
Simak Gaes! Ini Deretan Sentimen Pasar buat Pekan Depan

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak melemah pada perdagangan pekan ini, di tengah lonjakan kasus Covid-19 yang 'menghantui' Asia. Investor asing pun mengobral saham-saham di Bursa Efek Indonesia.
Sepanjang minggu ini, IHSG terkoreksi 0,52% secara point-to-point. Pada perdagangan akhir pekan, IHSG harus puas tergusur dari level 6.100.
Pembelian saham oleh investor asing pada minggu ini adalah Rp 14,35 triliun. Namun investor asing menjual lebih banyak yaitu Rp 15,39 triliun. Dengan demikian, investor asing melakukan jual bersih Rp 1,04 triliun.
Frekuensi perdagangan saham pada pekan ini adalah 7,14 juta kali yang melibatkan 95,35 miliar unit saham senilai Rp 64,54 triliun. Total frekuensi perdagangan seluruh instrumen adalah 7,34 juta kali yang melibatkan 107,89 miliar aset dengan nilai Rp 64,98 triliun.
Sementara, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak menguat pada pekan ini. Aliran modal masuk, terutama di pasar obligasi pemerintah, menjadi modal keperkasaan mata uang Ibu Pertiwi.
Sepanjang pekan ini, rupiah menguat 0,21% di hadapan mata uang Negeri Paman Sam secara point-to-point. Dolar AS terdorong kian jauh di bawah Rp 14.500.
Dari dalam negeri, penguatan rupiah disokong oleh arus modal masuk di pasar keuangan. Di pasar saham, investor memang mencatatkan jual bersih (net sell) lebih dari Rp 1 triliun tetapi tidak demikian di pasar obligasi pemerintah.
Per 27 Juli 2021, kepemilikan asing di Surat Berharga Negara (SBN) adalah Rp 965,56 triliun. Bertambah Rp 2,79 triliun dibandingkan posisi sepekan sebelumnya.
Sentimen Pasar Pekan Depan
Dari dalam negeri, para investor masih akan mengamati terkait perkembangan kasus Covid-19 di Tanah Air yang masih belum sepenuhnya terkendali seiring bakal berakhirnya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level 4 pada Senin (2/8) besok.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sempat menuturkan, bila ada tren penurunan kasus, maka bukan tidak mungkin akan ada pelonggaran PPKM setelah 2 Agustus mendatang. Namun hingga kini belum ada keputusan terkait apakah PPKM ini dilanjutkan atau diperlonggar.
Kendati tren penambahan kasus Covid-19 cenderung menurun pada beberapa hari terakhir, tetapi jumlahnya masih berada di rentang 30.000-40.000 kasus. Angka kematian Covid-19 juga masih tinggi, dengan rata-rata di atas 1.500 kasus per hari.
Kabar baiknya, selama sepekan ini, kasus sembuh Covid-19 beberapa kali melampaui penambahan kasus baru.
Terbaru, pada hari ini, Minggu (1/8/2021) tercatat 30.738 kasus baru Covid-19. Dengan ini, total kasus 3.440.396 kasus.
Pencapaian ini masih lebih baik dibandingkan Sabtu (31/7) yang berjumlah 37.284 kasus baru.
Pasien sembuh sangat menggembirakan. Pada hari ini terdapat 39.446 pasien yang sembuh dari Covid-19. Sehingga total pasien sembuh Covid-19 di Indonesia mencapai 2.809.538 orang.
Kasus Aktif Covid-19 di Indonesia tercatat turun 10.312 hari ini. Ini membuat total kasus Covid-19 di Indonesia turun menjadi 535.135 orang.
Adapun jumlah kasus meninggal masih cukup tinggi mencapai 1.604 kasus. ini membuat total pasien Covid-19 yang meninggal tembus 95.723 orang.
Selain sentimen mengenai kasus Covid-19, pada Senin (2/8), Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data inflasi RI per Juli 2021.
Laju inflasi Indonesia pada Juli 2021 diperkirakan sangat lambat, hampir flat. Sepertinya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sudah makan 'tumbal', yaitu kelesuan permintaan.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia memperkirakan terjadi inflasi 0,01% secara bulanan (month-to-month/mtm). Sementara, dibandingkan Juli 2020 (year-on-year/yoy), laju inflasi diperkirakan 1,45%. Kemudian inflasi inti 'diramal' 1,365% yoy.
Bank Indonesia (BI) dalam Survei Pemantauan Harga (SPH) hingga pekan IV memperkirakan inflasi Juli 2021 sebesar 0,01% mtm. Dengan demikian, inflasi sepanjang 2021 atau tahun kalender (year-to-date/ytd) menjadi 0,75% dan inflasi tahunan adalah 1,45%.
Selanjutnya, pada Kamis (5/8), akan ada rilis data mengenai pendapatan domestik bruto (PDB) RI pada kuartal II tahun ini. Tradingeconomics meramal ekonomi RI akan tumbuh 3% secara bulanan dan 7% secara yoy. Sementara, menurut SVP Economist Bank Permata Josua Pardede, PDB RI per triwulan kedua 2021 akan berada di kisaran 6% hingga 6,5% secara tahunan.
Sebelumnya, BPS mencatat pertumbuhan ekonomi RI di kuartal I-2021 terkontraksi minus 0,96% secara kuartalan dan minus 0,74% secara yoy.
Pada Jumat (6/8), Bank Indonesia (BI) akan merilis data statistik cadangan devisa (cadev) Indonesia per Juli 2021. Asal tahu saja, BI melaporkan bahwa cadev bulan Juni melonjak US$ 700 juta, menjadi US$ 137,1 miliar. Analis memprediksi cadev RI pada Juli akan kembali meningkat menjadi US$ 138 miliar.
Sementara dari luar negeri, pada Senin (2/8), akan ada rilis PMI Manufaktur Umum China oleh Caixin untuk bulan Juli 2021. Sebelumnya, PMI Manufaktur Umum turun menjadi 51,3 pada Juni 2021 dari sebelumnya di posisi 52 pada Mei, kendati masih berada di zona ekspansi.
Ini merupakan angka terendah dalam tiga bulan bulan terakhir, di tengah adanya lonjakan kasus Covid-19 di China bagian Selatan lokal dan gangguan dalam rantai pasokan.
"Pada paruh kedua tahun ini, efek basis rendah (low base effect) dari tahun lalu akan melemah. Tekanan inflasi masih menjadi tantangan serius bagi China," kata Wang Zhe, ekonom senior di Caixin Insight Group, dilansir Tradingeconomics.
Konsensus yang dihimpun oleh Tradingeconomics memprediksi, PMI Manufaktur Caixin Negeri Tirai Bambu akan kembali terkoreksi, meski masih dalam teritorial ekspansi, ke posisi 51.
Pada hari yang sama, Jepang juga akan merilis data indeks Keyakinan Konsumen per Juli, yang diprediksi akan turun secara bulanan (month-on-month/MoM) ke angka 37, dari sebelumnya mengalami kenaikan 3,3 MoM ke 37,4 pada Juni.
Selanjutnya, pada Selasa (3/8), bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) akan mengumumkan kebijakan moneter terkait apakah pihaknya akan tetap mempertahankan atau tidak suku bunga sebesar 0,1%, terendah sepanjang sejarah.
Pada pertemuan awal Juli lalu, RBA tetap mempertahankan suku bunga 0,1%, sesuai dengan yang diprediksi banyak kalangan. Dalam pertemuan tersebut, RBA juga memutuskan untuk mengadakan program pengendalian kurva imbal hasil (yield) obligasi April 2024 jatuh tempo 10 bps.
Selain itu, bank sentral Negeri Kanguru ini juga memperpanjang program pembelian obligasi saat ini hingga setidaknya pertengahan November, tetapi mengurangi jumlah yang dibeli menjadi A$4 miliar per minggu, dari A$5 miliar saat ini.
Pasar meyakini bahwa RBA masih akan tetap mempertahankan suku bunga acuan di level 0,1% pada pertemuan Agustus ini.
Sentimen selanjutnya, pada Rabu (4/8), didominasi oleh publikasi data IHS Markit mengenai PMI Komposit di pelbagai negara, seperti Australia, China, Italia, Jerman, Uni Eropa, hingga AS.
Selain itu, pada hari yang sama, akan ada rilis data minyak Energy Information Administration (EIA) AS per 30 Juli. Dalam laporan sebelumnya, persediaan AS bensin turun 2,253 juta barel pada 23 Juli, menyusul penurunan 0,121 juta pada periode sebelumnya. Sementara, stok minyak mentah AS turun 4,089 juta barel pada minggu 23 Juli, setelah meningkat 2,108 juta pada periode sebelumnya.
Pada hari keempat perdagangan minggu depan, Kamis (5/8) pagi, bakal ada publikasi data neraca dagang per Juni 2021, seperti Australia, Kanada, dan AS. Defisit perdagangan di AS, misalnya, melebar menjadi US$71,2 miliar pada Mei 2021 dari posisi US$69,1 miliar pada April.
Konsensus pasar meramal, defisit dagang AS akan kembali melebar menjadi US$73,9 miliar pada Juni.
Selain itu, pada Kamis, Departemen Tenaga Kerja AS juga akan merilis data klaim tunjangan pengangguran per 31 Juli. Data klaim tunjangan pengangguran bisa menjadi salah satu indikator awal untuk menakar kondisi pasar tenaga kerja dan 'kesehatan' ekonomi AS.
Sebelumnya, data klaim pengangguran awal (initial jobless claims) AS mencapai 400.000 dalam pekan yang berakhir 24 Juli, turun 24.000 dari minggu sebelumnya. Angka ini lebih besar dari ekspektasi dalam konsensus Dow Jones yang mengekspektasikan angka 385.000. Rata-rata angka klaim sebelum pandemi ada di kisaran 250.000.
Menurut estimasi Tradingeconomics, klaim pengangguran awal per 31 Juli akan kembali turun menjadi 370.000.
Tidak hanya itu, pada hari yang sama, di Negeri Ratu Elizabeth II, akan ada keputusan soal tingkat suku bunga acuan dari Bank of England (BoE). Konsensus memprediksi BoE akan tetap mempertahankan rezim suku bunga rendah 0,1%.
Terakhir, pada Jumat (6/8), investor juga akan mengamati sentimen yang berasal dari Negeri Paman Sam, yakni terkait rilis data pembukaan lapangan kerja di luar sektor pertanian, yang dikenal dengan istilah non-farm payrolls (NFP), oleh Biro Statistik Tenaga Kerja AS.
Asal tahu saja, NFP adalah sebuah data berisikan perubahan jumlah tenaga kerja Amerika Serikat di semua sektor dengan pengecualian pegawai pemerintah, pegawai rumah tangga, pegawai yang bekerja pada organisasi LSM (non-profit/nirlaba) dan karyawan sektor pertanian.
Sebelumnya, NFP tercatat sebesar 850 ribu pada bulan Juni, yang merupakan pertumbuhan pekerjaan terkuat dalam 10 bulan, serta melampaui ekspektasi pasar 700 ribu. Konsensus pasar yang dihimpun oleh Tradingeconomics memprediksi perekonomian AS akan membuka 900 ribu lapangan kerja (NFP) per Juli 2021.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Simak Nih! Deretan Kabar 'Hot' buat Pekan Depan