Rupiah Menguat di Kurs Tengah BI, Tapi Lesu di Pasar Spot

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
01 July 2021 15:37
Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Namun rupiah lesu di perdagangan pasar spot.

Pada Kamis (1/7/2021), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 14.539. Rupiah menguat tipis 0,02% dibandingkan posisi sehari sebelumnya.

Sementara di pasar spot, rupiah pun finis di garis merah. Kala penutupan pasar, US$ 1 dibanderol Rp 14.500 di mana rupiah terdepresiasi tipis 0,03%.

Pada awal-awal perdagangan, sebenarnya rupiah sempat menguat. Namun ternyata itu fana belaka karena mata uang Tanah Air menghabiskan sebagian besar hari di zona merah.


Namun rupiah tidak perlu berkecil hati karena hampir seluruh mata uang utama Asia juga tidak berdaya di hadapan dolar AS. Hanya dolar Taiwan yang mampu menguat.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning di perdagangan pasar spot pada pukul 15:00 WIB:

Halaman Selanjutnya --> Dolar AS Terlalu Kuat

Keperkasaan dolar AS disebabkan oleh ekonomi Negeri Adidaya yang bangkit selepas dihantam keras oleh pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19). Berbagai data ekonomi menunjukkan AS sudah pulih, bahkan menuju kondisi sebelum pandemi.

ADP mengumumkan, sektor swasta AS membuka 692.000 lapangan kerja pada Juni 2021. Lebih tinggi ketimbang konsensus yang dihimpun Reuters dengan proyeksi 600.000. Data resmi penciptaan lapangan kerja non-pertanian (Non-Farm Payroll) akan dirilis pemerintah besok malam.

"Lapangan kerja masih sekitar 7 juta lebih sedikit dibandingkan sebelum masa pandemi. Namun sekitar 3 juta lapangan kerja yang tercipta sejak awal 2021 adalah perkembangan yang menggembirakan. Bahkan sektor leisure dan hospitality, yang terpukul paling keras oleh pandemi, mulai menyerap tenaga kerja seiring pembukaan kembali aktivitas masyarakat (reopening)," papar Nela Richardson, Kepala Ekonom ADP, seperti dikutip dari keterangan tertulis.

Perkembangan seperti ini membuat investor semakin yakin bahwa bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) akan melakukan pengetatan kebijakan alias tapering off lebih cepat dari perkiraan. Dimulai dengan mengurangi pembelian surat berharga (quantitative easing), disusul oleh menaikkan suku bunga acuan Federal Funds Rate.

Pengetatan kebijakan moneter Negeri Stars and Stripes akan menguntungkan dolar AS. Pengurangan quantitative easing membuat pasokan dolar AS berkurang sehingga harganya semakin 'mahal'. Sementara kenaikan suku bunga acuan akan ikut mendongkrak imbalan investasi aset-aset berbasis dolar AS.

Harapan ini yang membuat investor rajin memborong dolar AS, ke depan ada potensi cuan gede yang sangat sayang untuk dilewatkan. Aksi borong ini membuat dolar AS kian digdaya.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular