
Selamat! Bursa Asia Pesta Pora, Singapura Loyo Sendirian

Jakarta, CNBC Indonesia - Mayoritas bursa Asia ditutup positif pada perdagangan akhir pekan Jumat (25/6/2021), karena investor memantau prospek pembalikan ekonomi AS dan potensi berkurangnya stimulus moneter di Amerika Serikat (AS).
Tercatat indeks Hang Seng Hong Kong dan Shanghai Composite China memimpin penguatan bursa Asia pada hari ini. Indeks Hang Seng ditutup melonjak 1,4% ke level 29.288,22 dan Shanghai berakhir melesat 1,15% ke posisi 3.607,56.
Berikutnya indeks Nikkei Jepang ditutup menguat 0,66% ke level 29.066,18, KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,51% ke 3.302,84, dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir tumbuh 0,17% ke level 6.022,39.
Sementara untuk indeks Straits Times Singapura terpaksa mengakhiri pekan ini dengan ditutup melemah tipis 0,03% ke posisi 3.118,62.
Saham Hong Kong ditutup melesat pada hari ini, karena kenaikan saham teknologi dan material setelah investor di negara tersebut terus membeli saham melalui Stock Connect. Sementara pasar saham China juga ditutup melesat karena didorong oleh kenaikan saham keuangan besar.
Pasar saham Asia cenderung mengikuti penguatan bursa saham AS, Wall Street karena pelaku pasar global merespons positif dari rilis sejumlah data ekonomi AS pada Kamis (24/6/2021) kemarin.
US Bureau of Economic Analysis melaporkan angka pembacaan final pertumbuhan ekonomi AS kuartal I-2021 adalah 6,4% secara kuartalan yang disetahunkan (annualized), tidak berubah dibandingkan pembacaan sebelumnya.
Kemudian Kementerian Ketenagakerjaan AS merilis jumlah klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 19 Juni 2021 turun 7.000 menjadi 411.000. Angka ini di bawah konsensus pasar yang dihimpun Reuters dengan perkiraan 380.000.
Lalu Kementerian Perdagangan. AS mencatat pembelian barang modal inti (di luar pesawat terbang) pada Mei 2021 tumbuh 0,9% dibandingkan bulan sebelumnya. Pemesanan barang modal inti atau core capital goods adalah indikator yang mencerminkan ekspansi dunia usaha.
Tekanan inflasi yang dialami AS saat ini disebabkan oleh peningkatan permintaan yang belum bisa diimbangi oleh kecepatan produksi. Ekspansi dunia usaha diharapkan mampu mempersempit jarak itu sehingga tekanan harga bisa diminimalisasi.
"Produktivitas akan meningkat. Sepertinya musim panas ini bakal 'panas' untuk perekonomian AS," ujar Lydia Boussour, Lead US Economist di Oxford Economics yang berbasis di New York, seperti dikutip dari Reuters.
Investor akan memantau indikator inflasi Negara Adidaya tersebut yakni indeks belanja konsumsi personal inti, yang dirilis Departemen Perdagangan.
Ekonom dalam polling Dow Jones mengekspektasikan indeks harga Mei menguat 3,4% secara tahunan (year-on-year/YoY), dan 0,6% secara bulanan (month-on-month/MoM).
Dari Eropa, Inggris dijadwalkan mencabut pembatasan perjalanan bagi mereka yang sudah divaksin secara penuh, kecuali yang berisiko tinggi terpapar virus corona (Covid-19).
Sementara itu, bank sentral Inggris (Bank of England/BoE) memperkirakan inflasi Negeri Big Ben tersebut bisa melampaui angka 3% tahun ini, sebelum kemudian melandai.
Hanya saja, level 3% tersebut dinilai akan bersifat transisional dan bank sentral Inggris tersebut menjanjikan akan terus melanjutkan stimulus moneter.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!
