
Hello Ritel! Bank BUKU IV Juga Pindah ke Digital Banking Loh

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank-bank dalam negeri berlomba lomba untuk mengembangkan platform digitalnya untuk membuat transaksi nasabah bisa dilakukan lebih cepat tanpa harus ke kantor cabang terlebih dahulu. Bahkan adanya platform digital ini telah mengalahkan transaksi yang dilakukan secara konvensional.
Fenomena ini kemudian memicu investor ritel berlomba-lomba memburu saham-saham bank kecil yang digadang-gadang akan menjadi bank digital. Efeknya, harga saham-saham bank kecil tersebut melambung tinggi.
Sementara itu, saham bank-bank BUKU IV, dengan modal inti minimal Rp 30 triliun, cenderung stagnan bahkan ada yang terkoreksi. Investor ritel seolah-olah mengenyampingkan transformasi bank-bank besar ini ke arah digital.
Kecenderungan investor ritel berburu saham-saham bank kecil tersebut telah membuat kenaikan saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) yang menyalip kapitalisasi pasar bank-bank BUKU IV. Saat ini ARTO tercatat memiliki kapitalisasi pasar sebesar Rp 208 triliun.
Nilai kapitalisasi Bank Jago ini lebih besar dibandingkan dengan PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang memiliki kapitalisasi pasar Rp 92 triliun meskipun ekuitasnya jauh lebih besar dibandingkan dengan ARTO di angka Rp 115 triliun
Selain itu ARTO juga unggul dari PT Bank Permata Tbk (BNLI) senilai Rp 64 triliun, PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) yang memiliki kapitalisasi pasar Rp 25 triliun.
Lalu kapitalisasi PT Bank Danamon Tbk (BDMN) Rp 21,4 triliun dan PT Bank Pan Indonesia Tbk (PNBN) senilai Rp 18 triliun.
Lalu bagaimana bank BUKU IV merespons arah industri perbankan ke digital?
Direktur Konsumer PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) Lani Darmawan mengatakan investasi di platform digital telah dilakukan oleh CIMB Niaga sejak lama, bahkan sebelum pandemi berlangsung. Sehingga saat ini perusahaan telah memiliki super apps yang lengkap untuk dapat memberikan layanan kepada nasabah.
"Transaksi di OctoMobile yoy [year on year/tahunan] naik 80% dengan pertumbuhan volume sekitar 60%," kata Lani kepada CNBC Indonesia, Senin (26/7/2021).
Dia mengungkapkan bahwa transaksi nasabah ritel menggunakan aplikasi ini terus mengalami peningkatan, sekitar 98% transaksi nasabah ini bahkan telah dilakukan menggunakan aplikasi. Hal ini berdampak pada menurunya aktivitas transaksi nasabah di kantor-kantor cabang hingga transaksi menggunakan ATM.
Penurunan transaksi di kantor cabang dan ATM ini juga sejalan dengan adanya pemberlakukan pembatasan sosial yang sudah berlangsung selama beberapa waktu terakhir.
Sementara itu, PT Maybank Indonesia Tbk (BNII) juga telah melakukan pengembangan platform digital, baik untuk nasabah ritel dan korporasi. Terpisah, Maybank juga telah menyediakan platform khusus untuk penyaluran kredit untuk sektor ritel small-medium enterprise (SME/UKM) dan SME+.
"Digital platform justru memberikan peluang untuk mengoptimalkan operasional cabang dan mengefisienkan layanan nasabah," kata Taswin Zakaria, Presiden Direktur Maybank Indonesia kepada CNBC Indonesia, Senin ini.
Dari segi kantor cabang, CIMB Niaga mengungkapkan dalam lima tahun terakhir bank ini terus menurunkan jumlah kantor cabangnya, sejalan dengan terus meningkatnya transaksi nasabah secara digital.
"Jumlah cabang juga menurun dalam lima tahun terakhir sehubungan dengan penurunan transaksi di cabang," jelas Lani.
Namun lain hal dengan Maybank, saat ini bank ini masih tetap mempertahankan kantor cabang. Sebab transaksi nasabah melalui digital platform dan konvensional masih imbang.
"Ada [shifting pola transaksi nasabah ke digital], tapi secara umum nasabah masih bi-channel. Digital, tapi tetap juga ke cabang untuk transaksi tertentu," tandas Taswin.
Sebelumnya, Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri, Panji Irawan mengatakan saat ini nasabah tak lagi mengandalkan ATM untuk melakukan transaksi, setidaknya hal itu terjadi di Bank Mandiri.
"Tren menunjukkan behaviour tak lagi menggunakan ATM, nasabah nyaman menggunakan aplikasi online," ujarnya kepada CNBC Indonesia di Jakarta, Kamis (22/7/2021).
Bank Mandiri melalui aplikasi Livin' by Mandiri membuktikan hal tersebut, di mana transaksi ATM tercatat lebih rendah. Kuartal pertama 2021, transaksi di ATM sebesar Rp 200 triliun lebih kecil dari transaksi di aplikasi yang mencapai Rp 341 triliun.
"Oleh karena itu saya katakan, Mandiri Livin dikembangkan. Dan menariknya lagi, kalau dilihat pengguna Mandiri Livin sejak launcing Maret jumlah downloader user active sudah mencapai 7,1 juta," imbuhnya.
Pihaknya mengatakan, Bank Mandiri menargetkan pengguna aplikasi tersebut akan terus meningkat. Bahkan, jumlahnya bisa mencapai 10 juta. Artinya, ini sesuai dengan tren digitalisasi yang berkembang saat ini.
"Total transaksi kuartal pertama tumbuh 39% senilai Rp 341 triliun. Tren berubah, melihat dari sisi e-commerce diperkirakan bisa berlipat 1,5 kali pada 2025," katanya lagi.
Menurutnya, ini adalah salah satu tren yang dipercepat karena adanya pandemi. Masyarakat yang tetap di rumah memiliki pola yang berubah. Untuk itu, Bank Mandiri tak hanya berinvestasi untuk aplikasi.
"Tapi kami juga di middle office, back office, IT dan infrastruktur diperbaharui untuk mendukung digitalisasi," sebutnya.
Meski begitu, sebagai upaya terus meningkatkan kenyamanan nasabah, Bank Mandiri telah menarik sebanyak 5.000 ATM yang berusia tua. Sehingga saat ini, ATM yang tersedia dan dimiliki oleh Bank Mandiri memiliki performa yang mumpuni karena usianya yang masih muda.
"Sehingga complaining turun," pungkasnya.
Efek Pandemi Covid-19
Beberapa waktu lalu Direktur IT & Operasi PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), Y.B Hariantono juga menyebutkan saat ini, perseroan juga mencatatkan kenaikan transaksi melalui digital banking.
Saat ini, tercatat 98% transaksi BNI sudah dilakukan melalui e-Channel, dan hanya 2% saja yang melalui kantor cabang.
BNI mencatat, sampai dengan kuartal pertama 2021, di segmen konsumer, tercatat ada peningkatan pengguna mobile banking sebesar 58% dengan nilai transaksi meningkat 33%. Sedangkan, frekuensi transaksi di segmen konsumer naik 50%.
Di segmen korporasi melalui BNI Direct, tercatat ada peningkatan jumlah pengguna sebesar 24% dengan kenaikan nilai transaksi sebesar 22,7% dan frekuensi transaksi sebesar 140%.
"Artinya, penggunaan channel elektronik meningkat pesat untuk industri kita baik dari sisi konsumer maupun perusahaan. Kami melihat dari angka pertumbuhan sudah terjadi dan meningkat signifikan. Pandemi jelas mendorong, angka selama pandemi naik secara drastis," kata YB Hariantono, dalam wawancara di program Money Talks, CNBC Indonesia, Rabu (23/6/2021).
Hariantono menilai, pandemi yang berlangsung lebih dari setahun ini menyebabkan terjadinya perubahan pengguna ke arah digital banking.
Kebiasaan ini diperkirakan juga akan terus berlanjut meskipun pandemi Covid-19 sudah berlalu.
"Kebiasaan orang sudah terbentuk, sudah menyukai channel ini, setelah pandemi kebiasaan orang akan tetap melakukan kebiasaan barunya, ini akan menjadi new habit. Sesuatu tren yang di-drive oleh pandemi," ujar Hariantono.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Boncos! Investor Bank Aladin Berpotensi Tekor 80%!