Jakarta, CNBC Indonesia - Cadangan devisa (Indonesia turun cukup tajam pada Mei 2021, dari rekor tertinggi sepanjang masa hingga ke level terendah tahun ini. Bank Indonesia (BI) melaporkan penurunan tersebut terjadi akibat pembayaran utang pemerintah yang jatuh tempo.
Cadangan devisa per akhir April sebesar US$ 138,8 miliar yang menjadi rekor tertinggi sepanjang masa. Sementara pada Selasa (8/6/2021) BI melaporkan cadangan devisa akhir Mei sebesar US$ 136,4 miliar, turun US$ 2,4 miliar. Posisi tersebut menjadi yang terendah sepanjang tahun ini.
Penurunan cadangan devisa di bulan Mei juga menjadi yang terbesar sejak Maret tahun lalu, saat wabah virus corona (Covid-19) dinyatakan sebagai pandemi. Cadangan devisa saat itu tergerus hingga US$ 9,4 miliar, sebabnya rupiah saat itu terpuruk hingga menyentuh level terlemah sejak 1998, sehingga kebutuhan intervensi untuk menstabilkan Mata Uang Garuda menjadi besar.
Meski mengalami penurunan cukup tajam, BI menyebut posisi cadangan devisa tersebut masih tetap tinggi.
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 9,5 bulan impor atau 9,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," papar keterangan tertulis BI yang dirilis Selasa (8/6/2021).
"Penurunan posisi cadangan devisa pada Mei 2021 antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri Pemerintah. Ke depan, Bank Indonesia memandang cadangan devisa tetap memadai, didukung oleh stabilitas dan prospek ekonomi yang terjaga, seiring dengan berbagai respons kebijakan dalam mendorong pemulihan ekonomi," lanjut keterangan tersebut.
Pembayaran utang pemerintah sepertinya cukup besar di bulan Mei, sebab jika melihat nilai tukar rupiah yang menguat artinya kebutuhan untuk intervensi minim. Selain itu, harga komoditas ekspor andalan Indonesia juga sedang menanjak.
Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu), utang jatuh tempo pemerintah di tahun ini sebesar Rp 278 triliun, dengan Rp 211 triliun diantaranya merupakan utang Surat Berharga Negara (SBN) dan Rp 67 triliun merupakan pinjaman pemerintah.
Posisi utang jatuh tempo tersebut lebih tinggi ketimbang tahun lalu sebesar Rp 238 triliun.
HALAMAN SELANJUTNYA >>> Harga Komoditas Meroket, BI Optimistis Cadangan Devisa Terus Menanjak
Nilai tukar rupiah sepanjang bulan Mei mencatat penguatan 1,1% melawan dolar AS, sementara bulan sebelumnya menguat 0,55%. Penguatan dalam 2 bulan beruntun tersebut tentunya mengurangi beban cadangan devisa untuk intervensi.
Penguatan rupiah dipicu optimisme Indonesia akan lepas dari resesi di kuartal II tahun ini.
Sementara itu harga dua komoditas andalan ekspor Indonesia terus menanjak. Harga minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) mencatat penguatan lebih dari 7% di bulan April di Bursa Derivatif Malaysia. Di bulan Mei, harga CPO bahkan mencetak rekor tertinggi di atas 4.700 ringgit/ton.
Kenaikan tajam tersebut membuat harga CPO acuan RI bulan Mei 2021 dipatok di US$ 1.110 per ton. Harga acuannya naik ketimbang bulan lalu yang hanya dibanderol US$ 1.093,83 per ton. Artinya pajak ekspor untuk minyak sawit mentah di bulan Mei akan lebih tinggi menjadi US$ 144 per ton, dibandingkan bulan sebelumnya US$ 116 per ton.
Sementara pungutan ekspor untuk minyak nabati tidak akan berubah pada US$ 255 per ton, yang merupakan pungutan tertinggi.
Pemerintah di awal Desember 2020 mengubah besaran tarif pungutan ekspor minyak kelapa sawit menjadi disesuaikan berdasarkan batasan lapisan nilai harga CPO yang mengacu pada harga referensi yang ditetapkan Menteri Perdagangan.
Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan No.191/PMK.05/2020 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan No.57/PMK.05/2020 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit Pada Kementerian Keuangan. Peraturan tersebut berlaku sejak 10 Desember 2020.
Dalam peraturan baru tersebut, tarif pungutan ekspor untuk minyak kelapa sawit (CPO) minimal sebesar US$ 55 per ton dan paling tinggi US$ 255 per ton.
Sementara itu harga batu bara juga mengalami masih belum mengakhiri tren kenaikan. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menetapkan HBA bulan Mei sebesar US$ 89,74 per ton. Besaran ini meningkat US$ 3,06 per ton atau 3,53% dari HBA April, yakni US$ 86,68 per ton.
Rupiah yang menguat, ditambah dengan kenaikan harga komoditas sebenarnya bisa menopang cadangan devisa, tetapi sayanganya pembayaran utang pemerintah membuatnya menurun.
Meski demikian, BI masih optimistis cadangan devisa masih akan terus menanjak di tahun ini, mencapai US$ 141 miliar di akhir tahun.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Hariyadi Ramelan mengemukakan prospek cadangan devisa masih akan didukung dari surplus neraca perdagangan, meningkatnya volume perdagangan dan harga komoditas global.
"Mudah-mudahan saya yakin Insya Allah target US$ 141 miliar tercapai lebih cepat," kata Hariyadi dalam Squawk Box CNBC Indonesia, Selasa (8/6/2021).
TIM RISET CNBC INDONESIA