
Indeks Dolar AS Jeblok, tapi Rupiah Bingung Mau Ke Mana

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah membuka perdagangan dengan stagnan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada Jumat (9/7/2021) di saat sentimen pelaku pasar sedang memberuk, tetapi indeks dolar AS justru jeblok. Alhasil, rupiah "bingung" mau menguat atau melemah.
Saat bel perdagangan berbunyi hingga beberapa menit setelahnya, rupiah bergeming di Rp 14.520/US$.
Sentimen pelaku pasar saat ini sedang memburuk akibat kecemasan akan kemungkinan perekonomian global yang berbalik merosot akibat penyebaran terbaru virus corona. Alhasil, bursa saham global mengalami aksi jual Kamis kemarin, dan berlanjut lagi ke bursa Asia pagi ini.
Indeks Nikkei Jepang memimpin kemerosotan bursa Asia setelah ambrol lebih dari 2%.
Memburuknya sentimen pelaku pasar hingga memunculkan kecemasan akan pelambatan ekonomi global memang dipicu lonjakan kasus Covid-19. Tetapi, baru meletup setelah Jepang kemarin mengumumkan kondisi darurat ibu kota Tokyo. Langkah ini diambil karena angka infeksi corona yang cukup tinggi sementara kota itu harus menyelenggarakan Olimpiade akhir bulan ini.
Ketika sentimen pelaku pasar memburuk, maka rupiah yang merupakan mata uang emerging market akan terpukul.
Tetapi, yang menarik saat sentimen pelaku pasar memburuk, indeks dolar AS juga melemah. Dolar biasanya dianggap sebagai aset aman (safe haven), sehingga akan menjadi sasaran investasi ketika sentimen pelaku pasar memburuk.
Tetapi kali ini dolar AS malah melemah, indeks yang mengukur kekuatannya kemarin melemah 0,25% pada perdagangan Kamis.
Perekonomian Amerika Serikat juga dikhawatirkan akan mengalami kemunduran akibat penyebaran virus corona varian delta yang lebih mudah menginfeksi.
"Peningkatan kasus Covid, terutama varian Delta memicu kekhawatiran bahwa akselerasi ekonomi akan melambat," tutur Timothy Lesko, analis Granite Investment Advisors kepada CNBC International.
Kecemasan tersebut semakin meningkat setelah data menunjukkan klaim tingkat pengangguran di AS melonjak.
Departemen Tenaga Kerja AS dengan terkuaknya data bahwa 373.000 orang mengajukan klaim tunjangan pengangguran untuk pertama kali selama sepekan lalu. Angka itu lebih buruk dari konsensus ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 350.000.
Selain itu, pelaku pasar juga menanti petunjuk lebih lanjut mengenai kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed).
Hasil survei dari Reuters menunjukkan The Fed diperkirakan akan mengumumkan strategi tapering atau pengurangan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE) pada bulan Agustus atau September.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kabar Dari China Bakal Hadang Rupiah ke Bawah Rp 15.000/US$?
