Modal Sejutaan, Ini Saham Harga Seceng yang Berpeluang Cuan

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
27 July 2021 08:06
Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Ilustrasi Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Tidak jarang saham-saham kelas kakap alias blue chip cenderung memiliki harga yang tidak ramah kantong bagi para investor ritel. Kendati demikian, sebenarnya, ada juga saham-saham 'murah' tetapi berkualitas yang bisa menjadi koleksi para investor pemula dengan modal terbatas.

Nah, untuk para investor yang ingin berburu saham dengan hanya bermodal satu jutaan tiap lot, bisa melirik sejumlah saham-saham dengan harga dikisaran Rp 1.000/saham yang punya valuasi 'murah' atau undervalued dan fundamental yang oke punya.

Lantas, kira-kira saham 'seceng' apa saja yang menarik buat dikoleksi?

Di bawah ini Tim Riset CNBC Indonesia menyajikan 5 saham dengan harga di rentang Rp 1.000/saham yang berpotensi menghasilkan cuan, baik dari sisi kenaikan harga saham (capital gain) dan pembagian keuntungan tahunan (dividen).

Dalam tulisan ini, Tim Riset CNBC Indonesia menggunakan empat metode valuasi, yakni Price Earning Ratio (PER) dan Price to book value (PBV), imbal hasil dividen (dividend yield/yield dividen), dan rasio pengembalian ekuitas (return on equity/ROE).

PER merupakan metode valuasi yang membandingkan laba bersih per saham dengan harga pasarnya.

Semakin rendah PER maka biasanya perusahaan juga akan dianggap semakin murah, Untuk PER biasanya secara rule of thumb akan dianggap murah apabila rasio ini berada di bawah angka 10 kali.

Sementara PBV adalah metode valuasi yang membandingkan nilai buku suatu emiten dengan harga pasarnya. Semakin rendah PBV biasanya perusahaan akan dinilai semakin murah. Secara Rule of Thumb, PBV akan dianggap murah apabila rasionya berada di bawah angka 1 kali.

Adapun yield dividen adalah dividen per saham dibagi dengan harga pasar saham. Secara sederhana, dividend yield adalah tingkat keuntungan yang diberikan oleh emiten.

Misalnya, perusahaan X memberikan dividen per saham (DPS) sebesar Rp 100/saham, di mana harga pasar saat ini adalah Rp 5.000/saham, maka yield dividend perusahaan X tersebut adalah 2%. Imbal hasil tersebut menunjukkan keuntungan riil yang bisa dia dapatkan dari tiap rupiah kocek yang ia keluarkan untuk membeli per unit saham tersebut.

Terakhir, return on equity (ROE), yang termasuk rasio profitabilitas, mengindikasikan bahwa kemampuan perusahaan memanfaatkan modal (ekuitas) untuk menghasilkan laba. Semakin tinggi nilainya, semakin besar imbal hasil yang didapat perusahaan.

5 Besar Saham Rp 1.000 Paling Prospektif

Emiten

Kode Saham

Harga Terakhir (Rp)

PER (x)

PBV (x)

Div. Yld (%)

ROE (%)

Adaro Energy

ADRO

1,300

9.51

0.74

5.05

7.44

Colorpak Indonesia

CLPI

1,136

5.85

0.69

4.98

11.76

Perusahaan Gas Negara

PGAS

1,055

7.13

0.77

3.94

10.76

Astra Otoparts

AUTO

1,075

7.90

0.49

1.44

6.28

Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia

LSIP

1,125

6.46

0.80

1.33

12.40

Sumber: Bursa Efek Indonesia | Harga terakhir per 26 Juli 2021, pukul 11.30 WIB

Apabila menilik data di atas, ada dua penghuni Indeks IDX High Dividend (Hidiv) 20 alias indeks yang berisikan saham-saham paling royal membagikan dividen perusahaan, yakni saham emiten tambang batu bara ADRO dan emiten gas pelat merah PGAS.

Adapun 5 saham tersebut juga memiliki PER dan PBV yang bereda di bawah rule of thumb.

ADRO

Saham ADRO tercatat memiliki PER 9,51 kali dan rasio PBV 0,74 kali. Angka tersebut juga lebih rendah dari rerata PER sektor yang sebesar 12,71 kali dan rerata PBV sektor yang sebesar 1,55 kali.

Selain itu, yield dividen ADRO juga yang paling besar di antara keempat saham lainnya, yakni sebesar 5,05% dengan persentase ROE 7,44%.

Dengan asumsi harga saham Rp 1.300/saham, investor bisa memiliki 1 lot saham ADRO dengan merogoh kocek Rp 130.000 saja.

ADRO diketahui rutin memberikan dividen pada pemegang saham sejak awal IPO pada Juli 2008. Selama kurun waktu 5 tahun belakangan ADRO membukukan yield dividen rata-rata sebesar 5,8%.

Terbaru, Adaro membagikan dividen kepada pemegang sahamnya senilai US$ 146,8 juta atau setara dengan Rp 2,12 triliun (asumsi kurs Rp 14.500/US$). Nilai tersebut setara dengan 99% dari total laba bersih perusahaan sepanjang 2020 yang senilai US$ 147 juta.

Untuk diketahui, pada 2020 laba bersih ADRO tercatat merosot 63,64% menjadi US$ 146,93 juta atau setara dengan Rp 2,05 triliun (Kurs 1 US$ = Rp 14.000). Pada tahun sebelumnya, perusahaan mencatatkan laba bersih sebesar US$ 404,19 juta atau setara Rp 5,65 triliun

Penurunan laba tersebut dibarengi dengan penurunan pendapatan sebesar 26,67% dari US$ 3,46 miliar atau Rp 48,40 triliun pada 2019 menjadi US$ 2,53 miliar atau Rp 35,49 triliun pada tahun lalu.

Adapun pada kuartal I 2021, perolehan laba bersih Adaro sebesar US$ 71,74 juta atau sekitar Rp 1 triliun dengan rata-rata kurs Rp 14.400 per US$ pada triwulan pertama tahun ini, turun sekitar 27% dari capaian di tahun sebelumnya sebesar US$ 98,17 juta atau setara Rp 1,41 triliun.

Penurunan ini imbas dari pendapatan usaha Adaro sepanjang 3 bulan pertama yang turun 8% dari sebelumnya US$ 750 juta menjadi US$ 692 juta.

CLPI

Di posisi kedua, ada saham emiten produsen tinta cetak dan perdagangan film Bi-axially Oriented Ploypropylene (BOPP) CLPI yang juga memiliki valuasi yang murah alias undervalued. PER CLPI sebesar 5,85 kali, sementara PBV-nya 0,69 kali.

Memang, dibandingkan dengan yang lainnya, nilai transaksi saham CLPI paling mini dengan nilai kapitalisasi pasar (market cap) 'hanya' sebesar Rp 346,16 miliar. Catatan saja, keempat emiten lainnya memiliki market cap di atas Rp 5 triliun.

Setidaknya dalam 5 tahun terakhir, CLPI selalu royal menebar dividen perusahaan. Terbaru, yield dividen CLPI tercatat sebesar 4,98%. Sebelumnya, pada September tahun lalu, emiten ini membagikan dividen senilai Rp 56,55/saham.

Adapun, CLPI akan menyelenggakan Rapat Umum Pemegang Saham (Tahunan dan Luar Biasa) atau RUPST dan RUPSLB pada Rabu lusa (28/7). Salah satu mata acara rapat adalah penetapan penggunaan laba bersih perseroan untuk tahun buku yang berakhir tanggal 31 Desember 2020.

Sepanjang 2020, laba bersih CLPI meningkat tipis 0,22% menjadi Rp 36,22 miliar. Namun, pendapatan usaha CLPI tercatat turun 5,40% menjadi Rp 772,34 miliar.

PGAS

Selain CLPI, saham PGAS, juga tergolong undervalued dengan PER 7,13 kali dan PBV 0,77 kali. Sejak 2009, PGAS sebenarnya tidak pernah absen membagikan dividen kepada para pemegang sahamnya. Tetapi, sayangnya, pada tahun ini, PGAS tidak akan menebar dividen untuk tahun buku 2020 lantaran perusahaan membukukan rugi bersih pada tahun lalu.

Rugi PGAS tercatat sebesar US$ 264,77 juta atau merugi Rp 3,81 triliun sepanjang 2020. Perolehan tersebut berbanding terbalik dari capaian pada 2019 yang mencatatkan keuntungan sebesar US$ 67,58 juta atau sekitar Rp 973 miliar.

Pada tahun lalu, perseroan membukukan pendapatan sebesar US$ 2,88 miliar dari tahun sebelumnya US$ 3,84 miliar.

Namun, PGAS berhasil membukukan kinerja positif di 3 bulan pertama tahun ini dibandingkan dengan kuartal I-2020 di tengah pandemi.

PGN mencatat laba bersih di kuartal I-2021 sebesar US$ 61,57 juta atau setara dengan Rp 870 miliar (kurs Rp 14.147/US$), naik 29% dari periode yang sama tahun lalu US$ 47,77 juta.

Laba bersih diraih setelah PGN berhasil membukukan pendapatan sebesar US$ 733,15 juta atau setara dengan Rp 10,37 triliun.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular