Waduh! 3 Hari Beruntun Saham Para Raksasa Batu Bara Ambles

Aldo Fernando, CNBC Indonesia
07 June 2021 10:22
Pekerja melakukan bongkar muat batu bara di Terminal Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (23/2/2021). Pemerintah telah mengeluarkan peraturan turunan dari Undang-Undang No. 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Adapun salah satunya Peraturan Pemerintah yang diterbitkan yaitu Peraturan Pemerintah No.25 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Bongkar Muat Batu Bara di Terminal Tanjung Priok. (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC INdonesia - Saham-saham emiten batu bara raksasa berjatuhan pada perdagangan pagi ini, Senin (7/6/2021). Amblesnya saham batu bara cenderung diiringi aksi jual bersih (net sell) oleh investor asing.

Selain itu, sentimen pendorong amblesnya saham baru bara selama 3 hari terakhir ialah harga komoditas batu bara acuan yang bergerak di zona merah pada pekan lalu, setelah selama lima pekan beruntun mengalami penguatan.

Sepanjang pekan lalu, harga batu bara acuan di pasar ICE Newcastle (Australia) ambruk hingga 4,1% ke level US$ 107,5/ton secara point-to-point.

Berikut gerak saham batu bara kelas kakap, pukul 10.01 WIB:

  1. Indika Energy (INDY), saham -1,44%, ke Rp 1.365, net buy Rp 284,60 juta

  2. Bukit Asam (PTBA), -1,32%, ke Rp 2.250, net sell Rp 2,77 M

  3. Adaro Energy (ADRO), -1,22%, ke Rp 1.215, net sell Rp 3,08 M

  4. United Tractors (UNTR), -0,96%, ke Rp 23.300, net sell Rp 669,55 juta

  5. Delta Dunia Makmur (DOID), -0,55%, ke Rp 364, net sell Rp 825,90 juta

  6. Indo Tambangraya Megah (ITMG), -0,53%, ke Rp 14.025, net buy Rp 143,57 juta

  7. Harum Energy (HRUM), -0,49%, ke Rp 5.050, net sell Rp 169,33 juta

Menurut data di atas, saham INDY menjadi yang paling melorot, dengan penurunan 1,44% ke Rp 1.365/saham. Dengan ini, saham INDY, seperti saham batu bara lainnya, melanjutkan pelemahan yang dimulai sejak Kamis (3/4/2021) pekan lalu.

Sebelum mengalami pelemahan, saham INDY, juga beserta saham batu bara lainnya, sempat mencuat 11,28% pada Rabu (2/6).

Dalam sepekan, saham ini masih melejit 7,45%, sementara dalam sebulan terkoreksi 1,79%.

Di posisi kedua ada saham batu bara pelat merah, PTBA, yang terkoreksi 1,32% ke Rp 2.250/saham. Pelemahan ini dibayangi aksi jual bersih oleh asing sebesar Rp 2,77 miliar.

Saham PTBA terkoreksi selama 3 hari beruntun setelah pada Rabu (2/6) melonjak 6,33%. Meski demikian, dalam seminggu, saham ini masih tercatat positif 3,20%.

Di bawah PTBA, ada saham ADRO yang melemah 1,22% ke Rp 1.215/saham, melanjutkan tren penurunan sejak Kamis pekan lalu. Pelemahan tiga hari ini terjadi setelah saham ADRO melompat 5,88% pada Rabu minggu lalu.

Pagi ini, asing juga tercatat ramai-ramai keluar dari saham ADRO dengan nilai jual bersih Rp 3,08 miliar.

Mengenai sentimen harga batu bara, sebelum ambles pada pekan lalu, harga batu bara sempat menguat selama lima pekan beruntun. Sentimen commodity boom pun membuat harga batu bara sempat menyentuh level tertinggi dalam satu dekade terakhir.

Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir tercatat harga batu bara turun sejak Juni tahun 2011 dan menyentuh bottom di April 2016. Sepanjang periode 2011-2016 harga batu bara ambles 50% lebih dari US$ 112/ton ke bawah US$ 50/ton.

Setelah bertahun-tahun berada dalam tekanan, harga batu bara akhirnya rebound. Dalam waktu singkat kurang dari satu tahun harga si batu legam bangkit dan tembus level US$ 100/ton.

Namun tak bertahan lama, harga batu bara akhirnya ambles dan menyentuh bottom di bulan Mei 2017. Harga komoditas bahan bakar fosil ini kembali melesat dan membawanya ke atas US$ 100/ton.

Namun sejak September 2018, harga batu bara cenderung downtrend yang dibarengi dengan pengetatan moneter di AS, perang dagang antara AS-China hingga berbagai isu resesi.

Kondisi terparah dialami saat pandemi virus corona (Covid-19) terjadi. Pembatasan aktivitas ekonomi membuat permintaan berbagai komoditas termasuk batu bara ambles. Harga pun sempat longsor ke bawah US$ 50/ton.

Namun kini penguatan harga batu bara tak lepas dari adanya faktor disrupsi rantai pasok. Ketegangan antara China dan Australia membuat Negeri Panda memboikot impor batu bara dari Negeri Kanguru.

Selama ini China banyak mengandalkan pasokan batu bara kokas dari Australia. Namun karena diboikot China mencari negara pemasok lain meskipun harganya mahal. Apalagi kondisi pertambangan batu bara domestik China tengah menghadapi kendala terutama memasuki musim penghujan (plum rain season).

TIM RISET CNBC INDONESIA


(adf/adf)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article 16 Saham Batu Bara Perkasa, Juaranya Tak Terduga

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular