
Dihantui Dead Cat Bounce & Death Cross, Bitcoin Bakal Tamat?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga bitcoin masih belum lepas dari tekanan sejak Mei lalu, risiko ambrol lebih dalam pun semakin besar. Banyak sinyal-sinyal yang menunjukkan belum berakhirnya tren kemerosotan mata uang kripto dengan nilai kapitalisasi pasar paling besar ini.
Pada 19 Mei lalu, harga bitcoin menyentuh level US$ 30.000/koin, yang merupakan level terendah sejak 28 Januari lalu. Setelahnya, bitcoin bisa rebound meski pada akhirnya kembali merosot. Kemarin, harga bitcoin menyentuh US$ 31.025/BTC, berdasarkan data Refinitiv.
"Saya percaya bitcoin masih akan turun makin dalam dari posisi saat ini," tulis analis dari BiotechValley dalam sebuah catatan yang dikutip Cointelegraph, Rabu (26/5/2021).
"Saya pikir bitcoin perlahan akan turun dan membentuk dead cat bounce," tambahnya.
Dead cat bounce merupakan analisis teknikal yang menunjukkan berlanjutnya tren penurunan. Suatu aset dikatakan mengalami dead cat bounce ketika harganya merosot, kemudian perlahan berbalik naik seolah-olah akan bangkit. Tetapi setelahnya malah kembali merosot.
Analis tersebut memperkirakan harga bitcoin berisiko merosot hingga ke US$ 15.000-US$ 16.000/BTC.
Dead cat bounce akan menjadi nyata jika harga bitcoin menembus ke bawah US$ 30.000/BTC. Kabar buruknya lagi, bitcoin kini juga dibayangi death cross.
![]() Foto: Refinitiv |
Death cross merupakan perpotongan indikator rerata pergerakan 50 hari (moving average/MA 50) dengan rerata pergerakan 100 hari (MA 100). Dimana MA 50 memotong MA 100 dari atas ke bawah, yang sudah terjadi jika melihat pergerakan bitcoin pada grafik harian.
Death cross akan semakin "mengerikan" jika MA 50 juga memotong rerata pergerakan 200 hari (MA 200). Hal tersebut bisa terjadi jika bitcoin menembus ke bawah US$ 30.000/BTC.
Artinya, bitcoin kini dihantui dead cat bounce dan death cross, dengan level kunci di US$ 30.000/BTC.
Tidak hanya secara analis teknikal, tanda-tanda kemerosotan bitcoin juga terlihat dari capital outflow yang terjadi pekan lalu.
ConShares sebagaimana dikutip Reuters melaporkan dalam sepekan yang berakhir 4 Juni terjadi outflow dari bitcoin sebesar US$ 141 juta. Keluarnya modal dari bitcoin tersebut menjadi yang terbesar sepanjang sejarah secara mingguan.
Masih melansir Reuters, Glassnode melaporkan selama kemerosotan bitcoin belakangan ini, jaringan bitcoin mengalami penurunan IP address yang aktif hingga 18%.
Bitcoin memang sedang memiliki banyak "musuh" belakangan ini, kebijakan pemerintah China dan Amerika Serikat menjadi salah satu pukulan telak. Selain itu, Elon Musk yang sebelumnya menjadi pemicu lonjakan harga bitcoin perlahan terlihat mulai "meninggalkan" bitcoin.
Mulai dari langkahnya menangguhkan penggunaan bitcoin dalam pembelian Tesla, hingga beberapa kicauannya di Twitter yang berdampak negatif terhadap harga mata uang kripto.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Gerak Kripto Masih Kayak Gini, Susah Bikin Kaya Lagi
