Bukan Corona, Ini Yang Bikin Rupiah Anjlok 3% di Semester I
Jakarta, CNBC Indonesia - Paruh pertama tahun ini baru saja berakhir, pandemi penyakit virus corona (Covid-19) masih menghantui pasar keuangan Indonesia bahkan dunia. Tetapi, bukan virus corona yang membuat rupiah mencatat kinerja negatif di semester I-2021, tetapi inflasi di Amerika Serikat (AS).
Maklum saja, inflasi di AS yang sangat tinggi membuat pasar berekspektasi bank sentral AS (The Fed) akan mengetatkan kebijakan moneternya lebih cepat dari proyeksi sebelumnya. Dan ternyata benar kejadian.
Rupiah sebenarnya mengawali tahun ini dengan cukup impresif, berada di bawah Rp 14.000/US$. Level terkuat rupiah Rp 13.855/US$ yang dicapai pada 4 Januari lalu. Tetapi sayangnya rupiah malah berbalik melemah bahkan sempat ke atas Rp 14.600/US$.
Di akhir semester I-2021, rupiah berada di Rp 14.495/US$, dan mencatat pelemahan 3,24%.
Spekulasi The Fed akan menaikkan suku bunga lebih cepat sudah muncul di pasar finansial sejak bulan Maret lalu akibat inflasi yang tinggi. Data terbaru bahkan menunjukkan inflasi inti berdasarkan personal consumption expenditure (PCE) di bulan Mei tumbuh 3,4% year-on-year (YoY). Pertumbuhan tersebut merupakan yang tertinggi sejak tahun 1992.
Inflasi PCE tersebut merupakan salah satu acuan The Fed dalam menetapkan kebijakan moneter. Data lain yang digunakan The Fed adalah pasar tenaga kerja.
Akhirnya, pada rapat kebijakan moneter bulan Juni, The Fed mengkonfirmasi hal tersebut.
The Fed kini memproyeksikan suku bunga bisa naik 2 kali di tahun 2023 masing-masing 24 basis poin hingga menjadi 0,75%.
Hal tersebut terlihat dari Fed Dot Plot, dimana 13 dari 18 anggota melihat suku bunga akan dinaikkan pada tahun 2023. 11 diantaranya memproyeksikan dua kali kenaikan.
Foto: Refinitiv |
Proyeksi kenaikan suku bunga tersebut lebih cepat ketimbang perkiraan yang diberikan bulan Maret lalu, dimana mayoritas melihat suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2024.
Selain itu, dalam Fed Dot Plot terbaru, ada 7 anggota yang memproyeksikan suku bunga bisa naik pada tahun 2022.
Artinya, jika perekonomian AS semakin membaik, ada kemungkinan suku bunga akan naik tahun depan, jauh lebih cepat dari proyeksi sebelumnya. Dolar AS pun makin perkasa, dan rupiah terus tertekan.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Naik Turun Kasus Corona di Indonesia
Foto: Refinitiv