IMF Kirim "Kisah Sedih", Rupiah Tembus Rp 14.500/US$ Lagi

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
28 July 2021 09:39
International Monetary Fund (IMF) logo is seen outside the headquarters building in Washington, U.S., as IMF Managing Director Christine Lagarde meets with Argentine Treasury Minister Nicolas Dujovne September 4, 2018. REUTERS/Yuri Gripas
Foto: Logo Dana Moneter Internasional (IMF) (REUTERS/Yuri Gripas)

Jakarta, CNBC Indonesia - Dana Moneter International (International Monetary Fund/IMF) dalam World Economic Outlook terbaru memberikan "kisah sedih" bagi negara-negara emerging market, termasuk Indonesia.

Alhasil, rupiah kembali melemah melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu (28/7/2021) pagi.

Rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.480/US$, tetapi tidak lama langsung melemah dengan persentase yang sama di Rp 14.500/US$, melansir data Refinitiv.

IMF dalam laporan terbarunya memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi negara-negara emerging market.

Sementara proyeksi untuk Amerika Serikat justru dinaikkan. IMF kini memproyeksikan pertumbuhan ekonomi ASEAN 5 (Indonesia, Malaysia, Philippines, Thailand, Vietnam) di tahun ini sebesar 4,3%, turun dibandingkan proyeksi yang diberikan bulan April lalu sebesar 4,9%.

"Prospek pertumbuhan ekonomi untuk India diturunkan akibat serangan Covid-19 gelombang kedua yang parah pada Maret hingga Mei, dan pemulihan diperkirakan akan berjalan lambat. Dinamika yang sama juga terjadi di ASEAN 5, dimana penyebaran virus corona terbaru menyebabkan kemerosotan aktivitas ekonomi," tulis IMF dalam laporannya yang dirilis Senin (28/7/2021).

Amerika Serikat sebenarnya juga mengalami peningkatan kasus Covid-19 belakangan ini, tetapi IMF tetapi menaikkan proyeksi pertumbuhan ekonominya. Di tahun ini produk domestik bruto (PDB) AS diperkirakan sebesar 7%, lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya 6,4%.

Perbedaan proyeksi tersebut memberikan tekanan bagi rupiah, apalagi dengan perekonomian AS diprediksi tumbuh lebih tinggi, tentunya ada peluang bank sentral AS (The Fed) akan melakukan tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) di tahun ini.

Apalagi IMF juga mengingatkan bahwa ada risiko bahwa inflasi di AS ternyata bukan hanya bersifat peralihan, sehingga mendorong bank sentral mengambil langkah cegah-tangkal (pre-emptive action).

The Fed sendiri akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Hal tersebut membuat rupiah tidak banyak bergerak sejak awal pekan, bahkan masih bisa menguat meski tipis-tipis, sebab pelaku pasar masih wait and see.

Ketua The Fed, Jerome Powell dalam konferensi pers saat pengumuman kebijakan nanti diperkirakan akan memberikan sinyal tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE). Jika itu terjadi, maka dolar AS akan perkasa lagi, dan rupiah tertekan.

"Saya pikir Powell akan memberikan sinyal ke pasar jika The Fed mendiskusikan seberapa besar QE akan dikurangi, bagaimana tapering akan dilakukan, tetapi mereka juga masih akan melihat rilis data ekonomi lebih lanjut," kata Edward Moya, analis di OANDA, sebagaimana dilansir CNBC International, Selasa (27/7/2021).

Namun, beberapa analis juga memperkirakan The Fed belum akan melakukan tapering dalam waktu dekat. Eric Nelson, ahli strategi makro di Well Fargo Securities yang berada di New York bahkan memprediksi The Fed akan menjadi salah satu bank sentral di dunia yang tertinggal atau paling telat dalam melakukan normalisasi kebijakan moneter.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Ini Penyebab Rupiah Menguat 4 Pekan Beruntun, Terbaik di Asia

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular