Tiga Hari Melemah, Rupiah Bertahan di Bawah Rp 14.500/US$

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
16 July 2021 15:42
Dollar
Foto: Ilustrasi Rupiah dan dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah akhirnya membukukan pelemahan 3 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Jumat (16/7/2021). Meski demikian, kabar baiknya sepanjang pekan ini rupiah masih mampu membukukan penguatan berkat kinerja positif di dua hari pertama.

Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,07% di Rp 14.490/US$. Rupiah semakin terdepresiasi hingga 0,38% ke Rp 14.535/US$, sebelum perlahan memangkas pelemahan tersebut.

Setelahnya rupiah perlahan memangkas pelemahan hingga stagnan. Tetapi di akhir perdagangan rupiah kembali melemah 0,1% di Rp 14.495/US$.

Sepanjang pekan ini, rupiah sukses menguat 0,21% setelah menguat tipis 0,03% minggu lalu.

Lonjakan kasus penyakit virus corona (Covid-19) masih menjadi perhatian utama, sebab masih belum berhenti mencatat rekor tertinggi. Kemarin, jumlah kasus baru dilaporkan bertambah lebih dari 56 ribu orang. Hal ini tentunya berisiko memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat.

PPKM Mikro Darurat dilakukan mulai tanggal 3 hingga 20 Juli, tetapi belum ada tanda-tanda melandainya kurva kasus positif harian.

Meski kasus Covid-19 makin mengerikan, tetapi rupiah melemah tipis-tipis dalam 3 hari terakhir, dan bertahan di bawah Rp 14.500/US$. Artinya, pelaku pasar sudah mengantisipasi kemungkinan PPKM Mikro Darurat akan diperpanjang.

Sayangnya, dolar AS juga sedang cukup kuat yang membuat rupiah sulit menguat. Apalagi, kasus Covid-19 mengalami kenaikan di banyak negara, tidak hanya di Indonesia. Sehingga, daya tarik dolar AS sebagai aset aman (safe haven) meningkat.

"Jelas dolar AS mendapat tenaga dari hal tersebut. Ada ekspektasi yang mendukung dolar AS dan terkadang statusnya sebagai safe haven membuat permintaannya meningkat. Kami pikir dolar AS masih akan cukup kuat dalam beberapa bulan ke depan," kata Imre Speizer, ahli strategi pasar di Westpac, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (16/7/2021).

HALAMAN SELANJUTNYA >>> Pejabat The Fed Silang Pendapat Mengenai Tapering

Dolar AS sedang galau, sebab adanya silang pendapatan antara pejabat elit bank sentral AS (The Fed) mengenai tapering.

Presiden The Fed wilayah Chicago Charles Evans mengindikasi tapering bisa terjadi di tahun ini. Ia mengatakan perlu melihat perbaikan pasar tenaga lebih lanjut, untuk memulai tapering. Dan menurutnya perbaikan tersebut akan tercapai di tahun ini.

"Melihat beberapa bulan terakhir, pertumbuhan pasar tenaga kerja lebih lambat dari yang saya perkirakan. Saya akan bilang masih ada beberapa hal yang perlu dinilai untuk mencapai kemajuan substansial yang kita perlukan untuk merubah kebijakan moneter kami," kata Evans, sebagaimana dilansir Reuters, Kamis (15/7/2021).

Pasar pun dibuat bingung mengenai kapan tapering atau pengurangan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE) akan dilakukan. Saat ini, QE The Fed senilai US$ 120 miliar per bulan.

Sebelumnya, ketua The Fed Jerome Powell meredam spekulasi tapering akan dilakukan di tahun ini.

Powell berbicara dalam rangka Semi Annual Monetary Policy Report di hadapan House Financial Services Committee kemarin malam, dan mengatakan belum akan merubah kebijakan moneternya.

Sementara itu inflasi tinggi di AS, yang kembali memunculkan spekulasi tapering di tahun ini, sekali lagi ditegaskan hanya bersifat sementara, dan ke depannya tekanan inflasi akan moderat.

Menurut Powell, tolak ukur The Fed yakni "kemajuan substansial" menuju pasar tenaga kerja penuh (full employment) dan stabilitas harga masih "jauh" dari kata tercapai.

"Kondisi pasar tenaga kerja terus membaik, tetapi masih jauh dari kata mencapai target. Pertumbuhan tenaga kerja seharusnya semakin kuat dalam beberapa bulan ke depan sebab kesehatan publik mengalami peningkatan, dan beberapa faktor yang terkait pandemi sudah mulai menghilang," kata Powell sebagaimana dilansir CNBC International.

Menurut Powell ada sekitar 7,5 juta pekerjaan yang masih belum kembali seperti saat sebelum pandemi penyakit virus corona (Covid-19). Oleh karena itu, QE senilai US$ 120 miliar per bulan masih akan dilakukan demi mendukung perekonomian.

"Siap langkah untuk mengurangi dukungan ke perekonomian, pertama dengan mengurangi pembelian aset yang saat ini senilai US$ 120 miliar per bulan, tetapi itu masih 'jauh' untuk dilakukan," kata Powell.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Rupiah Ngeri! 3 Hari Melesat 3% ke Level Terkuat 3 Bulan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular