Pasar Masih Syok dengan Kebijakan Fed, Dow Futures Tertekan

Arif Gunawan, CNBC Indonesia
17 June 2021 18:35
A traders works on the floor of the New York Stock Exchange, (NYSE) in New York, U.S., March 22, 2018. REUTERS/Brendan McDermid
Foto: REUTERS/Brendan McDermid

Jakarta, CNBC Indonesia - Kontrak berjangka (futures) indeks bursa Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan Kamis (17/6/2021), berpeluang melanjutkan tren aksi jual yang terjadi setelah perubahan rencana pengetatan moneter.

Kontrak futures indeks Dow Jones Industrial Average melemah 52 poin (-0,3%) dari nilai wajarnya, sementara kontrak serupa indeks S&P 500 dan Nasdaq melemah masing-masing sebesar 0,2% dan 0,3%.

Koreksi terjadi setelah bank sentral (Federal Reserve/The Fed) mengindikasikan bahwa pihaknya akan menaikkan suku bunga acuan hingga dua kali pada 2023. Padahal sebelumnya pada Maret mereka menyebutkan baru akan menaikkan suku bunga acuan pada 2024.

Rapat Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) juga memperkirakan inflasi tahun ini bakal lebih tinggi dari perkiraan semula, menjadi 3,4% atau jauh di atas target jangka panjangnya sebesar 2%.

Indeks Dow Jones Industrial Average pun merosot 265,7 poin (+0,8%) menjadi 34.033,67. Indeks S&P 500 melemah 0,5% ke 4.223,7 menyusul koreksi saham konsumer, sementara Nasdaq surut 0,2% menjadi 14.039,68 setelah sempat drop 1,2%.

Saham-saham komoditas tertekan di sesi pra-pembukaan, karena suku bunga yang tinggi akan menekan reli pasar komoditas. China juga sedang berusaha mengendalikan harga komoditas dunia untuk mencegah lonjakan inflasi. Saham Freeport-McMoRan pun anjlok hingga 2% sementara harga kontrak berjangka (futures) tembaga drop di kisaran sama.

Di sisi lain, saham teknologi seperti Zoom dan Tesla juga terkoreksi. Sebaliknya, saham perbankan seperti Wells Fargo dan Citigroup menguat karena kenaikan Fed Funds Rate bagi perbankan berarti kenaikan margin keuntungan yang bisa didapatkan ke depannya.

Powell juga tak memberikan acuan mengenai kapan pengurangan pembelian (tapering) obligasi dari pasar sekunder bakal dimulai. Dia hanya menyatakan bahwa pemulihan ekonomi terus dipantau dan akan membuat "pemberitahuan awal" sebelum mengumumkan kebijakan tersebut.

"Pasar bereaksi brutal terhadap proyeksi inflasi The Fed yang lebih tinggi dan meyiapkan dua kenaikan suku bunga acuan itu ke depan tetapi saya tidak yakin apa ekspektasi mereka terkait angka [inflasi]," tutur Michael Arone, analis State Street Global Advisors, seperti dikutip CNBC International.

Ada ketidaksinkronan antara proyeksi ekonomi dan apa yang dinyatakan oleh The Fed, lanjut dia. Oleh sebab itu, masih ada pertanyaan besar bagi pelaku pasar terkait inflasi, yakni apakah kenaikan inflasi itu bersifat sementara atau permanen.

Investor hari ini juga akan memantau rilis kinerja keuangan kuartal I-2021 yang akan dirilis oleh beberapa emiten besar seperti Adobe. Mereka juga bakal mengantisipasi rilis klaim tunjangan pengangguran mingguan dan outlook bisnis versi The Fed Philadelphia.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(ags/ags)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Dow Futures Menguat Tipis Jelang Pidato The Fed di Kongres

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular