Mayoritas Bursa Saham Asia Ambruk, Nikkei Paling Dalam!
Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa saham di Asia dibuka melemah pada perdagangan Rabu (14/7/2021), menyusul rilis laporan inflasi Amerika Serikat (AS) yang melonjak dari perkiraan pasar untuk periode Juni 2021.
Tercatat indeks Nikkei Jepang dibuka merosot 0,74%, Hang Seng Hong Kong melemah 0,37%, Shanghai Composite China terkoreksi 0,58%, dan Kospi Korea Selatan terdepresiasi 0,47%.
Sementara untuk indeks Straits Times Singapura dibuka naik tipis 0,09% pada pagi hari ini, setelah Negeri Singa merilis data pertumbuhan ekonominya pada kuartal kedua tahun 2021.
Ekonomi Singapura pada kuartal kedua tahun 2021 tumbuh pesat. Produk domestik bruto (PDB) Negeri Singa tumbuh menjadi 14,3% secara tahunan (year-on-year/YoY), dari sebelumnya pada periode yang sama tahun 2020 sebesar 1,3%.
Sedangkan secara basis kuartalan (quarter-to-quarter/QtQ), PDB Singapura tercatat kembali berkontraksi pada kuartal II-2021, dibandingkan dengan kuartal I-2021 yang tumbuh sebesar 3,1%.
"Pertumbuhan yang kuat sebagian besar disebabkan oleh basis rendah pada kuartal kedua 2020 ketika PDB turun 13,3% karena langkah-langkah Circuit Braker (CB) yang diterapkan dari 7 April hingga 1 Juni 2020," kata Kementerian Keuangan Singapura dalam sebuah pernyataan, dikutip dari CNBC International.
Circuit Braker adalah suatu langkah pembatasan wilayah (lockdown) sebagian yang diterapkan di Singapura, ketika sebagian besar ekonomi ditutup untuk memperlambat penyebaran virus corona (Covid-19).
Pasar saham Asia secara mayoritas kembali mengikuti pergerakan bursa saham AS, Wall Street yang ditutup melemah pada Selasa (13/7/2021) waktu setempat, setelah inflasi periode Juni 2021 dirilis.
Beralih ke AS, bursa saham New York (Wall Street) ditutup melemah pada penutupan perdagangan Selasa waktu setempat atau dini hari waktu Asia, setelah kemarin terus-terusan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,31% ke level 34.888,79, S&P 500 terkoreksi 0,35% ke 4.369,21, dan Nasdaq Composite terdepresiasi 0,38% ke posisi 14.677,65.
Koreksi Wall Street pada dini hari tadi selain karena investor yang melakukan aksi ambil untung (profit taking), rilis data ekonomi dimana angka inflasi membengkak parah membawa ketakutan sendiri di kalangan para pelaku pasar.
Inflasi Juni di AS dilaporkan melesat 5,4% secara tahunan (YoY) dengan inflasi inti 4,5%. Angka itu jauh lebih tinggi dari estimasi ekonom dalam polling Dow Jones yang berujung pada inflasi tahunan 5%.
Sementara itu untuk inflasi inti yang tidak memasukkan komponen makanan dan energi berada di angka 3,8%, tertinggi sejak September 1991.
"Indeks Harga Konsumen Juni yang panas membuat pasar waswas pagi ini," tutur Cliff Hodge, Kepala Investasi Cornerstone Wealth, seperti dikutip CNBC International.
Saham-saham di sektor finansial menjadi pemberat laju pasar modal Paman Sam meskipun rilis data kinerja keuangan kuartal kedua raksasa finansial ini terbilang cukup oke. J
PMorgan dan Goldman Sachs melaporkan kinerja keuangan kuartal kedua yang ternyata lebih baik daripada ekspektasi analis, meskipun ketidakpastian akan permintaan pinjaman kembali meningkat.
Bos bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), Jerome Powell dijadwalkan berpidato di depan anggota Kongres pada Rabu dan Kamis tentang kebijakan moneter.
Sejauh ini dia menyatakan kebijakan uang longgar akan dipertahankan hingga ada perbaikan data tenaga kerja dan target inflasi.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(tas/tas)