Investor Logam Mulia Berduka, Harga Emas Ambrol 6% Lebih Nih!

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 June 2021 14:00
Emas (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Foto: Ilustrasi emas (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)

Jakarta, CNBC Indonesia - Kabar buruk bagi investor logam mulia akhirnya tiba setelah bank sentral Amerika Serikat (AS) Kamis lalu mengumumkan kebijakan moneternya. Bank sentral AS (The Fed) mengubah proyeksi kenaikan suku bunga sehingga membuat pasar finansial sedikit bergejolak, tetapi emas menjadi aset yang terpukul.

Melansir data Refinitiv, harga emas dunia sepanjang pekan ini ambrol 6,04% ke US$ 1.763,34/troy ons. Penurunan mingguan tersebut merupakan yang terbesar sejak pertengahan Maret 2020. Emas juga berada di level terendah sejak 29 April lalu.

Dalam pengumuman kebijakan moneter pekan ini, The Fed mengindikasikan akan suku bunga bisa naik dua kali di tahun 2023 masing-masing 25 basis poin hingga menjadi 0,75%.

Hal tersebut terlihat dari Fed Dot Plot, dimana 13 dari 18 anggota melihat suku bunga akan dinaikkan pada tahun 2023. Sebanyak 11 di antaranya memproyeksikan dua kali kenaikan.

Proyeksi kenaikan suku bunga tersebut lebih cepat ketimbang perkiraan yang diberikan bulan Maret lalu, di mana mayoritas melihat suku bunga baru akan dinaikkan pada tahun 2024.

Selain itu, dalam Fed Dot Plot terbaru, ada 7 anggota yang memproyeksikan suku bunga bisa naik pada tahun 2022.

Artinya, jika perekonomian AS semakin membaik, ada kemungkinan suku bunga akan naik tahun depan, jauh lebih cepat dari proyeksi sebelumnya.

Kenaikan suku bunga membuat emas menjadi tidak menarik, sebab merupakan aset tanpa imbal hasil. Selain itu, saat suku bunga naik maka opportunity cost dalam berinvestasi di emas menjadi meningkat.

Di sisi lain, proyeksi kenaikan suku bunga tersebut membuat dolar AS perkasa. Sepanjang pekan ini, indeks dolar AS melesat 1,8% ke 92,346, level terkuat sejak awal April.

Ketika dolar AS menguat, maka emas dunia yang dibanderol dolar AS menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya, sehingga permintaannya menjadi menurun.

Artinya, proyeksi suku bunga The Fed dan penguatan dolar AS menjadi kombinasi "mematikan" bagi emas.

Tekanan bagi emas terlihat masih belum akan berakhir pada pekan depan. Hasil survei yang dilakukan Kitco terhadap 18 analis di Wall Street menunjukkan sebanyak 10 orang atau 56% memberikan proyeksi bearish (tren menurun) bagi emas pekan depan. Kemudian 22% memberikan proyeksi bullish (tren naik) dan sisanya netral.

Sementara itu survei yang dilakukan terhadap pelaku pasar atau yang disebut Main Street, dari 2.174 partisipan sebanyak 52% memberikan proyeksi bearish, 31% bullish dan sisanya netral.

Artinya, sentimen bearish masih mendominasi pasar emas, yang membuat harganya berisiko turun lagi. Tetapi beberapa analis juga mengatakan penurunan emas terlalu berlebihan, dan saat ini merupakan waktu yang tepat untuk kembali membeli.

"Kami telah menunggu lama koreksi harga ini dan perlahan kami akan mulai membeli emas," kata Philip Streible, kepala strategi investasi di BUle Line Futures, sebagaimana dilansir Kitco, Jumat (18/6/2021).

TIM RISET CNBC INDONESIA 


(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Video: Geger! RI Temukan "Harta Karun" 2 Miliar Ton Emas

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular