IHSG Balik Arah jadi Hijau, Sederet Saham Ini Malah Kena ARB

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
16 June 2021 09:40
Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bursa Efek Indonesia (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Sejumlah saham tercatat langsung ambles hingga menyentuh batas auto rejection bawah (ARB), di saat Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melanjutkan penguatan di zona hijau, pada awal perdagangan pagi ini, Rabu (16/6/2021).

Berikut saham-saham 'top losers' yang terkena ARB, pukul 09.15 WIB:

  1. Yelooo Integra Datanet (YELO), saham -6,96%, ke Rp 147, transaksi Rp 3,7 M

  2. MNC Investama (BHIT), -6,90%, ke Rp 108, transaksi Rp 6,2 M

  3. Bank MNC Internasional (BABP), -6,86%, ke Rp 326, transaksi Rp 7,3 M

  4. Martina Berto (MBTO), -6,80%, ke Rp 192, transaksi Rp 2,3 M

  5. Matahari Putra Prima (MPPA), -6,52%, ke Rp 1.075, transaksi Rp 10,0 M

Menurut data di atas, saham emiten penyedia layanan modem wifi YELO menjadi yang paling ambles, yakni sebesar 6,96% ke Rp 147/saham. Anjloknya saham YELO pagi ini terjadi seiring para pelaku pasar tampaknya mulai melakukan aksi ambil untung (profit taking) setelah kemarin saham ini melonjak 24,41%.

Sementara, duo saham Grup MNC, BHIT dan BABP juga bercokol di daftar di atas, setelah anjlok masing-masing sebesar 6,90% dan 6,85%.

Dengan ini, saham BHIT sudah menyentuh batas ARB selama 4 hari perdagangan beruntun, atau sejak Jumat (11/6) pekan lalu. Alhasil, dalam sepekan saham ini anjlok 24,48%, sementara dalam sebulan 'terbang' 11,76%.

Mirip dengan saham sang induk holding, saham BABP juga ambles 4 hari beruntun dan dua kali berturut-turut menyentuh ARB. Dalam seminggu saham BABP terpuruk 20,49%, sementara dalam sebulan 'meroket' 283,53%.

Tidak hanya saham Grup MNC, saham emiten pengelola gerai Hypermart milik Grup Lippo, MPPA, juga ambrol 6,52% ke Rp 1.075/saham. Ini membuat saham MPPA sudah ambles selama 3 hari beruntun. Praktis, dalam sepekan saham ini anjlok 11,74%, sementara dalam sebulan masih melejit 17,84%.

IHSG sempat ambles ke 6.071,439 pada awal pembukaan pagi ini. Setelah selang beberapa menit, IHSG juga sempat mencapai 6.049,575. Namun, per 09.28 WIB, IHSG kembali ke zona hijau dengan naik 0,20% ke 6.101,450/saham.

Menurut data BEI, ada 188 saham naik, 224 saham melorot dan 159 saham masih belum bergerak, dengan nilai transaksi mencapai Rp 2,33 triliun.

Hari ini, semua perhatian pelaku pasar sedunia, tak hanya Indonesia, bakal tertuju pada bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (The Fed) yang akan mengumumkan hasil rapat mereka untuk memutuskan arah kebijakan moneter ke depan, pada malam nanti.

Menurut survei Fed yang digelar CNBC International, para ekonom dan analis memperkirakan bahwa The Fed akan mengurangi pembelian surat utang di pasar sekunder yang selama ini nilainya mencapai US$ 120 miliar per bulan. Semuanya tidak akan terjadi secara mendadak. Pengumuman tapering diprediksi pada Oktober tahun ini dan dilaksanakan Januari tahun depan.

Sementara itu, suku bunga acuan yang saat ini berada di level nyaris nol persen, bakal dinaikkan pada November 2022, atau satu bulan lebih cepat dari proyeksi dalam survei sebelumnya (yang memperkirakan bulan Desember 2022). Ini merupakan proyeksi kenaikan yang pertama sejak Desember 2018.

Sementara itu, kekhawatiran soal dampak Covid-19 semakin menurun, dengan 94% responden menilai resesi di AS sudah selesai. Hanya saja, mereka terbelah mengenai nasib pandemi. Sebanyak 43% responden menilai pandemi telah usai, sedangkan 40% lainnya menilai pandemi masih mengancam.

Dengan median survei memperkirakan pertumbuhan ekonomi 6,4% tahun ini, sebanyak 69% responden menilai harga saham saat ini sudah terlalu mahal jika dibandingkan dengan outlook fundamental perekonomian dan pertumbuhan laba emiten.

"Pertanyaan besarnya adalah apakah The Fed akan mulai, dengan sangat pelan, mengangkat wacana tapering dan memperdebatkan seputar kebijakan moneter ekstra longgar sekarang," tutur Fiona Cincotta, analis pasar senior City Index, seperti dikutip CNBC International.

Dengan proyeksi arah kebijakan moneter AS demikian, pelaku pasar global bakal cenderung percaya diri untuk tetap berdagang di bursa, menoleksi saham-saham yang sudah dilanda aksi jual akhir-akhir ini, karena kebijakan moneter longgar akan secara perlahan dimulai. Secepatnya, kemungkinan pada Oktober tahun ini. Bukan sekarang.

Namun dari dalam negeri, kasus Covid-19 harus terus dipantau lekat. Kebijakan aneh pemerintah yang kontraproduktif dengan penanganan pandemi berpeluang membuyarkan optimisme pasar, karena pandemi yang memburuk berarti kinerja emiten bakal terpuruk.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article IHSG Ambles, 15 Saham Ini Kena ARB Berjamaah!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular