Habis Jungkir Balik, Rupiah Malah Jeblok!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 July 2021 13:08
FILE PHOTO: U.S. dollar banknote is seen in this picture illustration taken May 3, 2018. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration/File Photo
Foto: REUTERS/Dado Ruvic/Illustration

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah di awal perdagangan Kamis (8/7/2021) jungkir balik, sempat melemah tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) setelahnya langsung berbalik menguat juga cukup tajam. Tetapi seiring berjalannya waktu rupiah malah jeblok lagi.

Rupiah sebenarnya membuka perdagangan dengan melemah tipis 0,07% di Rp 14.490/US$, tetapi tidak lama langsung merosot hingga 0,41% di Rp 14.540/US$. Rupiah tidak berlama-lama di zona merah, langsung berbalik menguat hingga 0,41% ke Rp 14.420/US$, melansir data Refinitiv.

Sayangnya, setelah mencapai level tersebut rupiah perlahan melemah, hingga kembali lagi ke Rp 14,540/US$ pada pukul 12:00 WIB.

Di sisa perdagangan hari ini, rupiah masih sulit untuk menguat. Hal tersebut terlihat dari pergerakannya di pasar non-deliverable forward (NDF) yang tidak jauh berbeda siang ini ketimbang beberapa saat sebelum pembukaan perdagangan.

PeriodeKurs Pukul 8:54 WIBKurs Pukul 11:39 WIB
1 PekanRp14.538,20Rp14.539,7
1 BulanRp14.574,60Rp14.593,0
2 BulanRp14.700,50Rp14.648,0
3 BulanRp14.683,00Rp14.705,0
6 BulanRp14.838,00Rp14.865,0
9 BulanRp14.977,00Rp15.007,0
1 TahunRp15.170,00Rp15.158,0
2 TahunRp15.747,00Rp15.866,2

NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.

Tingginya volatilitas rupiah pagi ini tak lepas dari rilis notula rapat kebijakan moneter bank sentral AS (The Fed).

Notula tersebut menunjukkan mayoritas komite pembuat kebijakan moneter (FOMC) sepakat perekonomian harus menunjukkan "kemajuan substansial lebih jauh" sebelum The Fed mulai mengetatkan kebijakan moneter. Meski ada beberapa anggota FOMC yang melihat pemulihan ekonomi jauh lebih cepat dari perkiraan, dan inflasi yang sangat tinggi, sehingga The Fed perlu "mengendurkan pedal gas".

Tapering atau pengurangan nilai pembelian aset (quantitative easing/QE) yang selama ini menjadi ketakutan pelaku pasar memang sudah dibahas, tetapi The Fed menyatakan tidak akan terburu-buru untuk melakukannya.

Meski demikian, pelaku pasar masih melihat kemungkinan tapering akan dilakukan di tahun ini.

"Rilis notula mengkonfirmasi jika The Fed kemungkinan besar akan melakukan tapering di tahun ini," kata Kathy Lien, managing director di BK Asset Management.

Tetapi reaksi yang ditunjukkan pasar berbeda, yield obligasi (Treasury) AS justru merosot. Ketika The Fed mengindikasikan pengetatan moneter dengan tapering hingga kenaikan suku bunga, yield Treasury biasanya akan bergerak naik. Tetapi, Yield Treasury tenor 10 tahun kini berada di 1,322%, level terendah sejak pertengahan Februari, serta sudah mengalami penurunan dalam 7 hari beruntun.

Rupiah masih belum mampu bangkit meski ada kejutan, konsumen Indonesia masih optimistis melihat perekonomian saat ini dan beberapa bulan ke depan meski penyakit virus corona (Covid-19) sedang melonjak. Ini tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang naik dan berada di atas 100.

Bank Indonesia (BI) melaporkan, IKK pada Juni 2021 berada di 107,4. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 104,4.

"Kondisi ini perlu terus dijaga dan dicermati sejalan diterapkannya Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat guna mengatasi kenaikan Covid-19 di Indonesia," sebut keterangan tertulis BI yang dirilis Kamis (8/7/2021).

"Hal ini juga mempertimbangkan hasil SK yang mengindikasikan penguatan optimisme konsumen pada Juni 2021 tersebut terutama didorong oleh persepsi konsumen yang membaik terhadap kondisi ekonomi saat ini, meski masih berada pada area pesimis (<100)."

Namun, survei tersebut dilakukan sebelum pemerintah menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Mikro Darurat sejak 3 Juli lalu. Sehingga, masih belum diketahui apakah konsumen masih optimistis, atau sedikit menurun, atau bahkan berbalik menjadi pesimistis.

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Tertekan, Rupiah Bisa Sentuh Rp 14.800/USD di Q2-2021

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular