
Pasar Masih JIper dengan The Fed, Dow Berayun ke Zona Merah

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa saham Amerika Serikat (AS) dibuka menyamping cenderung tertekan pada perdagangan Kamis (17/6/2021), setelah perubahan rencana pengetatan moneter memicu aksi jual pada perdagangan kemarin.
Departemen Tenaga Kerja melaporkan bahwa klaim tunjangan pengangguran pekan lalu sebesar 412.000 unit, atau bertambah dari posisi sepekan sebelumnya 375.000, dan masih lebih tinggi dari ekspektasi Dow Jones sebanyak 360.000.
Indeks Dow Jones Industrial Average naik 10 poin (-0,03%) pada pukul 08:30 waktu setempat (20:30 WIB) dan selang 15 menit berbalik drop 75,1 poin (-0,22%) ke 33.958,6. S&P 500 turun 1,9 poin (-0,05%) ke 4.221,78. Sebaliknya, Nasdaq naik 14 poin (+0,1%) ke 14.053,68.
Pasar masih jiper setelah bank sentral (Federal Reserve/The Fed) mengindikasikan akan menaikkan suku bunga acuan hingga dua kali pada 2023. Padahal sebelumnya pada Maret mereka menyebutkan baru akan menaikkan suku bunga acuan pada 2024.
Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) juga memperkirakan inflasi tahun ini bakal lebih tinggi dari perkiraan semula, menjadi 3,4% atau jauh di atas target jangka panjangnya sebesar 2%.
Saham-saham komoditas tertekan karena suku bunga yang tinggi akan menekan reli pasar komoditas. China juga sedang berusaha mengendalikan harga komoditas dunia untuk mencegah lonjakan inflasi. Saham Freeport-McMoRan pun anjlok hingga 2% sementara harga kontrak berjangka (futures) tembaga drop di kisaran sama.
Sebaliknya, saham perbankan seperti Wells Fargo dan Citigroup naik karena kenaikan Fed Funds Rate bagi perbankan berarti kenaikan margin keuntungan yang bisa didapatkan ke depannya.
Legenda hedge fund David Tepper kepada CNBC International mengatakan bahwa The Fed melakukan kebijakan yang bagus dan "pasar saham masih baik-baik saja untuk sekarang." Faktanya, indeks S&P 500 hanya terpaut 1% dari level tertinggi sepanjang masa.
Indeks Dow Jones Industrial Average kemarin merosot 265,7 poin (+0,8%) menjadi 34.033,67. Indeks S&P 500 melemah 0,5% ke 4.223,7 menyusul koreksi saham konsumer, sementara Nasdaq surut 0,2% menjadi 14.039,68 setelah sempat drop 1,2%.
Powell tak memberikan acuan mengenai kapan pengurangan pembelian (tapering) obligasi dari pasar sekunder bakal dimulai. Dia hanya menyatakan bahwa pemulihan ekonomi terus dipantau dan akan membuat "pemberitahuan awal" sebelum mengumumkan kebijakan tersebut.
Ada ketidaksinkronan antara proyeksi ekonomi dan apa yang dinyatakan oleh The Fed, lanjut dia. Oleh sebab itu, masih ada pertanyaan besar bagi pelaku pasar terkait inflasi, yakni apakah kenaikan inflasi itu bersifat sementara atau permanen.
Investor akan memantau rilis kinerja keuangan kuartal I-2021 yang akan dirilis emiten besar seperti Adobe. Mereka juga bakal mengantisipasi outlook bisnis versi The Fed Philadelphia.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Setelah Nasdaq Pecah Rekor, Wall Street Melemah