
Dolar Australia Merosot Meski Inflasi Naik, Pertanda Apa Ini?

Jakarta, CNBC Indonesia - Data ekonomi yang dirilis dari Australia sebenarnya cukup bagus di pekan ini, tetapi belum mampu mendongkrak nilai tukar mata uangnya melawan rupiah. Dolar Australia kembali melemah melawan rupiah pada perdagangan Jumat (30/7/2021).
Pada pukul 11:33 WIB, AU$ 1 setara Rp 10.677,91, dolar Australia melemah 0,28% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Di awal perdagangan tadi, dolar Australia bahkan merosot 0,56%.
Pagi tadi, Biro Statistik Australia melaporkan indeks harga produsen tumbuh 0,7% di kuartal II-2021 dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 0,4%. Kenaikan tersebut juga lebih tinggi dari prediksi di Forex Factory sebesar 0,5%, dan yang tertinggi sejak kuartal III-2018.
Sementara jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, indeks harga produsen melesat 2,2%.
Data tersebut merupakan inflasi di sektor produsen, sehingga ke depannya bisa memicu kenaikan harga atau inflasi di sektor konsumen atau consumer price index (CPI).
Pada Rabu lalu, CPI kuartal II-2021 dilaporkan tumbuh 0,8% dari kuartal sebelumnya. Rilis tersebut lebih tinggi dari prediksi di Forex Factory sebesar 0,7%.
Sementara jika dibandingkan dengan kuartal II-2020, inflasi meroket 3,8%, naik tajam dibandingkan kuartal sebelumnya 1,1%.
Meski demikian, kenaikan inflasi baik dari sektor konsumen maupun produsen belum mampu mendongkrak kinerja dolar Australia.
Hal tersebut menguatkan pandangan Mata Uang Negeri Kanguru ini berisiko turun makin dalam akibat outlook perekonomian global yang memburuk. Hal tersebut diungkapkan Kim Mundy ahli strategi di Commonwealth Bank of Australia (CBA).
"Kami perkirakan dolar Australia akan terkena dampak yang besar setelah pelaku pasar melihat outlook perekonomian global memburuk," kata Kim Mundy, ahli stratgi di CBA, sebagaimana dilansir poundsterling live, Rabu (21/7/2021).
Di sisi lain, rupiah sedang diuntungkan oleh selera terhadap risiko (risk appetite) investor asing, yang membuat aliran modal masuk ke dalam negeri. Di pasar saham, investor asing tercatat net buy nyaris Rp 70 miliar di perdagangan sesi I. Di pasar obligasi, yield Surat Berharga Negara (SBN) yang mengalami penurunan menjadi indikasi adanya aksi beli, dan kemungkinan oleh investor asing.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tahun Lalu Jeblok 4%, Dolar Australia Turun Lagi di Awal 2022
