
Joss! Rupiah Balik Menguat Lawan Dolar Australia di 2021

Jakarta, CNBC Indonesia - Dolar Australia sepanjang pekan lalu merosot lebih dari 1% melawan rupiah, dan masih berlanjut pada perdagangan Senin (19/7/2021) pagi. Dolar Australia bahkan menyentuh level terendah dalam lebih dari 6 bulan terakhir.
Melansir data Refintiv, dolar Australia pagi ini jeblok 0,66% ke Ro 10.682,82/AU$ di pasar spot. Level tersebut merupakan yang terendah sejak 5 Februari lalu.
Selain itu dibandingkan posisi akhir tahun lalu, dolar Australia sejak akhir Februari kokoh di zona hijau melawan rupiah, sebelum akhirnya masuk lagi ke zona merah sejak Jumat pekan lalu.
Di akhir tahun 2020, kurs dolar Australia berada di Rp 10.802/US$, sementara pagi ini sudah di bawah Rp 10.700/AU$, artinya sepanjang 2021 dolar Australia kini sudah melemah sekitar 1% melawan rupiah.
Tren penurunan kurs dolar Australia sudah dimulai sejak pertengahan April lalu, ketika menyentuh Rp 11.300/AU$, yang merupakan level tertinggi sejak Juni 2014. Dari level tersebut hingga saat ini Mata Uang Negeri Kanguru ini sudah merosot lebih dari 5%.
Pemicu utama jebloknya dolar Australia adalah sikap dovish bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA). Dovish artinya arah kebijakan RBA masih longgar, sementara lawannya adalah hawkish yakni pengetatan kebijakan moneter.
Perekonomian Australia sudah menunjukkan pemulihan yang cukup kuat pasca dihantam pandemi penyakit virus corona, sehingga pelaku pasar memperkirakan RBA akan mengetatkan kebijakan moneternya.
Bukannya mengetatkan kebijakan moneter, RBA justru memperpanjang program pembelian asetnya (quantitative easing/QE), meski nilainya dikurangi. QE bank sentral Australia saat ini senilai AU$ 5 miliar per pekan, dan berakhir pada bulan September nanti.
Tetapi dalam rapat kebijakan moneter bulan ini, RBA memutuskan memperpanjang QE dengan mengurangi nilai pembelian menjadi AU$ 4 miliar per pekan. RBA juga memutuskan mempertahankan suku bunga di rekor terendah 0,1%.
RBA melalui sang gubernur Philip Lowe juga menegaskan tidak akan menaikkan suku bunga dalam waktu dekat.
Lowe menegaskan suku bunga tidak akan dinaikkan hingga tingkat pengangguran turun menjadi 4% dari saat ini 5,1%, dan inflasi naik ke kisaran 2% hingga 3%.
Sama dengan sebelum-sebelumnya, target bank sentral tersebut diperkirakan baru akan tercapai pada tahun 2024.
"Inflasi saat ini masih belum mencapai target. Kami ingin melihat inflasi mencapai target sebelum menaikkan suku bunga," kata Lowe, sebagaimana dilansir Reuters.
"Kami akan tetap menggelontorkan stimulus moneter dengan membeli obligasi sampai kita melihat kemajuan yang signifikan," tegas Lowe.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Tertekan, Rupiah Bisa Sentuh Rp 14.800/USD di Q2-2021
