
Wamen Curhat, Kondisi BUMN Karya 'Ngenes' Terlilit Utang

Jakarta, CNBC Indonesia - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyampaikan, kondisi perusahaan pelat merah di sektor konstruksi atau BUMN Karya saat ini sedang kesulitan.
Wakil Menteri BUMN II, Kartika Wirjoatmodjo, di hadapan anggota Komisi VI DPR mengatakan, kesulitan yang dialami BUMN Karya merupakan efek kombinasi dari dua hal.
"Kondisi (BUMN) karya kita memang saat ini cukup memprihatinkan kombinasi dua hal karena (pandemi) covid-19 ke kontrak baru dan penjualan, dan penugasan yang berat. (Lalu) tidak didukung PMN (Penyertaan Modal Negara) yang memadai. Tidak ada PMN tahun lalu 2017- 2019 yang menanggung PSN (Proyek Strategis Nasional)," kata Tiko sapaan akrab Kartika dalam pemaparannya, Kamis (8/7/2021).
Kartiko menguraikan, Perumnas mengalami penurunan pendapatan karena penjualan rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) rendah. Akibatnya, invetori rumah Perumnas besar, yang mengakibatkan rasio utang terhadap ekuitas naik.
"Ke depan neraca ekuitas dapat memadai kita minta ada tambahan PMN penugasan Perumnas untuk rumah MBR agar bisa sustainable," jelas Tiko.
Lalu Kartika menjelaskan, persoalan yang sedang dihadapi PT Waskita Karya Tbk (WSKT). Ada aksi korporasi yang gagal, yaitu pengambilalihan ruas jalan tol ke swasta.
Ini terjadi pada 2015-2016, pada saat Waskita juga mengerjakan proyek tol Jawa. Ini menyebabkan utang Waskita meningkat tajam.
Nilai utang Waskita saat ini mencapai Rp 50 triliun, dalam bentuk obligasi Rp 20 triliun dan utang ke vendor Rp 20 triliun. Jumlah utang yang besar ini memaksa perseroan harus melakukan restrukturisasi.
"Akan ada skema restrukturisasi menyeluruh ada dua skema penjaminan proyek yang ada dan juga modal baru Rp 79 triliun terutama memperkuat permodalan, karena banyak modal yang terserap dari masa lalu," jelas Tiko.
Soal Hutama Karya, lanjut Tiko, saat ini mengalami situasi berat dalam mengerjakan proyek tol Trans Sumatera karena ada keterlambatan PMN selama 2 tahun. Nilai aset meningkat tajam, utang naik tajam tapi ekuitas tidak bertambah, sehingga saat ini untuk melanjutkan tahap I dengan total nilai proyek Rp 66 triliun, akan diberikan secara bertahap.
"Tahun ini dapat Rp 25 triliun dan di 2022 akan ada Rp 30 triliun untuk memperkuat tahap 1 dan sisanya akan diberikan pada 2023," ujar Tiko.
Hal yang sama juga terjadi pada PT Wijaya Karya Tbk (WIKA). BUMN ini mengalami tekanan karena ada proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, sehingga membutuhkan modal besar sekali. Meskipun saat ini, WIKA masih membukukan keuntungan dari pendapatan.
"Lalu PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dan PT PP Tbk (PTPP) lebih baik," jelas Tiko.
(hps/hps)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Banjir Proyek Pemerintah, Saham BUMN Karya Masih Aja Jeblok
