BUMN Disuntik Modal Lewat PMN, Perlukah?
Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) mengusulkan penyertaan modal negara (PMN) kepada sejumlah perusahaan pelat merah sebesar Rp 72,45 triliun pada tahun fiskal 2022.
Setidaknya, ada 12 BUMN yang diusulkan untuk mendapatkan suntikan modal dari negara dengan tujuan penugasan maupun restrukturisasi. Tercatat, ada dua bank yang juga menerima suntikan tersebut yaitu BNI dan BTN.
Ekonom Maybank Myrdal Gunarto menilai dengan kondisi fiskal yang saat ini memiliki fleksibilitas di atas 3% terhadap produk domestik bruto (PDB), tentu masih ada ruang lebih menyalurkan PMN dalam rangka mempercepat proses pemulihan.
Namun, Myrdal menggarisbawahi agar rencana memberikan alokasi PMN untuk BUMN perlu dipertimbangkan dengan cermat. Terutama, dampaknya bagi perekonomian nasional secara keseluruhan.
"Ini harus dilihat lagi seberapa besar kebutuhannya dan memberikan dampak seberapa besar untuk proses pemulihan ekonomi nasional dari pandemi yang penuh ketidakpastian kapan berakhirnya. Jadi harus dilihat timingnya," kata Myrdal kepada CNBC Indonesia.
Terpisah, Ekonom CORE Piter Abdullah menilai suntikan modal tersebut bisa membuat perusahaan dapat mengoptimalkan program pembangunan satu juta rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
"Pemerintah tidak bisa lepas tangan, sehingga menjadi konsekuensi logis bagi pemerintah untuk mendukung permodalan BTN melalui PMN. Demi optimalisasi program yang diamanatkan kepada BTN," katanya.
Kebutuhan akan rumah memang masih menjadi tantangan dan kian mendesak di masa pandemi ini. Data Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menunjukkan angka backlog di Indonesia berdasarkan kepemilikan berada di level 11,4 juta unit.
Sementara, itu berdasarkan keterhunian, angka backlog rumah mencapai 7,6 juta dan 56,5% keluarga tercatat menghuni rumah yang tidak layak. "Ini tentunya menjadi tantangan bagi pemerintah dalam menjamin pemenuhan papan untuk rakyat," katanya.
Ekonom Josua Pardede berpendapat, secara umum BNI dan BTN memiliki permodalan yang lebih rendah dibandingkan bank BUMN lain. Hal ini, menurut Josua, perlu ditingkatkan.
"Di situ urgensinya. Dua bank ini masih terus mendukung program pemerintah," tegas Josua.
Pertama, untuk BTN. Sampai saat ini masih terus menyalurkan FLPP atau Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan. "Jika program FLPP ini terus berjalan maka ekspansi kredit dari BTN diperlukan permodalan kuat. Apalagi mendukung program utama pemerintah dengan menyediakan perumahan," jelas Josua.
Sementara untuk BNI sendiri, sambung Josua, diperlukan untuk pengembangan ekspor. "BNI juga saya pikir Bank BUMN yang fokus pada korporasi. Kalau permodalan diperkuat maka bisnis dan penyaluran kredit bisa cepat dan ekonomi akan terbantu.
"BNI terus mendorong kinerja ekspor kita di tengah kondisi pandemi yang masih belum begitu baik, ini pun masih bisa optimalkan dan kinerja ekspor bisa didorong," terang Josua.
(dru)