Investor Tak Bisa Lama Pisah dari Batu Bara, Bikin Kangen...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
27 July 2021 09:14
Pekerja melakukan bongkar muat batu bara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (23/2/2021). Pemerintah telah mengeluarkan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adapun salah satunya Peraturan Pemerintah yang diterbitkan yaitu Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu Bara di Terminal Tanjung Priok. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara naik lumayan tajam. Sepertinya aksi ambil untung (profit taking) sudah berakhir.

Kemarin, harga batu bara di pasar ICE Newcastle (Australia) tercatat US$ 148,5/ton. Melonjak 1,19% dibandingkan sehari sebelumnya.

coal

Pada 19 Juli 2021, harga si batu hitam menyentuh US$ 153,7/ton, tertinggi setidaknya sejak 2008. Selepas itu, harga turun selama tiga hari beruntun karena gelombang profit taking. Dalam tiga hari itu, penurunannya mencapai 4,55%.

Namun dalam dua hari terakhir, harga batu bara berhasil bangkit. Mungkin investor tidak betah terlalu lama berpisah dengan batu bara. Harganya yang sudah 'murah' membuat batu bara kembali menjadi primadona.

Permintaan yang tinggi membuat harga komoditas ini otomatis berada dalam tren bullish. Tidak hanya di Asia, permintaan di Eropa pun meningkat.

European Energy Exchange mencatat, pembangkitan listrik oleh pembangkit batu bara di Jerman pekan lalu adalah 5.127 MWh. Melonjak 54% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Salah satu faktor yang membuat permintaan baru bara meningkat adalah biaya yang lebih murah dalam hal pembangkitan listrik. Di Eropa, biaya pembangkitan listrik batu bara adalah EUR 35,87/MWh per 19 Juli 2021. Sementara pembangkitan listrik oleh gas alam berbiaya EUR 36,25/MWh.

"Harga pembangkitan listrik oleh gas alam sepertinya akan lebih mahal setidaknya sampai awal 2022. Ini membuat perusahaan pembangkit berpaling ke batu bara ketimbang gas," sebut Toby Hassall, Analis Refinitiv.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(aji/aji) Next Article Kurang 'Vitamin', Harga Batu Bara Diramal Masih Lemah Lesu

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular