
Impor China Ambles Dobel Digit, Harga Minyak Drop 0,7%

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah global mengalami pelemahan pada perdagangan pagi waktu Asia hari ini, Selasa (8/6/2021). Data impor China yang mengecewakan menjadi bukti yang menguatkan bahwa pemulihan permintaan minyak di kawasan Asia masih tersendat.
Baik kontrak futures (berjangka) Brent maupun West Texas Intermediate (WTI) ambles 0,7% dibanding posisi penutupan kemarin. Hingga pukul 10.07 WIB, harga kontrak Brent dibanderol di US$ 70,94/barel sementara untuk WTI dipatok di US$ 68,71/barel.
"Impor minyak China pada level terendah lima bulan ... akan cenderung mengkonfirmasi kelemahan di pasar Asia," kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizhuo Securities kepada Reuters.
Impor minyak mentah China bulan Mei lalu tercatat turun 14,6%. Impor minyak China bulan Mei menjadi level terendah tahun ini. Hal ini disebabkan karena pemeliharaan di kilang membatasi permintaan untuk pembelian minyak.
Harga minyak mentah telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Sepanjang 2021 harga minyak telah naik lebih dari 40% di tengah tingginya ekspektasi pemulihan permintaan akibat program vaksinasi Covid-19 yang terus digeber.
Di sisi lain pengurangan suplai oleh para kartel yang tergabung dalam OPEC+ juga membantu menopang harga. Dalam laporan terbarunya, OPEC memperkirakan permintaan minyak bakal naik 6 juta barel per hari (bph) tahun ini.
Namun risiko besar masih membayangi pasar minyak karena episentrum wabah kini bergeser ke Timur. Beberapa negara Asia seperti India yang merupakan salah satu importir minyak terbesar di dunia mengalami lonjakan kasus Covid-19 yang membuat pemerintahnya mengunci aktivitas perekonomian dalam skala besar.
Pelaku pasar juga mencermati kelanjutan perundingan nuklir antara Iran dengan Dunia Barat yang digelar di Wina minggu ini. Adanya kesepakatan antara pihak yang berunding berpotensi membuat Washington mencabut sanksi atas ekspor minyak Iran.
Analis memperkirakan pasar bakal ketambahan pasokan sebesar 500 ribu hingga 1 juta bph ketika sanksi atas Iran dicabut. Namun para spekulan masih cenderung bullish terhadap prospek harga minyak.
Posisi bullish long masih mengungguli bearish short dengan rasio 5 : 1 di pasar minyak. Hal ini mencerminkan bahwa para big fund masih terbuka pada peluang harga si emas hitam mungkin bisa naik lagi jika berbagai indikator makro mengalami perbaikan dan sinyal pertumbuhan ekonomi global semakin kuat.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Stok Minyak AS Berkurang, Harga Minyak Dunia Masih Stagnan