Harga Emas Dunia Sepekan Masih Drop 0,5%, Apa Pemicunya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas pada perdagangan pekan ini bergerak melemah, setelah pekan sebelumnya sempat menguat. Dalam sepekan terakhir secara harian, harga emas dunia cenderung volatil.
Pada perdagangan Jumat (23/7/2021) lalu, harga emas tercatat melemah 0,3% ke level 1.801,34/troy ons dari perdagangan sehari sebelumnya.
Sepanjang pekan ini, harga emas dunia melemah 0,53% secara point-to-point. Walaupun selama sepekan terakhir masih melemah, namun dalam sebulan terakhir, emas masih membukukan kenaikan 1,82%.
Pergerakan tersebut mengesahkan emas bergerak volatil di pekan ini, tetapi di penutupan perdagangan justru melemah atau menguat tipis-tipis saja.
Walaupun emas masih cenderung naik-turun, namun masih banyak yang memandang positif terhadap komoditas ini, khususnya dengan kondisi ekonomi dan pasar finansial global saat ini. Lonjakan kasus virus corona (Covid-19) secara global membuat prospek pertumbuhan ekonomi semakin meredup lagi.
Amerika Serikat (AS) juga mengalami lonjakan kasus Covid-19, dan kemarin data yang dirilis menunjukkan pengajuan klaim tunjangan pengangguran naik ke level tertinggi dalam dua bulan terakhir. Kenaikan yang sedikit mengejutkan pelaku pasar.
Alhasil, imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS (Treasury) kembali turun. Ketika yield Treasury turun, artinya pelaku pasar kurang optimistis menatap perekonomian, dan lebih memilih bermain aman.
Investasi dialihkan ke Treasury, bahkan dengan riil return yang negatif, sebab inflasi yang tinggi di AS, Treasury tetap menjadi pilihan.
Penurunan yield tersebut dan riil return yang negatif akan menguntungkan bagi emas.
"Suku bunga negatif cukup dalam, yang menunjukkan inflasi tinggi sementara suku bunga rendah, dan tidak mungkin The Fed (bank sentral AS) akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat, jadi investor seharusnya sadar perlu memiliki emas," kata Michael Matousek, kepala trader di Global Investor, sebagaimana dilansir CNBC International, Kamis (23/7/2021).
Hal senada juga diungkapkan Edward Moya, analis pasar dari OANDA, yang melihat kebijakan suku bunga rendah The Fed dan bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) akan berdampak positif bagi emas dalam jangka panjang.
"Baik The Fed dan ECB seirama memproyeksikan suku bunga rendah dalam waktu yang lebih lama, dan itu seharusnya berdampak positif bagi emas untuk jangka panjang," kata Moya sebagaimana dilansir CNBC International.
Namun, sebaiknya investor tetap berhati-hati. Sebab, ada risiko harga emas masih akan turun lagi.
Wang Tao, Analis Komoditas Reuters, memperkirakan harga emas akan menguji titik support di US$ 1.795/troy ons. Jika itu tertembus, maka harga bisa longsor ke US$ 1.785/troy ons.
"Harga emas sedang menjalani gelombang C. Gelombang ini bisa membawa harga ke US$ 1.785/troy ons, yang dipicu oleh penembusan di US$ 1.795/troy ons. Sudah dua kali harga emas bisa bertahan tidak menembus US$ 1.795/troy ons, tetapi sepertinya akan terjadi pada kali ketiga," tulis Wang dalam riset hariannya.
Namun, bukan berarti tidak ada peluang harga emas bakal naik. Level resistance yang bakal diuji ada di kisaran US$ 1.809-1815.
"Bahkan bisa saja hingga ke rentang US$ 1.897-1.988/troy ons. Namun gelombang ini sepertinya belum lengkap," tambah Wang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
[Gambas:Video CNBC]
Sabar Bund! Harga Emas Gagal Menguat, Sepekan Ambles 2% Lebih
(chd/chd)