasi kereta api," kata Dileep.
(rah/rah)