
Habis Tenaga dari Pompom, Harga Bitcoin Cs Makin Terpuruk

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga mata uang kripto (cryptocurrency) terpantau masih diperdagangkan di zona merah pada perdagangan Jumat (17/6/2021) pagi waktu Indonesia, karena investor masih terkejut dengan pernyataan dari bank sentra Amerika Serikat (AS) pada Rabu (16/6/2021) lalu, di mana bank sentral dapat menaikkan suku bunga pada akhir 2023 hingga dua kali.
Berdasarkan data dari Investing pukul 09:00 WIB, Bitcoin merosot 2,7% ke level harga US$ 37.620,40/koin atau setara dengan Rp 539.997.777/koin, Ethereum ambles 3,45% ke posisi US$ 2.329,88/koin (Rp 33.441.121/koin), Binance Coin terkoreksi 1,28% ke US$ 349,07/koin (Rp 5.010.469/koin).
Berikutnya Litecoin melemah 2,93% ke US$ 164,27/koin (Rp 2.358.096/koin), Chainlink ambruk 4,73% ke US$ 22,50/koin (Rp 322.844/koin), Cardano ambrol 2,66% ke US$ 1,459/koin (Rp 20.943/koin), Ripple terpangkas 3,77% ke US$ 0,834/koin (Rp 11.977/koin), dan Dogecoin terdepresiasi 2,76% ke US$ 0,30/koin (Rp 4.307/koin).
Pasar kripto, termasuk Bitcoin masih diperdagangkan lebih rendah karena investor masih terkejut dengan pernyataan dari bank sentra Amerika Serikat (AS) pada Rabu lalu, di mana bank sentral dapat menaikkan suku bunga pada akhir 2023 hingga dua kali.
Aset yang dianggap berisiko seperti saham dan kripto juga tampaknya terbebani oleh kekhawatiran yang masih ada bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mengurangi pembelian obligasi (tapering).
Namun, beberapa analis memperkirakan Bitcoin akan tetap tangguh jika inflasi terus meningkat, yang dapat menyebabkan kinerja pasar kripto lebih baik dibandingkan dengan pasar keuangan lainnya.
Dalam buletin yang diterbitkan oleh EQUOS, perusahaan layanan keuangan digital pada Rabu lalu, menggambarkan bahwa penurunan awal di seluruh aset berisiko sebagai "reaksi spontan."
"Bitcoin dan saham kemungkinan akan bersama-sama melewati masa turbulensi, namun inflasi yang meninggi kemungkinan akan membuat Bitcoin lebih unggul dari saham," tulis EQUOS, dikutip dari CoinDesk.
Bitcoin dianggap sebagai aset lindung nilai (hedging) dari inflasi, tetapi mungkin saja kripto mendapat manfaat lebih dari kebijakan moneter longgar yang terjadi di saat inflasi meninggi.
Hal itu bisa berubah jika The Fed lebih cepat memutuskan untuk mengurangi pembelian obligasi senilai US$ 120 miliar per bulan atau disebut juga quantitative easing (QE).
"Kami berharap The Fed akan mengumumkan paling lambat Desember tahun ini bahwa QE akan diturunkan mulai Januari 2022 mendatang," tulis MRB Partners dalam buletin Rabu.
Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) juga memperkirakan inflasi tahun ini bakal lebih tinggi dari perkiraan semula, menjadi 3,4% atau jauh di atas target jangka panjangnya sebesar 2%. Inflasi yang tinggi ini menjadi pemicu The Fed menjadi lebih agresif (hawkish) menaikkan suku bunga.
Powell tak memberikan acuan mengenai kapan pengurangan pembelian (tapering) obligasi dari pasar sekunder bakal dimulai.
Dia hanya menyatakan bahwa pemulihan ekonomi terus dipantau dan akan membuat "pemberitahuan awal" sebelum mengumumkan kebijakan tersebut.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Libur Tahun Baru Imlek 2023, Apa Kabar Harga Bitcoin Cs?
