
Pecinta Dolar AS Tunggu Jackson Hole, Rupiah Juara Asia

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah sukses menghentikan pelemahan 5 hari beruntun melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Senin (5/7/2021). Tidak hanya itu, rupiah juga menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia hari ini.
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,38% di Rp 14.475/US$, setelahnya bertambah kuat menjadi 0,45%. Penguatan rupiah sempat terpangkas hingga tersisa 0,28% ke Rp 14.490/US$.
Di akhir perdagangan, penguatan rupiah bertambah lagi menjadi 0,37% di Rp 14.476/US$. Nyaris semua mata uang utama Asia menguat melawan dolar AS hari ini, tetapi hingga pukul 15:10 WIB tidak ada yang sebesar rupiah. Sehingga Mata Uang Garuda menjadi juara Asia.
Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia.
Menguatnya mata uang Asia menunjukkan dolar AS sedang tertekan pasca rilis data tenaga kerja Jumat lalu yang merupakan salah satu indikator bank sentral AS (The Fed) dalam menetapkan kebijakan moneter baik itu tapering atau pengurangan nilai program pembelian aset (quantitative easing/QE) dan kenaikan suku bunga.
Indeks dolar AS di hari itu anjlok 0,4% padahal sebelumnya sudah membukukan penguatan 7 hari beruntun.
Pada Jumat lalu, Badan Statistik Tenaga kerja AS melaporkan sepanjang bulan Juni terjadi penyerapan tenaga kerja di luar sektor pertanian (non-farm payroll/NFP) sebanyak 850.000 orang, lebih banyak dari prediksi Reuters sebanyak 700.000 orang. Meski jumlah perekrutan lebih banyak dari perkiraan, tetapi tingkat pengangguran justru naik menjadi 5,9% dari sebelumnya 5,8%.
Selain itu, pertumbuhan rata-rata upah per jam hanya 0,3%, lebih rendah dari konsensus 0,4%. Tetapi tidak lama malah balik merosot.
"Awalnya kita bereaksi positif terhadap data NFP yang lebih kuat dari perkiraan. Tetapi dolar AS kemudian berbalik melemah melihat detail laporan tersebut, khususnya tingkat pengangguran yang naik," kata Vassilu Serebriakov, ahli strategi mata uang di UBS New York, sebagaimana dilansir CNBC International, Jumat (2/7/2021).
Kenaikan upah yang lebih rendah dari perkiraan juga memberikan tekanan. Sebab upah terkait dengan daya beli masyarakat, yang kemudian berdampak pada inflasi.
Ketika inflasi mulai melandai, maka tekanan bagi The Fed untuk melakukan tapering di tahun ini akan mereda.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Perhatian Tertuju ke Pertemuan Jackson Hole
