Bursa Asia Kompak Dibuka Menguat, KOSPI Melesat!

Chandra Dwi Pranata, CNBC Indonesia
07 June 2021 08:50
Kantor pusat KEB Hana Bank di Seoul, Korea Selatan, Kamis, 23 Juli 2020. (AP/Ahn Young-joon)(AP Photo/Ahn Young-joon)
Foto: Kantor pusat KEB Hana Bank di Seoul, Korea Selatan, Kamis, 23 Juli 2020. (AP/Ahn Young-joon)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bursa Asia kompak dibuka menguat pada perdagangan awal pekan Senin (7/6/2021), karena investor menantikan data neraca perdagangan dan cadangan devisa China periode Mei 2021.

Tercatat indeks Nikkei Jepang dibuka menguat 0,68%, Hang Seng Hong Kong naik tipis 0,05%, Shanghai Composite China tumbuh 0,19%, Straits Times Singapura terapresiasi 0,69%, dan KOSPI Korea Selatan melesat 0,72%.

Data neraca perdagangan China pada periode Mei 2021 akan dirilis pada pukul 11:00 waktu setempat atau pukul 10:00 WIB.

Sementara untuk data cadangan devisa (cadev) China akan dirilis pada pukul 16:00 waktu setempat atau pukul 15:00 WIB.

Di lain sisi, menteri keuangan dari negara-negara G7 (Group Seven) pada akhir pekan lalu mendukung proposal dari Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS), Janet Yellen yang menyerukan perusahaan global untuk membayar pajak setidaknya 15% dari perolehan labanya.

Beralih ke AS, bursa saham Wall Street berakhir bergairah pada perdagangan Jumat (4/6/2021) akhir pekan lalu, setelah rilis data ketenagakerjaan pemerintah AS per Mei yang lebih rendah dari perkiraan pasar.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup menguat 0,52% ke level 34.756,39, S&P 500 melesat 0,88% ke posisi 4.229,89, dan Nasdaq Composite melonjak 1,47% ke 13.814,49.

Departemen Tenaga Kerja AS mengumumkan adanya 559.000 penyerapan tenaga kerja baru. Meski angka itu di bawah ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones yang memperkirakan angka 671.000, tetapi capaian tersebut jauh lebih baik dari penyerapan April sebanyak 266.000.

Angka pengangguran juga terus menurun, menjadi 5,8%, dari periode April sebesar 6,1%. Capaian itu juga lebih baik dari ekspektasi ekonom dalam polling Dow Jones yang semula memprediksi angka 5,9%.

Menurut Kepala Perencana Trading Global NatWest, John Briggs, data tenaga kerja itu "tak terlalu panas hingga memaksa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) bertindak lebih dan tak terlalu dingin hingga membuat ekonomi terlihat mengkhawatirkan".

Investor khawatir bahwa data tenaga kerja yang positif, yang menunjukkan kenaikan inflasi, dapat mendorong The Fed untuk menarik kembali stimulus yang diberlakukan selama pagebluk virus corona (Covid-19).

"Hal ini menjaga tekanan dari The Fed dan akan memungkinkan mereka untuk mempertahankan kebijakan suku bunga rendah mereka lebih lama dan mengambil lebih banyak sikap wait and see," kata Jack Ablin, kepala investasi di Cresset Capital Management.

"Kesempatan untuk mempertahankan suku bunga rendah adalah kabar baik bagi para [investor] pengambil risiko." tambahnya.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(chd/chd)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Bursa Asia Mayoritas Dibuka Hijau, KOSPI Memimpin!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular