
Masih Kenceng! Rupiah Catat Penguatan 6 Hari Beruntun

Arah angin berubah mendukung rupiah pasca pengumuman kebijakan moneter The Fed pada pekan lalu. Pada pengumuman tersebut, The Fed masih belum memberikan detail kapan akan melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE).
Hal tersebut memicu spekulasi jika tapering tidak akan dilakukan di tahun ini, yang diperkuat dengan rilis data pertumbuhan ekonomi serta inflasi AS yang lebih rendah dari prediksi.
Alhasil, yield obligasi (Treasury) AS terus mengalami penurunan, tenor 10 tahun saat ini berada di kisaran 1,8%. Dibandingkan dengan yield obligasi Indonesia tenor 10 tahun di kisaran 6,2% tentunya ada selisih yang sangat besar. Apalagi jika dibandingkan dengan obligasi di Eropa. Obligasi (Gilt) Inggris tenor yang sama berada di kisaran 0,5%, kemudian Bund Jerman di -0,478%.
Hal tersebut memicu aliran modal asing masuk ke Indonesia. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan Sejak Kamis pekan lalu hingga Senin pekan ini di pasar obligasi aliran modal asing tercatat masuk sekitar Rp 2,62 triliun.
Hal tersebut terlihat dari kepemilikan asing yang naik menjadi Rp 966,7 triliun, dari posisi Rabu pekan lalu sebesar Rp 964,07 triliun.
Kemudian di pasar primer, penawaran yang masuk (incoming bids) dalam lelang Surat Utang Negara (SUN) yang dilakukan pemerintah kemarin sebesar Rp 107,8 triliun, lebih tinggi dari lelang sebelumnya Rp 95,6 triliun, sekaligus menjadi rekor tertinggi kedua sepanjang sejarah penerbitan SUN.
Dari incoming bids tersebut, yang dimenangkan oleh pemerintah sebesar Rp 34 triliun, lebih tinggi dari target indikatif Rp 33 triliun.
Selain itu, tingkat partisipasi investor asing juga meningkat di lelang kemarin, yakni sebesar 11,6% dari sebelumnya 7,6%. Tingginya minat terhadap obligasi Indonesia menjadi indikasi adanya aliran modal masuk ke dalam negeri.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)[Gambas:Video CNBC]
