
Dolar AS Terjungkal & Terkapar, tapi Rupiah Menguat Tipis

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses mempertahankan penguatan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (30/7/2021), tetapi sayangnya tidak terlalu besar.
Padahal, indeks dolar AS sedang terjungkal dan terkapar. Ambrolnya bursa saham Asia membuat rupiah kesulitan mencetak penguatan tebal pada hari ini, apalagi dari dalam negeri kasus penyakit virus corona (Covid-19) masih tinggi.
Rupiah mengawali perdagangan hari ini dengan impresif, menguat 0,41% ke Rp 14.420/US$. Sayangnya, level tersebut merupakan yang terkuat hari ini, rupiah terus memangkas penguatan hingga tersisa 0,03% saja. Tetapi rupiah tidak mencicipi zona merah hari ini, penguatan kembali bertambah hingga 0,14% di akhir perdagangan ke Rp 14.460/US$.
Penguatan tajam rupiah di awal perdagangan dipicu oleh jebloknya dolar AS setelah pengumuman kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed), serta rilis data produk domestik bruto (PDB).
The Fed melihat perekonomian AS semakin kuat, tapi masih perlu melihat kemajuan substansial lebih lanjut, khususnya untuk pasar tenaga kerja dan inflasi, sebelum memulai tapering.
"Kami menggunakan pendekatan yang setransparan mungkin. Kita belum mencapai kemajuan substansial lebih lanjut," kata ketua The Fed, Jerome Powell, sebagaimana dikutip CNBC International, Kamis (29/7/2021).
Sementara itu untuk pasar tenaga kerja, Powell mengatakan masih perlu lebih kuat lagi, sebelum memulai tapering.
"Saya ingin melihat pasar tenaga kerja lebih kuat lagi dalam beberapa bulan ke depan sebelum memulai mengurangi QE yang saat ini senilai US$ 120 miliar per bulan," kata Powell.
Sementara itu Departemen Perdagangan AS kemarin melaporkan PDB tumbuh 6,5% di kuartal II, sedikit lebih tinggi ketimbang kuartal sebelumnya 6,3%, tetapi jauh di bawah estimasi Dow Jones sebesar 8,4%.
Rilis tersebut menguatkan spekulasi The Fed tidak akan melakukan tapering di tahun ini. Indeks dolar AS pun merosot hingga 0,5% ke level 91,864 kemarin, dan berlanjut lagi turun tipis 0,03% ke 91,84 sore ini yang merupakan terendah dalam satu bulan terakhir.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Bursa Asia Jeblok, Kasus Covid-19 di Indonesia Masih Tinggi
Aksi jual kembali menerpa bursa saham Asia pada perdagangan hari ini, membuat sentimen pelaku pasar memburuk dan rupiah terkena imbasnya. Rupiah merupakan aset emerging market, yang akan diuntungkan ketika sentimen pelaku pasar sedang bagus.
Indeks Nikkei Jepang memimpin kemerosotan bursa Asia pada hari ini, sebesar 1,8%. Hang Seng Hong Kong yang mengalami aksi jual masif sejak awal pekan ini menyusul ambrol 1,3%.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang berada di zona hijau di perdagangan sesi I ikut terseret turun, melemah 0,8%. Investor asing yang sebelumnya net buy, juga berubah menjadi net sell sebesar Rp 354 miliar.
Sementara itu dari dalam negeri, tingginya kasus penyakit akibat virus corona (Covid-19) di Indonesia juga membebani rupiah. Kemarin, jumlah kasus baru dilaporkan sebanyak 43.479 kasus. Dengan tingginya kasus tersebut, adan kemungkinan belum akan ada lagi pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4.
Hal tersebut tentunya berisiko menekak perekonomian Indonesia di kuartal III-2021.
Di sisi lain ada sedikit kabar baik, kasus Covid-19 di DKI Jakarta menunjukkan penurunan, kemarin tercatat ada 3.845 kasus baru, turun dari hari sebelumnya 5.525 kasus.
Selain itu, kasus aktif di Jakarta juga turun menjadi 27.477 kasus dari sebelumnya 35.084 kasus. Jumlah ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Jawa Barat (127.345 kasus), Jawa Tengah (58.727 kasus) dan Jawa Timur (57.126 kasus).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
