Soal Feasibility Proyek Pemerintah, Begini Curhatan Bos BNI

Monica Wareza, CNBC Indonesia
13 July 2021 14:30
Direktur Utama Bank BNI, Royke Tumilaar dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook dengan tema
Foto: Direktur Utama Bank BNI, Royke Tumilaar dalam acara CNBC Indonesia Economic Outlook dengan tema " Menuju Pemulihan Ekonomi Indonesia 2021". (Tangkapan layar CNBC TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Perbankan BUMN berharap dalam pembangunan kawasan ekonomi baru yang saat ini tengah dilakukan pemerintah perlu adanya tingkat kelayakan (feasible) secara bisnis.

Dengan demikian, perbankan juga tertarik untuk memberikan pendanaan dan bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi.

Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) Royke Tumilaar mengatakan pembangunan infrastruktur di kawasan ekonomi baru membutuhkan studi kelayakan (feasibility study). Hal ini merupakan salah satu tantangan yang ditemukan oleh perbankan dalam memberikan pembiayaan untuk proyek di kawasan ekonomi baru.

"Paling penting kondisi feasibility study, terutama proyek infrastruktur di kawasan ekonomi baru," kata Royke dalam Investor Daily Summit 2021, Selasa (13/7/2021).

"Ini sering jadi permasalahan karena pada dasarnya pembangun infra menjadi stimulus pemicu pertumbuhan ekonomi dan biasanya projek ini jangkanya panjang dan sering terjadi perubahan di dalam pembangunannya, terutama yang kami inginkan dari perbankan adanya koordinasi antarinstansi supaya projek ini feasible," katanya.

"Jangan nanti bangun pelabuhan tidak ada angkutannya, tidak ada keretanya, tidak ada faktor infra lainnya yang menunjang supaya kawasan ekonomi baru ini jadi feasible. Itu yang jadi perhatian tantangan ke depan. Pabrik jadi tapi listrik belum siap. Hal yang seperti ini yang memang jadi satu kesatuan yang supaya proyek feasible dibiayai," lanjutnya.

Mantan Dirut PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) ini menyatakan, tantangan lainnya yang ditemukan adalah tingkat permintaan kredit dari industri saat ini juga masih cukup rendah, terutama karena terjadinya pandemi Covid-19.

Bahkan secara nasional saja, hingga Maret 2021 lalu kredit perbankan secara industri masih mengalami kontraksi hingga 3,8%.

Hal tersebut disebabkan karena adanya penundaan beberapa proyek infrastruktur. Kondisi ini juga menyebabkan terjadinya pemburukan kualitas kredit perbankan.

Padahal, hingga tahun lalu, lanjutnya, perbankan masih menjadi penyalur pendanaan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, di mana 60% masih dibiayai oleh perbankan. Sedangkan sisanya dibiayai oleh sumber pendanaan lainnya.

Kemudian, proyek prioritas dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024)) yakni sembilan kawasan industri baru di luar Pulau Jawa dan 19 smelter (pabrik pemurnian) juga menjadi sumber pertumbuhan baru bagi perbankan. Kendati saat ini bank-bank juga masih selektif dalam menyalurkan kreditnya.

"Jika dilihat dari data sektor potensial di kawasan ekonomi baru ini sudah saya rasa BNI dan para perbankan sudah cukup familiar sektor-sektor ini. Harusnya sektor yang potensial ke depan tidak menjadi issue buat BNI dan perbankan secara umum," katanya.


(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Corona RI Rekor Terus, Bos BNI Ungkap Strategi Dorong Kredit

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular