
Menguat Secuil 0,07%, Rupiah Benar-benar Kerja Keras Hari Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah akhirnya menguat tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) setelah sempat masuk ke zona merah. Dolar AS yang sedang galau membuat rupiah mampu menguat, tetapi tidak gampang, Mata Uang Garuda sempat masuk ke zona merah, dan lama stagnan.
Rupiah sedikit tertekan akibat penurunan cadangan devisa (Cadev) yang mengalami penurunan.
Kurs rupiah membuka perdagangan dengan menguat 0,07% ke Rp 14.250/US$. Setelahnya, rupiah sempat berbalik melemah tipis 0,04%.
Di penutupan perdagangan, rupiah kembali ke Rp 14.250/US$.
Meski rupiah menguat tipis, tetapi bisa dikatakan cukup bagus sebab mayoritas mata uang utama Asia melemah. Hingga pukul 15:09 WIB, hanya ringgit Malaysia yang penguatannya lebih besar dari rupiah, 0,17%.
Berikut pergerakan dolar AS melawan dolar mata uang utama Asia.
Dolar AS mulai tertekan setelah rilis data tenaga kerja pada Jumat pekan lalu. Meski data tenaga kerja AS cukup solid, tetapi banyak analis yakin data tersebut masih belum cukup membuat bank sentral AS (The Fed) untuk mengurangi nilai program pembelian asetnya (quantitative easing/QE) atau yang dikenal dengan istilah tapering.
Presiden The Fed wilayah Cleveland, Lorreta Mester, juga menyatakan data tenaga kerja AS bagus tetapi masih belum cukup untuk merubah kebijakan moneter.
"Saya melihat ini sebagai kemajuan yang terus dibuat pasar tenaga kerja, tentunya kabar yang sangat bagus. Tetapi, saya ini melihat kemajuan lebih jauh," kata Mester dalam acara "Squawk on the Street" CNBC International, Jumat (4/6/2021).
Alhasil, dolar AS yang sebelumnya ditopang oleh isu tapering menjadi kehilangan tenaganya.
Pelaku pasar saat ini juga bingung terhadap pergerakan dolar AS. Reuters mengadakan survei pada 28 Mei hingga 3 Juni terhadap 63 analis. Hasilnya, sebanyak 33 orang mengatakan pelemahan dolar AS sudah selesai, sementara sisanya memprediksi dolar AS masih akan melemah 0,5% hingga 6% dalam tiga bulan ke depan.
"Saya benar-benar bingung mengenai apa yang akan terjadi 3 bulan ke depan, kita pada akhirnya akan melihat The Fed memberikan pernyataan tapering yang lebih tegas, membuat pasar dipenuhi ketidakpastian," kata John Hardy, kepala strategi valuta asing di Saxo Bank, sebagaimana dilansir Reuters, Jumat (4/6/2021).
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Cadev Indonesia Turun Ke Level Terendah 2021
Cadangan devisa per akhir April sebesar US$ 138,8 miliar yang menjadi rekor tertinggi sepanjang masa. Sementara pada Selasa (8/6/2021) Bank Indonesia (BI) melaporkan cadangan devisa akhir Mei sebesar US$ 136,4 miliar, turun US$ 2,4 miliar. Posisi tersebut menjadi yang terendah sepanjang tahun ini.
Penurunan cadev di bulan Mei juga menjadi yang terbesar sejak Maret tahun lalu, saat penyakit virus corona (Covid-19) dinyatakan sebagai pandemi. Cadangan devisa saat itu tergerus hingga US$ 9,4 miliar, sebabnya rupiah saat itu terpuruk hingga menyentuh level terlemah sejak 1998, sehingga kebutuhan intervensi untuk menstabilkan Mata Uang Garuda menjadi besar.
Meski mengalami penurunan cukup tajam, BI menyebut posisi Cadev tersebut masih tetap tinggi.
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 9,5 bulan impor atau 9,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," papar keterangan tertulis BI yang dirilis Selasa (8/6/2021).
"Penurunan posisi cadangan devisa pada Mei 2021 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi," lanjut keterangan tersebut.
Meski demikian, BI masih optimistis cadangan devisa masih akan terus menanjak di tahun ini, mencapai US$ 141 miliar di akhir tahun.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Hariyadi Ramelan mengemukakan prospek cadangan devisa masih akan didukung dari surplus neraca perdagangan, meningkatnya volume perdagangan dan harga komoditas global.
"Mudah-mudahan saya yakin Insya Allah target US$ 141 miliar tercapai lebih cepat," kata Hariyadi dalam Squawk Box CNBC Indonesia, Selasa (8/6/2021).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Masih Tertekan, Rupiah Bisa Sentuh Rp 14.800/USD di Q2-2021
