Sektor Manufaktur 'Dimakan' Corona, Rupiah Kurang Tenaga
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Senin (2/8/2021), tetapi tidak lama langsung kembali stagnan. Dolar AS yang sedang tertekan memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat, tetapi sayangnya sektor manufaktur Indonesia yang mengalami kontraksi membuat rupiah tak bertenaga.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat tipis 0,03% ke Rp 14.455/US$. Sempat menambah sedikit penguatan ke Rp 14.450/US$, rupiah kemudian berbalik melemah 0,07% di Rp 14.470/US$ pada pukul 9:23 WIB.
Dolar AS sedang tertekan sejak pekan lalu. Indeks dolar AS pagi ini melemah 0,1% setelah merosot 0,8% sepanjang pekan lalu. Penyebabnya bank sentral AS (The Fed) yang masih belum memberikan kejelasan kapan waktu tapering.
The Fed melihat perekonomian AS semakin kuat, tapi masih perlu melihat kemajuan substansial lebih lanjut, khususnya untuk pasar tenaga kerja dan inflasi, sebelum memulai tapering.
"Kami menggunakan pendekatan yang setransparan mungkin. Kita belum mencapai kemajuan substabsial lebih lanjut," kata ketua The Fed, Jerome Powell, sebagaimana dikutip CNBC International, Kamis (29/7/2021).
Sementara itu untuk pasar tenaga kerja, Powell mengatakan masih perlu lebih kuat lagi, sebelum memulai tapering.
"Saya ingin melihat pasar tenaga kerja lebih kuat lagi dalam beberapa bulan ke depan sebelum memulai mengurangi QE yang saat ini senilai US$ 120 miliar per bulan," kata Powell.
Data tenaga kerja AS akan dirilis Jumat pekan ini, beberapa data lain sebelumnya menunjukkan pelemahan di pasar tenaga kerja.
Selain itu pada pekan lalu, rilis data pertumbuhan ekonomi Negeri Paman Sam juga mengecewakan. Departemen Perdagangan AS melaporkan produk domestik bruto (PDB) tumbuh 6,5% di kuartal II, sedikit lebih tinggi ketimbang kuartal sebelumnya 6,3%, tetapi jauh di bawah estimasi Dow Jones sebesar 8,4%.
Selanjutnya, inflasi berdasarkan Personal Consumption Expenditure (PCE) di bulan Juni dilaporkan melesat 3,5% (year-on-year/YoY), lebih tinggi dari bulan sebelumnya 3,4% YoY, tetapi di bawah hasil polling Reuters sebesar 3,7%.
Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun Juli 1991.
Inflasi PCE yang merupakan acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter, rilis yang lebih rendah dari ekspektasi, plus PDB yang juga lebih rendah dari prediksi membuat spekulasi tapering tidak akan dilakukan di tahun ini semakin menguat. Hal tersebut tentunya akan menekan dolar AS, dan pagi ini sudah turun lagi 0,1%.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Sektor Manufaktur Merosot, Pelaku Pasar Tunggu Nasib PPKM Level 4
(pap/pap)