Duh! 5 Tahun Anyep, Saham UNVR Disarankan 'Jual' Nih

Market - tahir saleh, CNBC Indonesia
27 July 2021 07:20
(foto: unilever.co.id) Foto: unilever.co.id

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten konsumer PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) sudah melaporkan kinerja semester I-2021 atau periode 6 bulan yakni Januari-Juni dari periode yang sama tahun lalu. Namun laba bersih per Juni tercatat Rp 3,05 triliun, turun 15,75% dari periode yang sama tahun lalu Rp 3,62 triliun.

Dari pasar modal, penurunan kinerja ini pun direspons dengan pergerakan harga saham UNVR yang belum pulih. Data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat, pada perdagangan Senin kemarin (26/7), saham UNVR ditutup turun 2,08% di Rp 4.700/saham.

Selama sebulan terakhir ini, saham UNVR masih koreksi 6% dan 3 bulan terakhir juga minus 26%. Bahkan year to date atau secara tahun berjalan, saham produsen pasta gigi Pepsodent, sabun Lifebuoy, Sunlight, deodoran Rexona, hingga kecap cap Bango ini masih drop 36%.

Tak hanya itu, tren penurunan saham UNVR juga terjadi dalam setahun terakhir anjlok 41% dan 5 tahun terakhir turun 45%.

Penurunan ini sudah dihitung dengan aksi korporasi pemecahan nilai nominal UNVR (stock split) yang dimulai pada 2 Januari 2020. Saat itu, saham UNVR diperdagangkan awal di Rp 8.400, dari akhir Desember Rp 42.000/saham.

Riset PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia memprediksi kinerja keuangan UNVR sepanjang tahun ini masih akan tertekan dari tahun sebelumnya.

Unilever mencatatkan laba bersih Q2-21 yang melemah yakni Rp 1,3 triliun, yang membawa laba bersih secara kumulatif semester I-21 hanya Rp 3,0 triliun atau -15,9% YoY.

"Jelas pencapaian laba ini jauh di bawah ekspektasi Mirae Asset. Kami mencatat bahwa terakhir kali UNVR membukukan laba bersih triwulanan di bawah Rp 1,5 triliun adalah pada Q2-2016," tulis analis riset Mirae Asset Mimi Halimin, dalam riset terbaru 26 Juli, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (27/6).

Menurut Mimi, kinerja laba bersih semester I yang lesu tidak hanya didorong oleh kinerja top-line atau pendapatan yang lemah tetapi juga margin profitabilitas yang lebih rendah, yang sebagian disebabkan oleh kenaikan harga komoditas.

Pendapatan UNVR tercatat Rp 20,18 triliun di semester I-2021, turun 7,30% dari Juni 2020 sebesar Rp 21,77 triliun. Penjualan dalam negeri mencapai Rp 19,29 triliun, turun dari Rp 20,77 triliun, sementara ekspor juga turun menjadi Rp 888,11 miliar dari Rp 1 triliun

Penjualan kepada pihak terafiliasi terbesar yakni ke Unilever Asia Private Limited, Unilever (Malaysia) Holdings Sdn Bhd, Unilever Philippines, Inc., Unilever EAC Myanmar Company Limited, Unilever Australia Ltd, dan Unilever Thai Trading Limited.

Mimi menjelaskan, selama Q2-21, baik divisi Home and Personal Care (HPC) dan divisi Foods & Refreshments (F&R) menghadapi masa-masa yang penuh tantangan.

Penjualan HPC Q2-21 turun 8,6% YoY (atau 3,2% QoQ), sementara penjualan F&R Q2-21 turun 3,0% YoY (atau 5,0% QoQ). "Ini kami yakini disebabkan oleh persaingan yang ketat di pasar dan perayaan yang relatif sepi. musim selama kuartal," katanya.

"Ke depan, kami khawatir jika pemberlakuan pembatasan sosial yang lebih ketat di Q3-21 akan mengganggu kegiatan ekonomi, yang dapat menyebabkan daya beli konsumen melemah. Dengan demikian, kami berpendapat bahwa Q3-21 mungkin masih menjadi waktu yang menantang bagi UNVR," kata Mimi.

Rekomendasi

Dia menjelaskan, kenaikan harga komoditas juga dapat terus menekan margin kotor perseroan. "Kami memperkirakan margin kotor full year-21 UNVR akan mencapai 50,3%, versus 52,3% di FY-20. Sementara itu, kami memperkirakan bahwa total biaya periklanan, riset pasar, dan promosi UNVR FY21 akan turun sekitar 2,1% YoY," katanya.

Sebab itu, Mirae Asset memangkas perkiraan pendapatan dan laba bersih di UNVR.

"Kami merevisi perkiraan pendapatan dan laba bersih UNVR, sebagian besar karena penyesuaian penurunan kami terhadap estimasi pertumbuhan penjualan divisi HPC dan F&R UNVR."

"Kami memperkirakan penjualan segmen HPC akan turun sekitar 10,0% YoY di FY21, versus perkiraan pertumbuhan kami sebelumnya sebesar 0,5% YoY, dan penjualan segmen F&R turun sekitar 0,6% YoY di FY21, versus perkiraan pertumbuhan kami sebelumnya sebesar 4,7% YoY," kata Mimi.

Pihaknya memperkirakan UNVR akan membukukan pendapatan FY21 dan FY22 masing-masing sebesar Rp 39,9triliun (-7,2% YoY) dan Rp 41,5 triliun (+3,9% YoY).

Sementara itu, Mirae Asset memperkirakan laba bersih UNVR turun 12,5% YoY menjadi Rp 6,3 triliun di FY21 dan naik 8,6% YoY menjadi Rp 6,8 triliun di FY22.

Dengan pertimbangan itu, "kami turunkan rekomendasi 'Hold' atau 'tahan' kami menjadi 'Sell' atau jual dengan target harga lebih rendah Rp 4.300/saham," tulis Mimi.

Dia menjelaskan, karena pandemi Covid-19 masih merebak dengan kasus baru harian yang masih relatif tinggi yang tercatat baru-baru ini, pihaknya memangkas perkiraan pendapatan dan laba bersih tersebut.

"Kami menurunkan rekomendasi kami pada UNVR menjadi Sell dengan target price lebih rendah dari Rp 4.300 dari sebelumnya Rp 5.400). Kami menurunkan harga target kami dengan menerapkan target P/E [price earnings] sebesar 26,2 kali, mendekati -4,2 SD [standar deviasi] dari P/E rata-rata 5 tahun sebesar 44,6 kali, ke EPS 2021F kami."

Riset Mirae Asset UNVR 26 Juli 2021Foto: Riset Mirae Asset UNVR 26 Juli 2021
Riset Mirae Asset UNVR 26 Juli 2021

Dia menjelaskan, meskipun price earnings atau P/E (rasio harga terhadap laba) UNVR saat ini relatif jauh lebih rendah dari rata-rata historisnya, pihaknya percaya bahwa investor masih akan menganggap penilaian UNVR tidak cukup menarik.

Hal ini karena, pertama, potensi pertumbuhan pendapatan yang relatif lebih lemah di mana laba bersih CAGR (rerata tahunan) 2010-2020 sekitar 7,8% versus laba bersih CAGR 2017-2022F sekitar -0,6%, dengan perkiraan pertumbuhan laba bersih (YoY) negatif untuk FY21F.

Kedua, kurangnya katalis positif akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan.

Ketiga, masalah aliran potensial (karena metodologi pengindeksan baru), dan keempat, rasio P/E untuk proyeksi tahun 2021 UNVR yang relatif lebih tinggi (29,2 kali, menggunakan harga penutupan pada 23 Juli) dibandingkan dengan kompetitor di sektor konsume. Pesaingnya di antaranya PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF), dan dan PT Kalbe Farma Tbk (KLBF).

Ira Noviarti, Presiden Direktur Unilever Indonesia, menyampaikan bahwa pertumbuhan pasar FMCG (Fast Moving Consumer Goods) belum sepenuhnya pulih karena pandemi Covid-19. Ini yang menyebabkan konsumen masih berhati-hati dalam memilih pola konsumsi di beberapa kategori basic.

"Berbagai tantangan tersebut tentunya mempengaruhi tingkat pertumbuhan dari perseroan. Kondisi ini juga ditambah dengan kenaikan harga komoditas yang mulai mempengaruhi biaya produk," kata Ira, dalam keterangan resmi, dikutip Jumat ini (23/7).

Sebab itu, perseroan memilih untuk fokus untuk mengatasi berbagai tantangan tersebut. Perseroan memiliki strategi yang menyeimbangkan keberlangsungan bisnis jangka pendek dan jangka panjang.

"Kami manifestasikan menjadi lima strategi prioritas, mendorong pertumbuhan pasar melalui stimulasi konsumsi konsumen, memperluas dan memperkaya portfolio ke value dan premium segment, memperkuat kepemimpinan dalam inovasi dan future channel, penerapan E-Everything di semua lini termasuk penjualan, operasional, dan pengolahan data, dan tetap menjadi yang terdepan dalam penerapan bisnis yang berkelanjutan."


[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya

Laba Unilever Drop Jadi Rp 1,7 T di Q1, Ini Biang Keroknya!


(tas/tas)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Terpopuler
    spinner loading
LAINNYA DI DETIKNETWORK
    spinner loading
Features
    spinner loading