Porsi di Cadev Anjlok, 15 Tahun Lagi Dolar AS Turun Tahta?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
05 August 2021 17:55
Dollar
Foto: Freepik

Jakarta, CNBC Indonesia - Porsi dolar Amerika Serikat (AS) di cadangan devisa (cadev) global terus mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Saat ini, porsinya bahkan terendah dalam 25 tahun terakhir. Hal tersebut tentunya memunculkan pertanyaan, apakah dolar AS akan lengser dari tahta raja mata uang dunia?

Investor legendaris, Stanley Druckenmiller, pada bulan Mei lalu memberikan peringatan jika dolar AS bisa kehilangan statusnya sebagai raja mata uang dalam 15 tahun ke depan. Ia menyoroti kebijakan bank sentral AS (The Fed), ditambah dengan kebijakan fiskal saat ini berisiko membawa keruntuhan dolar AS.

"Sepanjang sejarah saya tidak pernah melihat periode dimana kebijakan moneter dan fiskal tidak sejalan dengan kondisi ekonomi seperti saat ini, saya tidak menemukan satu pun," kata Druckenmiller, sebagaimana dilansir Financial Times, akhir Mei lalu.

Druckenmiller sebenarnya mendukung kebijakan The Fed ketika awal pandemi, tetapi menurutnya The Fed mempertahankan kebijakan suku bunga rendah dan pembelian aset (quantitative easing/QE) senilai US$ 120 miliar per bulan terlalu lama.

Kebijakan The Fed tersebut memicu tingginya inflasi di Negeri Paman Sam. Kemudian, kebijakan fiskal yang agresif juga membuat utang AS terus menumpuk.

Hal tersebut dikatakan bisa membahayakan status dolar AS sebagai mata uang yang menguasai cadangan devisa global.

Porsi dolar AS memang sudah menurun cukup tajam. Berdasarkan data Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), porsi dolar AS di cadangan devisa global di kuartal I-2021 sebesar 59,54%, naik dari kuartal IV-2021 sebesar 58.94%. Porsi di penghujung tahun lalu tersebut merupakan yang terendah dalam 25 tahun terakhir.

idrFoto: IMF

Jika dilihat ke belakang, porsi dolar AS terus menurun semenjak kemunculan euro di tahun 1999. Data dari IMF menunjukkan sejak kemunculan mata uang 19 negara di Eropa ini, porsi dolar AS di cadangan devisa global anjlok 12%.

Berdasarkan rilis IMF, banyak analis mengatakan penurunan porsi dolar AS pada cadangan devisa global sebagian akibat berkurangnya peran mata uang Paman Sam ini di perekonomian global.

Perjanjian bilateral Local Currency Settlement (LCS), yang diterapkan Bank Indonesia dengan beberapa bank sentral negara-negara lain, menjadi salah satu contoh yang membuat peran dolar AS di perekonomian global berkurang. Dengan LCS ini maka kedua negara yang bekerja sama bisa mengurangi ketergantungan terhadap dolar AS. Sehingga kedua mitra dagang, tidak perlu menukar dolar AS terlebih dahulu jika ingin melakukan transaksi perdagangan dan investasi.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Mata Uang Apa Yang Akan Melengserkan Dolar AS?

Jika melihat porsi di cadangan devisa global, maka euro menjadi yang terdekat dengan dolar AS. berada di urutan kedua, pada kuartal I-2021, porsi euro sebesar 20,57%, turun dari kuartal sebelumnya 21,29%.

Porsinya memang sangat jauh dibandingkan dolar AS, sejak kemunculannya di 1999, porsi euro juga stabil di kisaran 20%. Tetapi melansir Financial Times, euro menjadi salah satu penantang kuat yang bisa merebut tahta dolar AS.

Euro termasuk sebagai penantang dolar AS, dilihat dari ukuran perekonomian. Zona euro saat ini berada di urutan kedua perekonomian terbesar di bawah Amerika Serikat. Ukuran ekonomi menjadi salah satu penentu mata uang menjadi cadangan devisa global.

Semakin besar ukuran ekonomi artinya semakin banyak negara-negara bertransaksi perdagangan, sehingga penggunaan mata uang pun semakin banyak. Amerika Serikat masih menjadi negara dengan produk domestik bruto (PDB) terbesar berkontribusi berkontribusi sebesar 24% terhadap total output global. Selanjutnya zona euro, dan di urutan ketiga ada China dengan kontribusi sebesar 15% terhadap PDB global.

Hal tersebut membuat yuan (renminbi) juga dikatakan menjadi penantang dolar AS.

Meski demikian, persentase yuan di cadangan devisa global saat ini sangat jauh dibandingkan dolar AS. Porsi yuan di kuartal I-2021 sebesar 2,45%, naik dari kuartal sebelumnya 2,27%.

Yuan saat ini berada di urutan kelima, di bawah yen dan poundsterling dengan porsi sebesar 5,89% dan 4,7%.

Melihat porsinya di cadangan devisa global, euro menjadi penantang terdekat dolar AS. Tetapi masalah utama yang dihadapi euro adalah belum memiliki obligasi pemerintah yang bisa dianggap sebagai aset safe haven seperti obligasi AS (Treasury). Adanya aset yang bisa dijadikan safe haven bagi para investor merupakan sesuatu yang penting dimiliki suatu negara agar mata uangnya bisa menjadi cadangan devisa global.

Negara-negara di Eropa masih belum mampu memberikan hal tersebut, tetapi setelah terjadi pandemi Covid-19, membuat Uni Eropa menerbitkan obligasi Uni Eropa sebagai pembiayaan. Obligasi tersebut dikatakan akan bisa memberikan euro peran yang lebih besar di cadangan devisa global.

Dario Perkins, kepala makroekonomi global di TSLombard, mengatakan ada kesepakatan umum jika ancaman terbesar status mata uang cadangan devisa adalah salah urus (mismanagement) perekonomian dan keuangan.

Hal tersebut secara tersirat juga diungkapkan Druckenmiller terhadap kondisi di Amerika Serikat saat ini.

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Ini Kuda Hitam Yang Bisa Melengserkan Dolar AS

Steve Moore, ekonom di FreedomWorks, yang juga pernah menjadi penasehat ekonomi mantan Presiden AS, Donald Trump, mengatakan lengsernya dolar AS tidak akan terjadi semasa hidupnya.

"Saya tidak melihat dolar AS akan lengser semasa hidup saya. Posisi dolar AS masih sangat kuat, dan tidak akan ada penantangnya dari mata uang konvensional dalam waktu dekat," kata Moore sebagaimana dilansir Kitco, Senin (26/8/2021).

Meski demikian, ada kuda hitam yang bisa mengganggu dominasi dolar AS menurut Moore, yakni bitcoin dan mata uang kripto lainnya.

"Sekarang, saya pikir ancaman terbesar bagi dolar AS adalah mata uang kripto, bitcoin dan yang lainnya. Saya pikir mata uang kripto akan terus ada, saya pikir itu juga sesuatu yang positif karena akan membuat bank sentral yang merasa menjalankan perekonomian menjadi lebih disiplin," katanya.

Mark Carney, mantan gubernur bank sentral Inggris pada tahun 2019 lalu pernah mengatakan teknologi cryptocurrency berpotensi mendisrupsi eksternalitas jaringan, yakni manfaat menggunakan mata uang yang banyak digunakan orang lain, yang mencegah dolar AS turun tahta.

Artinya keberadaan bitcoin Cs, jika semakin luas diterima secara global maka akan mengancam dolar AS.

Sementara itu, Moore mengatakan pemerintah akan segera menerapkan peraturan yang lebih ketat terhadap mata uang kripto.

"Mereka ketakutan. Apa yang pejabat pemerintah inginkan? Kontrol. Mereka tidak bisa mengontrol sesuatu seperti bitcoin," katanya.

Menurut Moore, pemerintah AS akan merespon dengan mengeluarkan entral bank digital currency (CBDC) atau Fedcoin.

"Saya tidak tahu apakah dalam 5 atau 10 tahun ke depan seluruh dunia akan menjadi digital. (Dengan CBDC) ada risiko pemerintah akan melacak semua transaksi anda, kemana anda pergi, untuk apa anda membelanjakan uang. Itu, sebagai seorang libertarian, saya merasa agak terganggu" katanya.

Oleh karena itu, Moore melihat orang-orang yang suka kebebasan akan lebih memilih mata uang kripto, karena tidak ada kontrol dari pemerintah.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bukan Pamer, Cek Nih Keperkasaan Rupiah Lawan Mata Uang Dunia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular