
Benarkah IPO Jadi Exit Strategy Bukalapak? Cek 4 Fakta ini

Jakarta, CNBC Indonesia- Besarnya animo investor dengan penawaran umum saham perdana PT Bukalapak.com di Bursa Efek Indonesia (BEI) membuat saham ini dikabarkan mengalami kelebihan permintaan (oversubscribed) hingga 4 kali lipat pada masa bookbuilding atau pembentukan harga. Meski demikian beredar pula kabar bahwa dengan melantai di bursa juga menjadi jalan bagi investor lama Bukalapak untuk keluar saat IPO (exit strategy).
Banyak yang menduga-duga pencatatan saham perdana menjadi momentum terbesar bagi angel investor dan investor lain dari perusahaan rintisan teknologi (startup) untuk melakukan exit strategy, alias masa panen dengan keuntungan berlipat dibandingkan investasi awal.
Meski demikian, sejarah berbicara berbagai startup raksasa dunia ternyata tidak menjadikan IPO sebagai momentum untuk cash out bagi mayoritas investor. Misalnya, IPO Amazon, Sea Group, hingga, Telsa. Bahkan, sebagian investor minoritas yang melakukan exit strategy mungkin menyesal mengingat saham dari emiten raksasa teknologi malah terbang ke 'langit ke tujuh' sejak IPO.
Kembali ke Bukalapak, benarkah IPO menjadi exit strategy para investor awal? Setidaknya ada 4 fakta yang terungkap untuk menjawab hal tersebut:
1. Dana hasil IPO digunakan untuk pengembangan usaha
Dalam prospektusnya, Bukalapak mengungkapkan bahwa dana hasil IPO akan digunakan untuk modal kerja sebanyak 66%. Sementara sisanya akan digunakan untuk modal kerja entitas anak perusahaan, sekitar 15% akan dialokasikan untuk entitas anak perseroan, PT Buka Mitra Indonesia, 15% untuk PT Buka Usaha Indonesia, dan 15% untuk Buka Investasi Bersama. Lalu 1% untuk PT Buka Pengadaan Indonesia, 1% untuk Bukalapak Pte Ltd dan 1% untuk PT Five Jack Indonesia.
Artinya dengan berbagai strategi perusahaan, maka bisnis perusahaan dapat meningkat sesuai dengan indikator kinerja utama, seperti nilai pemrosesan total, nilai transaksi rata-rata, dan juga jumlah pengguna terdaftar.
Patut dibaca secara rinci dalam prospektus apakah penggunaan dana digunakan untuk exit strategy, misalnya hasil dari IPO untuk melunasi pinjaman kepada investor pemula. Sayangnya, hal tersebut tidak ada.
2. Tidak ada investor lama yang menyatakan melepas kepemilikan saham
Exit strategy ketika IPO biasa dilakukan oleh perusahaan startup, namun langkah ini tetap harus dicantumkan pada prospektus yang diterbitkan. Jika tidak tercantum dalam prospektus, maka pemegang saham lama tidak akan melakukannya ketika IPO. Pelepasan sahamnya baru bisa dilakukan ketika nantinya perusahaan telah melantai di pasar reguler ataupun melalui pasar negosiasi kepada investor lain
3. Adanya Lock Up saham yang dilakukan investor
Alih-alih melakukan pelepasan saham saat IPO, investor Bukalapak melakukan Lock Up saham secara wajib dan sukarela. Bagi pemegang saham yang melakukan lock up saham maka dilarang mengalihkan sebagian atau seluruh saham perusahaan yang dimiliki hingga 8 bulan setelah pernyataan pendaftaran dan IPO menjadi efektif, sesuai POJK 25/2017.
Terdapat sebanyak 31 investor serta gabungan 204 investor perorangan lain yang melakukan lock up secara wajib, artinya mereka tidak bisa mengalihkan sahamnya dalam kurun 8 bulan pertama. Kepemilikan mereka setara dengan 61,51%. Artinya mayoritas pemegang sahamnya melakukan lock up secara wajib, misalnya PT Kreatif Media Karya dengan kepemilikan sebanyak 31,9%, Achmad Zaky Syaifudin dengan kepemilikan 5,76%, dan Archipelago Investment Pte. Ltd dengan kepemilikan 12,6%. Manajemen dan karyawan Bukalapak pun termasuk dalam investor yang melakukan lock up wajib.
Selain lock up wajib, ada sebanyak 22 investor yang melakukan lock up sukarela, artinya lebih dari 90% kepemilikan saham tidak akan dialihkan dalam 8 bulan setelah hari pertama melantai di Bursa Efek Indonesia. Delapan bulan adalah masa yang cukup untuk pembentukan harga yang 'sebenarnya' menurut pasar.
4. Oversubscribed hingga US$ 6 miliar (Rp 87 triliun)
Bukalapak menunjuk empat penjamin emisi (underwriter), terdiri dari penjamin emisi efek yakni PT UBS Sekuritas Indonesia dan Mirae Asset dan penjamin pelaksana emisi efek yakni Mandiri Sekuritas dan Buana Capital Sekuritas.
Sejauh ini penawaran saham ini masih belum dibuka kepada investor ritel, sehingga penawaran ini baru dilakukan kepada investor institusi. Besarnya jumlah kelebihan permintaan menunjukan besarnya minat pada Bukalapak yang menjadi perusahaan teknologi pertama yang melantai di BEI, dengan nilai IPO terbesar sepanjang sejarah pasar saham Indonesia.
Nilai tersebut setara dengan kelebihan permintaan (oversubscribed) sebanyak empat kali dari nilai yang ditawarkan oleh perusahaan. Hal ini menunjukan bahwa ada banyak investor institusi yang membawa uang Rp 87 triliun siap membeli saham IPO Bukalapak senilai Rp 21,9 triliun
Melansir Reuters, tiga sumber yang mengetahui informasi tersebut mengatakan bahwa saham ini akan dilepas di harga Rp 850/saham. Nilai ini merupakan batas atas dari harga penawaran sahamnya di kisaran Rp 750-Rp 850/saham.
Fakta terakhir ini menunjukan, apabila ada satu atau dua investor minoritas yang menjadikan IPO sebagai exit strategy, maka pada saat yang bersamaan akan ada investor menjadikan IPO sebagai momentum awal investasi. Ketika seorang investor awal melihat IPO sebagai cuan, namun investor lain melihat ini untuk masa investasi demi cuan yang berlipat ganda.
![]() |
Senin pekan ini Bukalapak mengakhiri proses bookbuilding sejak 9 Juli lalu. Tanggal efektif dari OJK diharapkan pada 26 Juli dan masa penawaran umum pada 28-30 Juli. Adapun target tercatat di papan perdagangan atau listing di BEI pada 6 Agustus 2021.
Sementara itu, Komisaris Bursa Efek Indonesia (BEI) Pandu Patria Sjahrir menyebutkan rencana perusahaan teknologi besar atau unicorn melantai di pasar saham Indonesia bukan bagian dari exit strategy investor lama. IPO merupakan upaya penggalangan dana untuk kebutuhan investasi perusahaan.
Hal ini disampaikan Pandu dalam akun Instagramnya @pandusjahrir, dikutip CNBC Indonesia, Senin (19/7/2021).
"IPO ini bukan sebagai exit strategy. Karena yang masuk adalah new money. Jangan lupa, investment ke perusahaan teknologi itu penggunaannya hanya dua, yaitu penguatan teknologi for a better service to customer dan human capital untuk mencari best-in-class talent untuk masuk di perusahaan itu," tulisnya.
Dia mengungkapkan, dengan adanya emiten dari sektor teknologi ini, menjadikan pasar saham dalam negeri menjadi lebih dinamis.
Perusahaan teknologi ini dinilai lebih memiliki kemampuan untuk mengubah ekosistem yang ada saat ini. Ditambah, perusahaan ini memang baru belum lama berdiri, namun mampu untuk mencatatkan IPO dengan nilai terbesar di dalam negeri.
"Ini pertama kalinya di Indonesia. Bukalapak dengan market cap yang ada ini, sudah terbukti bisnis modelnya," tulis Presiden Komisaris Sea Group Indonesia ini.
(dob/dob)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Duit IPO Berlimpah Tak Kunjung Habis, Apa Kabar Bisnis Bukalapak?