Analisis

Minat Borong Saham Rp 2.000-an yang Oke? Cek Dulu Daftarnya

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
28 July 2021 10:10
Kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand di Bursa Efek Indonesia, Senin (18/2/2019). kompetisi jual beli saham Oppo Stocks in Your Hand (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Di Bursa Efek Indonesia (BEI) ada beragam jenis saham dengan harga yang merentang mulai dari Rp 29 'perak' (di papan akselerasi) sampai Rp 59.000 per saham yang bisa dikoleksi.

Namun, seringkali saham-saham unggulan alias blue chip memiliki harga yang cukup 'memberatkan kantong' para investor pemula bermodal 'cekak'.

Tentu, seperti kata pepatah lawas, banyak jalan menuju Roma. Nah, bagi para investor pemula, dengan bermodalkan bujet Rp 200 ribuan, misalnya, bisa lho membawa pulang 1 lot (100 saham) saham-saham 'murah' alias undervalued yang dibanderol di kisaran harga Rp 2.000-an.

Kemudian, pertanyaannya, saham-saham noceng alias Rp 2.000-an apa saja yang tergolong 'murah'?

Di bawah ini Tim Riset CNBC Indonesia menyajikan 5 saham dengan harga di rentang Rp 2.000/saham yang prospektif dan berpotensi menghasilkan cuan.

Adapun dalam tulisan ini, Tim Riset CNBC Indonesiamenggunakan dua metode valuasi, yakni Price Earning Ratio (PER) dan Price to book value (PBV).

PER merupakan metode valuasi yang membandingkan laba bersih per saham dengan harga pasarnya.

Semakin rendah PER maka biasanya perusahaan juga akan dianggap semakin murah, Untuk PER biasanya secara rule of thumb akan dianggap murah apabila rasio ini berada di bawah angka 10 kali.

Sementara PBV adalah metode valuasi yang membandingkan nilai buku suatu emiten dengan harga pasarnya. Semakin rendah PBV biasanya perusahaan akan dinilai semakin murah. Secara Rule of Thumb, PBV akan dianggap murah apabila rasionya berada di bawah angka 1 kali.

5 Besar Saham Rp 2.000-an yang Menarik

Emiten

Kode Saham

Harga Terakhir (Rp)

PER (x)

PBV (x)

Enseval Putera Megatrading

EPMT

2,210

6.46

0.88

Akasha Wira International

ADES

2,460

7.64

1.94

Darya-Varia Laboratoria

DVLA

2,480

8.58

1.98

Bank Danamon Indonesia

BDMN

2,150

10.07

0.48

Bukit Asam

PTBA

2,230

12.53

1.48

Sumber: Bursa Efek Indonesia (BEI) | Harga terakhir per 27 Juli 2021

Apabila menilik data di atas, terdapat 5 saham emiten yang bergerak di berbagai bidang, mulai dari distributor produk kesehatan, perbankan, sampai tambang batu bara.

Dari kelima saham tersebut rata-rata memiliki PER yang berada di kisaran rule of thumb 10 kali dan PBV yang berada di rentang 1 kali.

Selain itu, terdapat penghuni Indeks IDX High Dividend (Hidiv) 20 alias indeks yang berisikan 20 saham paling royal membagikan dividen perusahaan, yakni saham emiten baru bara pelat merah PTBA.

NEXT: Cek Analisisnya 

Mengenai nilai kapitalisasi pasar (market cap), saham PTBA menjadi 'jawaranya', yakni sebesar Rp 25,69 triliun. Kemudian, di posisi kedua ada saham bank BUKU IV, BDMN, dengan market cap Rp 21,01 triliun.

Sementara, 3 saham sisanya memiliki market cap lebih kecil, yakni secara berturut-turut saham emiten farmasi DVLA (Rp 2,78 triliun), emiten produsen air minum dalam kemasan ADES (Rp 1,45 triliun), dan emiten distributor produk dan alat kesehatan, EPMT (Rp 5,99 triliun).

Jika mengacu pada besaran PER dan PBV, saham EPMT menjadi yang paling 'murah', dengan PER 6,46 kali dan rasio PBV 0,88 kali. Saham anak usaha emiten farmasi PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) ini juga rajin menebar dividen kepada para pemegang sahamnya, setidaknya dalam 6 tahun terakhir.

Terbaru, EPMT membagikan dividen tunai untuk tahun buku 2020 senilai Rp 200/saham atau setara dengan Rp 541,73 miliar pada 23 Juni lalu.

Mengenai kinerja keuangan per kuartal I 2021, laba EPMT naik 31,78% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp 231,71 miliar pada akhir Maret 2021.

Adapun pendapatan dan penjualan usaha juga naik 3,62% menjadi Rp 5,78 triliun pada 3 bulan pertama tahun ini. Segmen penjualan obat-obatan masih menjadi andalan perusahaan dengan menyumbang Rp 2,60 triliun.

Lalu, saham produsen air mineral brand Nestle Pure Life-yang berada di bawah lisensi dan pengawasan dari Nestlé Water SA-ADES yang memiliki PER 7,64 kali dan PBV 1,94 kali.

Kinerja saham emiten yang dulunya punya brand air mineral AdeS ini juga oke punya. Dalam sebulan, saham ADES naik 30,16%, sementara secara year to date (ytd) melejit 68,49%. Hanya saja, sebagai catatan, nilai transaksi saham ADES--tidak seperti saham BDMN dan PTBA--tidaklah jumbo, melainkan di kisaran ratusan juta sampai satu miliaran rupiah.

Di posisi ketiga, ada saham emiten produsen produk kesehatan konsumer seperti Natur-e, Decolgen, dan Enervon-C, DVLA, yang punya PER di bawah rule of thumb, yakni 8,58 kali. Dibandingkan dengan PER emiten farmasi raksasa lainnya, seperti duo emiten pelat merah PT Kimia Farma Tbk (KAEF) dan PT Indofarma Tbk (INAF) yang masing-masing, memiliki PER 232,83 kali dan 1.205,18 kali, PER DVLA jauh lebih rendah.

Sementara, dibandingkan dengan PER saham induk EPMT, KLBF, yang sebesar 21,92 kali, PER DVLA masih lebih kecil.

Selanjutnya, saham BDMN, juga punya PER dan PBV yang tergolong kecil, yakni masing-masing 10,07 kali dan 0,48 kali.

Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dengan saham bank BUKU IV lainnya, seperti saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan PER 17,17 kali dan PBV 2,45 kali. Kemudian PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dengan PER 25,60 kali dan PBV 3,95 kali, PT Bank Permata Tbk (BNLI) yang memiliki PER 27,26 kali dan PBV 1,52 kali.

Adapun apabila dibandingkan dengan rerata PER dan PBV sektor perbankan, yang masing-masing sebesar 74,55 kali dan 2,16 kali, PER dan PBV BDMN masih jauh lebih rendah.

Kelima, ada saham PTBA yang memilik PER sedikit di atas rule of thumb, yakni 12,53 kali dan PBV sebesat 1,48 kali. Dibandingkan dengan rata-rata PER sektor yang sebesar 121,92 kali, tentu PER PTBA jauh lebih kecil. Namun, mengacu pada rerata PBV sektor 1,44, rasio PBV emiten yang 65,93% dikuasai PT Inalum ini sedikit lebih tinggi.

Seperti disebutkan di atas, PTBA merupakan salah satu emiten yang paling royal menebar dividen. Sejak IPO pada 2002, emiten ini terhitung rajin membagikan dividen perusahaan tiap tahunnya. Dalam5 tahun terakhir rata-rata yield dividen emiten batu bara pelat merah ini sekitar 8,36%.

Terbaru, PTBA membagikan dividen tunai sebesar 35% dari laba yang diperoleh 2020 atau senilai Rp 835 miliar dari total laba tahun lalu Rp 2,4 triliun.Jumlah tersebut setara dengan Rp 74,69438 per lembar saham

Tahun lalu, BUMN pertambangan batu bara ini membukukan laba bersih senilai Rp 2,4 triliun.Besaran laba bersih ini turun 41,16% yoy dibanding dengan laba bersih pada akhir Desember 2019 yang senilai Rp 4,05 triliun.

Adapun, PTBA mencatatkan laba bersih sebesar Rp 500,52 miliar pada kuartal I 2021 turun 44,59% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Seiring dengan penurunan laba bersih, pendapatan usaha juga terkoreksi 22,01%menjadi Rp 3,99 triliun per 3 bulan pertama tahun ini.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular