
Bos SoftBank Mau Jadi Rothschild Abad 21, Apa Maksudnya ya?

Jakarta, CNBC Indonesia - Masayoshi Son, CEO perusahaan konglomerat teknologi Jepang, SoftBank Group Corp, mengatakan kepada pemegang saham pada hari Rabu kemarin (23/6) bahwa dia ingin dipandang sebagai Rothschild abad ke-21.
Nama ini mengacu pada keluarga Rothschild, yang dikenal dengan sebutan the Rothschilds. Keluarga ini dikenal dalam dunia keuangan global sebagai dinasti bankir Yahudi-Jerman di Eropa yang mendirikan berbagai bank dan institusi keuangan Eropa pada akhir abad ke-18.
Pendiri dinasti perbankannya yakni Mayer Amschel Rothschild, yang masuk daftar 20 pengusaha paling berpengaruh di dunia, versi Forbes 2005.
Pernyataan Son ini merupakan jawaban tidak langsung terhadap pertanyaan yang banyak ditanyakan pelaku pasar mengenai apa sebetulnya yang bisa menggambarkan bisnis SoftBank Group.
"Sebenarnya saya bukan investor biasa atau tradisional dibandingkan yang lain," kata Son, dikutip CNBC International, Kamis (24/6).
"Saya sudah agak frustrasi. Bagaimana sebaiknya saya mencoba menjelaskan kepada Anda apa itu SoftBank? Apa itu Putra Masayoshi?"
![]() Presentasi Softbank, CNBC |
Bagi Son, dia menggambarkan SoftBank sebagai "perusahaan penyedia modal untuk revolusi informasi" di abad ke-21 dengan cara yang sama seperti Mayer Amschel Rothschild menyediakan modal untuk revolusi industri di abad ke-19.
"Dalam revolusi industri, salah satu pemain utamanya adalah Rothschild," kata Son.
Dia kemudian menggunakan salah satu tayangan slide unik dan nyeleneh yang dikenal sering dimanfaatkan oleh SoftBank untuk mengilustrasikan poinnya.
"Kami ingin menjadi penyedia modal untuk revolusi informasi. Itulah definisi baru kami atau posisi baru kami yang akan saya katakan untuk menggambarkan SoftBank Group."
Son mengatakan ada banyak penemu terkenal yang melakukan pekerjaan luar biasa, selama revolusi industri ada tokoh yakni James Watt sebagai pelopor mesin uap.
"Tetapi revolusi industri itu tidak hanya terjadi oleh para penemu," katanya, seraya menambahkan bahwa kapitalis atau para penyedia modal dalam industri juga sama pentingnya.
"James Watt cukup terkenal, tetapi Rothschild sebagai kapitalis mungkin tidak sepenuhnya dipahami, mungkin tidak sepenuhnya dihargai," kata Son.
Revolusi informasi berkembang pesat
Dia mengatakan saat ini revolusi informasi sedang berkembang pesat, sebab itu kecerdasan buatan (artificial intellegence/AI) adalah area fokus khusus bagi SoftBank ke depan.
"Kami percaya bahwa kami adalah yang terbesar dalam hal penyediaan modal," katanya.
Di bidang AI, dia menambahkan bahwa sejumlah lini usaha misalnya jasa perjalanan, perawatan kesehatan, ritel, keuangan, dan pendidikan semuanya akan mengalami pendefinisian ulang berupa perubahan signifikan akibat semakin matangnya AI di tahun-tahun mendatang.
"Pada revolusi industri, tenaga kerja digantikan oleh mesin," kata Son.
"Dalam revolusi informasi, AI akan menjadi pengganti mesin," katanya.
SoftBank telah berinvestasi di 264 perusahaan melalui dua Vision Fund, serta dana khusus Amerika Latin.
"Mayoritas perusahaan sebenarnya tidak menghasilkan uang," kata Son.
"Kami mengambil risiko dan pada saat yang sama menyediakan dana ... sebagai penyedia modal."
Nilai aset bersih (Net Asset Value/NAV) adalah metrik utama yang menjadi fokus SoftBank saat mengukur kinerjanya sendiri, kata Son.
Pada akhir Maret, NAV SoftBank adalah sekitar JP¥ 26 triliun (US$ 235 miliar) atau setara Rp 3.360 triliun (kurs 14.300). Son menambahkan bahwa jumlah NAV itu berfluktuasi setiap hari.
Ada empat pendorong utama untuk bisnis SoftBank selama bertahun-tahun. Awalnya Yahoo, lalu SoftBank Mobile dan terakhir saat ini bergeser menjadi raksasa e-commerce China Alibaba.
Tetapi baru-baru ini Vision Fund mengambil jalan yang benar dalam memupuk nilai aset bersih. Son menambahkan bahwa dia menghabiskan banyak waktu untuk memikirkan hal tersebut.
Son mengklaim SoftBank telah mencatat tingkat pengembalian internal 43% setiap tahun dalam 25 tahun terakhir dan menunjukkan bahwa bank menyumbang kurang dari 1% dan perusahaan manajemen aset porsinya 8-10%.
"Hingga tahun lalu, Vision Fund banyak dikritik," kata Son.
"Orang-orang mengatakan bahwa Masa [menyebut namanya sendiri dari sudut pandang orang ketiga] tidak muda lagi sehingga Masa tidak sebagus sebelumnya dan Masa menjadi terlalu rakus atau Anda tidak punya banyak uang atau rambut yang cukup lagi, tetapi akhirnya kami mulai melihat beberapa pemulihan."
Namun pelajaran berharga menurut Son adalah bagaimana Softbank bisa belajar dari taruhan besar berinvestasi di perusahaan pemberi pinjaman Greensill, perusahaan penyedia ruang kantor WeWork, dan aplikasi Wag yang merupakan kegagalan Softbank.
"Kadang-kadang saya merasa malu dengan pelajaran yang sulit itu," katanya
SoftBank Group adalah perusahaan induk konglomerat multinasional Jepang yang berkantor pusat di Tokyo.
Investasi utama Grup ini tersebar di perusahaan yang beroperasi di sektor teknologi, energi, dan keuangan.
Grup ini juga menjalankan Vision Fund, dana modal ventura yang berfokus pada teknologi terbesar di dunia, dengan modal lebih dari US$ 100 miliar. Portofolio Vision Fund termasuk WeWork, Bytedance dan GoTo di Idnonesia
Di GoTo, SoftBank masuk lewat SoftBank Vision Fund 1, bersama dengan investor lain yakni Alibaba Group, PT Astra International Tbk (ASII), BlackRock, Capital Group, DST, dan Facebook.
Investor lainnya di GoTo yakni Google, JD.com, KKR, Northstar, Pacific Century Group, PayPal, Provident, Sequoia Capital, PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel), Temasek, Tencent, Visa dan Warburg Pincus.
(tas/tas)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Kisah Sedih Investor Grab & GoTo, Bukukan Rugi hingga Rp473 T
